،ꫂ̽᭠ᩬ' [7/7]

Note, untuk bagian ini mengandung beberapa adegan kasar.

---

Thanks...
For everything

---

،ꫂ̽᭠ᩬ' ρяє¢ισυѕ ѕмιℓє ꫂ҉ 


Haruna mempercepat langkahnya, lebih cepat tiba lebih baik. Tangannya terus mendengkap tubuh mungil Makoto, mencoba memberikan rasa tenang agar dia tak terbangun dalam masalah ini.

Ini salahnya, harusnya dia tidak membiarkan Rey membawa Makoto ke kediamannya. Harusnya dia mengembalikan Makoto lebih awal. Harusnya anak sekecil Makoto tidak harus terlibat dalam masalah ini.

"Ki.. kita tiba" gumam Haruna ketika dia melihat cahaya obor yang biasa dipasang di dekat jembatan. Namun dugaannya salah, cahaya obor tersebut berasal dari warga yang tengah berpatroli di sekitar kawasan tersebut.

"DISINI! AKU MENEMUKANNYA, AKU MENEMUKAN KITSUNE TERKUTUK ITU!" teriak warga itu saat melihat Haruna keluar dari hutan.

"..KITSUNE ITU MENCULIK SEORANG ANAK!!"

"Tunggu... Haru bisa..-" Haruna berdecak saat melihat beberapa warga datang berlarian ke tempat tersebut.

Haruna kembali melesat ke dalam hutan. Setidaknya warga tersebut akan kesulitan mencarinya di balik rimbunnya pepohonan.

Ketika dirasa cukup jauh, Haruna duduk di balik salah satu pohon. Dia mengatur napas sejenak, mencoba menghilangkan rasa lelah yang sejak tadi merayapi tubuhnya.

"Nee-chan?" panggil Makoto pelan. Perlahan ia menggeliat kemudian mengubah posisinya menjadi duduk di pangkuan Haruna. Uapan kecil lolos dari bibirnya sementara tangannya mengusap matanya.

"Nee-chan.. kenapa? Kita dimana?" tanya Makoto lagi sambil menatap Haruna. Haruna tersenyum tipis sembari mengelus surai Makoto.

"Sebentar Haru jelassin... ya, Kita harus segera--" belum sempat Haruna menyelesaikan kalimatnya, sebuah panah meluncur mengenai pundak Haruna.

"NEE-CHAN?!" pekik Makoto panik sementara Haruna merigis pelan. Mereka sudah menemukannya lebih cepat dari dugaan.

"Haru tidak apa apa.."

"Tapi pundak Nee-chan-" Makoto terisak sembari menatapi pundak Haruna yang mulai berlumuran darah.

Sebuah anak panah kembali melesat, kali ini mengarah ke Makoto. Haruna segera mendorong Makoto, membuatnya kembali terkena anak panak di punggungnya.

"NEE-CHAN- SADARLAH..NEE-CHAN" pekik Makoto panik. Segera Makoto mendekati Haruna yang terbaring di tanah.

"Haru nggak papa.. Hanya kelelahan, Makko lari duluan ya?" kata Haruna sembari tersenyum. Dalam hati, dia merutuk ketidakwaspadaannya seperti ini.

Energinya juga belum terkumpul sepenuhnya. Ia sudah banyak menggunakan energi ketika menyembunyikan aura serta telinga dan ekornya.

Makoto menggeleng cepat, ia tidak mungkin membiarkan Haruna terbaring disini. Haruna terdiam, kalau Makoto tetap disini, kondisinya bisa makin runyam. Tidak apa apa kalau dia yang tertangkap, tapi Makoto? Perlahan, Haruna mengubah posisinya menjadi duduk.

"Makko, tutup matamu" Makoto menurut kemudian menutup mata. Haruna menyentuh anak panah di pundaknya, mencabutnya kemudian melemparnya asal. Begitu pula dengan anak panah di punggungnya.

Haruna bergumam, suara gemerincing lomceng terdengar di sekitar mereka. Setidaknya walau tidak benar benar sembuh, dia bisa mengurangi rasa sakitnya.

"Makko" panggil Haruna. Makoto membuka mata kemudian menaatp sang kitsune.

"Kemari" Makoto mendekat, Haruna segera menggendong tubuh mungil Makoto.

"Jangan lepaskan sampai Haru suruh ya?" Makoto mengangguk mengerti kemudian menggenggam erat yukata yang dikenakan Haruna.

"ITU MEREKA! TANGKAP KEDUANYA" teriak salah satu warga. Haruna mengibaskan ekornya kesal, kemudian kembali melesat masuk ke dalam hutan.

Tujuannya sekarang, perbatasan hutan terlarang. Setidaknya, manusia manusia itu akan terlalu takut masuk ke hutan terlarang dikarenakan rumor vampir yang berkeliaran disana.

Agak beresiko karena Haruna sendiri membawa Makoto yang tentu saja akan menjadi sasaran empuk bagi para vampir. Tapi selama tidak masuk terlalu jauh, mereka akan aman.

Sementara itu, seorang warga tengah menggeram kesal. Dirinya kemudian menatap seorang penyihir yang tengah sibuk membaca beberapa mantra yang tidak dimengertinya.

"Tunggu apa lagi?! Cepat tangkap kitsune itu! Dia yang sudah menghancurkan kota serta keluargaku!" teriaknya kesal.

"Tenanglah tuan.. saya masih butuh sedikit waktu untuk menciptakan perangkap bagi makhluk terkutuk itu" sang penyihir bergumam, kemudian menciptakan sebuah lingakaran sihir dengan pola rumit.

"Kalian sudah menyebarkannya di sekeliling hutan bukan..?" tanya sang penyihir. Beberapa warga mengangguk mengiyakan.

"Bagus... tinggal membuatnya masuk ke dalam perangkap" sang penyuhir tersenyum mengerikan. Tunggu saja, dia pasti akan membalas kitsune karena telah menjatuhkannya dan keluarganya.

---

"Nee-chan... daijoubu?" tanya Makoto sembari menatap Haruna yang terengah engah. Tenaga Haruna sudah mencapai batasnya, kalau dipaksakan, dia bisa saja pingsan.

"Haru nggak papa. Kita istirahat dulu ya?" kata Haruna sembari duduk bersandar di salah satu pohon.

Belum, mereka belum tiba di perbatasan. Mereka baru setengah jalan, tapi Haruna tiba tiba kembali merasakan sakit di pundak dan pungungnya. Itu membuatnya harus berhenti dan beristirahat.

"Nee-chan.. ada sungai... Aku ambilkan nee-chan minum dulu" kata Makoto sembari menunjuk sungai kecil yang tak jauh dari mereka.

"Aa.. jangan jauh jauh" Makoto mengangguk patuh. Segera dia mengambil sebuah daun dan membentuknya jadi kerucut. Ujung kerucut itu dilipatnya agar air tak merembes keluar dari celah tersebut.

Makoto segera mengambilkan air untuk Haruna. Haruna tersenyum kecil memperhatikan Makoto yang tengah berjalan hati hati agar air tersebut tak terjatuh dari tangannya.

"....... Nee-chan-" belum sempat Makoto menyelesaikan kalimatnya. Sebuah pedang melesat ke arah punggung Makoto.

"MAKKO" Haruna memekik panik, ingin rasanya dia bergerak kenuju tubuh Makoto yang telah ambruk ke tanah. Namun, seperti ada sesuatu yang menahannya untuk bergerak.

"Terima kasih telah menjalankan peranmu dengan baik" suara berat muncul di balik pepohonan. Seorang pria bertubuh tegap melangkah mendekati tubuh Makoto yang berlumuran darah.

"Kau-"

"Apa kabar, nona kitsune? Sudah lama sekali sejak terakhir kali kita bertemu" katanya sembari mencabut pedangnya dari tubuh Makoto.

"Apa.. apa yang kau lakukan pada Makko?!" pekik Haruna saat pria tersebut mengangkat tubuh Makoto seperti sebuah barang.

"Hn ini? Ini hanya boneka yang telah menyelesaikan misinya" katanya santai sembari melempar Makoto ke samping. Suara berdebum terdengar, bersamaan dengan darah yang terciprat ke pepohonan.

"Nee-chan...." gumam Makoto pelan. Maniknya menatap Haruna yang tengah memberontak dari sebuah lingkaran sihir yang mengikatnya.

"Makko- Tunggu disana ya, Haru akan segera mengobati Makko-"

"Pfft, tidak kusangka kau akan sesayang itu pada boneka kami" kata pria tersebut sembari bersiul. Perlahan dia mengetuk ngetuk ujung pedangnya di tanah, wajahnya tersenyum mengerikan ketika mendapat ide yang sangat bagus.

"Bagaimana kalau.. dia saja yang duluan?" katanya sembari melangkah mendekati Makoto.

"JANGAN! JANGAN APA APAKAN MAKKO-" pekik Haruna lagi. Namun seberapa kuat Haruna memberontak, lingkaran sihir yang mengikatnya akan mengerat, membuatnya kehabisan tenaga.

"Hahaha, ini akibatnya. Sudah menghancurkan semua yang kumiliki" pria tersebut menancapkan pedangnya di dada Makoto. Membuat manik anak tersebut meredup dan kehilangan nyawa seketika itu juga.

"MAKKO TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN DENDAMMU ITU- KAU HARUSNYA SADAR, AYAHMU DULUAN YANG MEMULAI SEMUANYA" pekik Haruna frustasi. Tangisnya tak dapat dibendung lagi.

Kenapa? Kenapa dia harus menyaksikan kematian dari orang yang disayanginya lagi? Pertama pria abu itu dan sekarang Makoto.

"DIAMLAH! ITU TIDAK BERARTI KAU HARUS MENINGGALKAN ANAKNYA YANG BISA MENJADI MALAPETAKA BUATMU" balas sang pria tak kalah keras.

"Kau harusnya membunuhku juga saat itu!"

"Kitsune bodoh, kau terlalu sayang dengan manusia" pria tersebut melangkah mendekati Haruna yang masih terisak.

"Sekarang tidurlah..., tidurlah selamanya karena makhluk yang pernah kau cintai"

End

--------------
--------
---

Revisi : 28 Oktober 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top