୨⎯ Delusi ⎯୧
Jarum pendek menunjuk tepat ke angka dua belas. Harusnya, dia sudah terlelap sedari tadi. Akan tetapi, insomnia menyerang. Hembusan berat terdengar. Ia berjalan menuju dapur dengan tujuan membuat segelas susu hangat.
Sesampainya di dapur, kedua tangan langsung bergerak tanpa perintah dari otak, seolah sudah hafal dengan kegiatan tersebut. Hingga suara seorang pria memecah lamunan Sharon, membuat pekerjaannya berantakan.
"Belum tidur, Sharon?"
Sharon terkesiap. "Leona-san ...?"
"Hm? Ada apa? Seperti melihat hantu saja," ujar Leona diakhiri gelak tawa.
Sharon ikut tertawa, walau terdengar sedikit kaku dan dihiasi pelik. Ia pun kembali fokus pada pekerjaannya.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
"Membuat susu. Mau?"
"Boleh." Leona bersandar pada kusen pintu dan melipat kedua tangannya di dada. "Susu mengandung tryptophan dan asam amino yang dapat membuat tidur semakin nyenyak."
Sharon tergelak kecil. "Aku tahu. Kalau begitu, Leona-san terserang insomnia juga, dong?"
Dua gelas susu hangat selesai dibuat. Sharon menyerahkan salah satu gelas kepada Leona.
"Mungkin."
꒰🥛꒱ 𝒟𝑒𝓁𝓊𝓈𝒾 ♡꙼̈ ࿐ ࿔
Halu_Project's event • Warn! OOC
Delusi || Leona Kingscholar x Sharon
Twisted Wonderland © Aniplex 'n Walt Disney
Leona Kingscholar ©Yana Toboso
Plot © DeadChuu
Total words : 1028
[27 Januari 2023,
Shana]
꒰🥛꒱ 𝒟𝑒𝓁𝓊𝓈𝒾 ♡꙼̈ ࿐ ࿔
Dua sukma menatap lurus pada langit temaram yang dihiasi bulatan besar bernama bulan dan sedikit bintik kecil yang sering disebut bintang. Baik raga maupun organ lunak menetap di balkon, berbeda dengan isi kepala yang ikut bermain-main di angkasa raya. Mereka tenggelam ke dalam dekapan angan.
"Sudah mengantuk?" tanya Leona.
Sharon menggeleng. "Belum. Bagaimana denganmu sendiri? Leona-san yang kukenal akan langsung terlelap jika suasana seperti ini disajikan padanya."
"Anggaplah aku ingin menikmati suasana ini sedikit lebih lama dari biasanya."
Tiba-tiba, terdengar kegaduhan dari bawah—lapangan. Dengan penuh rasa penasaran, Sharon menaruh gelasnya di atas meja dan mengintip penyebab kebisingan tersebut.
"Beberapa murid sedang melatih sihirnya. Kau tidak akan menghentikan mereka, Leona-san?"
Leona menenggak segelas susu di tangannya. "Biarkan mereka."
"Hah?" Kerutan heran tercipta di kening Sharon. "Kau tidak marah atau merasa terganggu?"
"Tidak." Leona menggeleng. Dia bangkit dari duduknya dan berdiri di samping Sharon. "Justru bagus."
Sharon terkesiap. Ia mundur tiga langkah, dengan cepat. "Siapa kau?! Di mana Leona-san yang kukenal?!"
Leona mendengkus. Ia duduk di atas pagar balkon dan bersandar pada tiang tinggi di belakangnya.
"Melihat anggota Savanaclaw begitu semangat mengasah kemampuan mereka demi menyambut kelulusanku .... Kuharap, aku tak mengecewakan mereka di kemudian hari."
"Serius, di mana Leona-san yang kukenal?"
"Hm? Apa ada yang salah?"
"Biasanya, kau tidak akan secara terang-terangan menyampaikan isi hatimu juga hal yang membuatmu gelisah. Apa kepalamu terbentur piano?"
Leona tertawa. Tawa riang. Terkesan aneh dan tak cocok dengannya. Perilaku itu membuat Sharon merasa kebingungan sekaligus cemas.
"Aku hanya sedang merasa berterima kasih," ujar Leona. "Pada semua orang yang pernah singgah, bahkan Malleus."
"Hah? Apa aku tidak salah dengar? Kau memanggil Malleus-san menggunakan namanya?!"
"Tak ada salahnya mencoba berdamai dengannya, bukan?"
Sharon menghela napas berat. Ia gelengkan kepalanya pelan. Lantas kembali menatap lurus pada Leona.
"Delusi," ucap Sharon, mendadak.
"Huh?"
"Pikiran tidak rasional." Sharon menggeleng kecil. "Biasanya berwujud perasaan dikejar-kejar. Apa yang mengejarmu, Leona-san?"
Leona mengedikkan kedua bahunya. "Sesuatu tak pasti yang akan lahir di masa depan. Mungkin."
"Serius! Kau terlalu jujur malam ini! Siapa kau?!"
"Anggaplah aku sedang berdelusi, sedang memiliki pikiran yang kurang rasional."
Sharon mulai menguap kecil. "Sudahlah. Lebih baik, aku tidur saja."
Akan tetapi, kedua kaki Sharon enggan bergerak. Seolah menunggu respon dari lawan bicaranya.
"Kau tidak akan menemaniku ke kamar? Atau menggendongku sampai pintu kamar, begitu?"
Leona menatap nanar pergelangan kaki Sharon. "Itu diciptakan untuk digunakan. Jadilah mandiri, dan gunakan alat gerak itu."
"Tidak ada kecupan selamat malam?"
Si singa menggeleng. "Tidak untuk malam ini."
"Eh? Tapi, besok 'kan kau sudah pergi dari sini."
Leona tersenyum sekilas. Ia ayunkan ke luar–masuk telapak tangannya, mengusir Sharon dari sana.
Sharon menghentakkan salah satu kakinya. "Serius, deh! Terkutuklah sisimu yang aneh ini! Pokoknya, kau berhutang satu ciuman padaku!"
Gadis itu pun pergi dari sana dengan api amarah menyala dalam hatinya. Ia tinggalkan rasa geli berpadu nelangsa dalam hati serta pikiran Leona.
꒰☕️꒱ 𝒟𝑒𝓁𝓊𝓈𝒾 ♡꙼̈ ࿐ ࿔
Iris violet berusaha menyamakan diri dengan cahaya mentari pagi. Perlahan tapi pasti, ia bangkit dari alam mimpinya. Sharon melihat ke kanan dan ke kiri. Hanya untuk tak menemukan siapa pun di sampingnya.
Mimpi? Ah, pasti mimpi. Leona-san tidak akan berubah jadi menyeramkan seperti itu, kan?
Ia gosok kedua matanya, dan menguap kecil. Sharon pun beranjak dari ranjangnya dengan rasa gelisah. Ketika ia buka pintu rumah, seorang beastman sudah menunggunya di sana.
"Ruggie-senpai?"
Pria itu—Ruggie mendengkus. "Aku sudah lulus. Jadi, berhenti menganggapku sebagai seniormu, Sharon."
"Ah, iya. Maaf ...." Sharon ke luar dari ruang tidurnya, kemudian menutup pintunya. "Jadi, ada apa?"
"Hari ini—"
Sharon mengangkat tangan kanannya, memotong kalimat Ruggie. "Aku akan bersiap-siap. Lima menit."
Ruggie mengangguk. Dengan sabar pria itu menunggu bintang utama acara besar yang digelar hari itu.
Tak lama kemudian, Sharon kembali. "Ayo."
Setelah berjalan melewati jantung kota yang tengah berdegup kencang akibat menampung terlalu banyak oksigen, dua insan itu pun sampai di kursi VIP—tempat strategis untuk menikmati acara.
"Dia pasti senang akan kehadiranmu," celetuk Ruggie.
"Aku tidak senang akan kehadiranku."
Setelah lonceng berbunyi sebanyak tiga kali, acara pun dimulai. Acara—entah apa namanya—itu berjalan dengan lancar dan penuh sorak gembira. Pula, tak lupa banyaknya ucapan selamat dari kerabat terdekat bagi kedua mempelai.
"Kau baik-baik saja, Sharon? Jangan diam saja seperti batu."
"Malam itu ... kukira sesuatu yang berat menimpa kepalanya, sampai-sampai sikapnya berubah. Ternyata, itu hanyalah basa-basi, salam perpisahan. Lima bulan setelah kelulusannya, singa itu malah mengirim undangan pertunangan." Hembusan napas panjang terdengar darinya.
"Apa kau membutuhkan sesuatu?" Ruggie bertanya diiringi raut canggung.
Sharon menelengkan kepala ke kanan, berpikir. "Mungkin, setelah ini, aku membutuhkan asupan kafein. Lima gelas cukup."
Kedua telinga hiena Ruggie turun, seolah mengekspresikan kekhawatirannya. "Aku jadi kasihan pada lambungmu."
Pembicaraan tak bertuan terus berlanjut. Melenyapkan nelangsa dalam hati Sharon. Setidaknya, untuk sementara.
꒰☕️꒱ 𝒟𝑒𝓁𝓊𝓈𝒾 ♡꙼̈ ࿐ ࿔
The End ....
Delusi in nutshell :
A little funfact :
• Detak jantung tidak akan berdegup kencang apabila paru-paru menampung terlalu banyak oksigen. Lagipula, kadar oksigen yang tertampung dalam paru-paru tidak akan melebihi batas normal (normalnya 3-5 liter—tergantung usia, jenis kelamin, dan aktivitas sehari-hari).
ShaNa funfact :
• Leona biasanya memanggil Sharon dengan panggilan Rodentia, yaitu nama latin dari hewan pengerat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top