🦋 ❛ Run, bestie! Runn!! ༉‧₊°

Drap! Drap! Drap!

"Louis! Noè! Kenapa kalian ngga mau berhenti aja sih?!"

"Kenapa harus?"

"Ih, kenapa kalian ngejar aku terus sih?! Capek tau!"

"Karena Shan lari, makanya kami kejar."

"Argh!"

"Fyo! Jangan ngalangin pintu! Awas!"

"Apa peduliku?"

"Anj—"

✨🦋✨

: Pairing :
[My Husbu × Me ]
[HALUPRO!AU]
© Shaniasukamto
: Disclaimer :
[ Sympnoia Event ]
© Halu_Project
[ Moriarty the Patriot ]
© Hikaru Miyoshi
[ Bungou Stray Dogs ]
© Asagiri Kafka & Sango Harukawa
[ The Case Study of Vanitas ]
© Jun Mochizuki
: Warning :
OOC, Typo, Absurd, No revisi jadi kasih tau kalau ada yg salah, Harem? Who knows ( '◡‿ゝ◡')

✨🦋✨

Tok! Tok! Tok!

"Sebentar," saut suara seorang gadis setelah mendengar pintu kamarnya diketuk.

Derap langkah kaki terdengar mendekat, kenop pintu berputar dan pintu terbuka membuat celah untuk pelaku yang mengetuk pintu itu melihat keadaan di dalam.

"Oh, Louis!"

Sosok laki-laki tinggi dengan surai pirang berdiri tegap di depan pintu kamar sang gadis. Louis James Moriarty, sang pelaku pengetuk.

"Nyariin Nia, ya?" tanya gadis dengan surai hitam yang menjuntai di atas bahu.

"Iya, Mars," jawab Louis.

Gadis itu—Mars—dia menggeser tubuhnya, memberi ruang untuk Louis melihat ke dalam kamarnya. "Itu, lagi rebahan di dalem."

"Hm? Oh, hai, Louis~" sapa gadis yang dicari oleh Louis. Shania, dia terlihat tersenyum singkat sambil melambaikan tangannya ke arah Louis di atas kasur milik Mars.

Tidak ada niatan di dalam dirinya untuk mendekat dan menanyakan apa yang membuat laki-laki itu datang kemari, karena ia sudah tahu alasannya dan ini juga bukan pertama kalinya Louis datang kemari.

"Apa ia masih belum ingin kembali ke kamarnya sendiri?" tanya Louis setelah melihat Shan yang kembali sibuk dengan ponsel genggamannya.

"Keknya iya deh."

"Ya sudahlah. Ini, makanlah bersama Shan, aku tahu dia pasti lupa makan siang lagi." Louis memberikan beberapa bungkus roti pada Mars dan langsung saja Mars menerimanya, karena ini sudah menjadi kebiasaan baru Louis selama 2 hari ini.

"Oke, tenang aja. Nanti aku suruh Nia buat makan rotinya."

"Terima kasih, Mars." Mars mengangguk. Pintu ia dorong, mengikis jarak pandangan Louis dari kamarnya.

✨🦋✨

Klek!

Mendengar suara pintu ditutup, Shan langsung menengok. Terlihat Mars yang berjalan masuk kembali sambil membawa bungkusan berisi roti pemberian Louis.

"Hm? Louis udah pergi, kak?"

"Iya, barusan."

"Nia, ini, Louis ngasih roti lagi."

Mars langsung menyodorkan bungkusan berisi beberapa roti tadi. Tapi gadis di depannya malah terlihat bingung, apa penyakit pikunnya mulai kumat lagi?

"Eh? Oh! Sekarang udah jam berapa emang?" Ternyata memang benar.

"Nia, kamu kan lagi pegang hape sekarang," ucap Mars dengan sabar. Walau sebenarnya ia harus selalu sabar menghadapi orang-orang di rumah halu ini.

Demi menjaga keberlangsungan hidup rumah ini, memang harus ada yang selalu waras. Kalau tidak ... entahlah, saya ngga bisa bayanginnya.

"Eh iya, lupa hehe."

"Pantesan aja kamu lupa makan mulu." Mars mendudukkan bokongnya kembali ke kasur yang sama dengan Shan. Dan gadis di sebelahnya itu mulai membuka serta mengeluarkan roti dari bungkusannya.

Shan juga tidak lupa membagi salah satu rotinya kepada Mars, ia tahu Louis pasti membeli lebih untuk dibagikan kepada Mars yang kini kamarnya ditumpangi oleh Shan.

Iya, buat numpang WiFi gratis.
//jk

"Nia, kamu beneran ngga mau balik ke kamar? Kasian Louis, dia selalu nganter roti ke sini sama nanyain kapan kamu balik ke kamar kamu sendiri."

"Ahhh, masih mager balikkk. Lagian ada yang harus aku urus juga sih ... Aku masih boleh tidur di sini 'kan kak?"

"Iya, ngga papa kok, kakak juga jadi dapet temen tidur."

"Aww, sayang Kak Mars deh. Hehe."

"Iya, sayang Nia juga."

Akhirnya, Shan tetap berada di kamar Mars untuk menghindari para lelaki di kamar miliknya hingga waktu yang tidak diketahui.

Mungkin, sampai Fyo udah balik ke jalan yang benar?

Mustahil? Ya, itu tujuanku.

Aku mau sama Kak Mars terus UwU. Biar kalian semua iri( ꈍᴗꈍ).

✨🦋✨

Di pagi hari yang cerah. Semua aktivitas di dalam villa halu berjalan lancar seperti biasanya, tanpa ada hambatan masalah apapun. Dan kuharap bisa seperti itu untuk kedepannya juga.

Mari kita lihat salah satu tempat di villa halu yang sangat sering terjadi kasus kehilangan serta pencurian. Yaitu, dapur.

Dapur yang terletak di lantai satu, tak jauh dari ruang tengah. Sesuai fungsinya, di tempat itu menjadi tempat untuk membuat atau pun menyimpan makanan para penghuninya.

Walau di setiap harinya ada saja makanan yang hilang tanpa jejak dan hanya meninggalkan wadah tempat makanan yang dicuri.

Padahal nih ya, udah dibilangin jangan asal ambil makanan. Tanya dulu, ada yang punya enggak. Kalau mau ijin dulu, ketahuan diamuk massa baru tau rasa.

Dari kejauhan, terlihat ada seseorang di sana. Ia sedang mengobrak-abrik lemari es serta meja makan. Sepertinya, ada beruang yang mencari makan untuk persiapan hibernasi panjangnya.

Ia buka tutup saji yang ada di atas meja. Kedua matanya seketika berbinar melihat apa yang bersembunyi di balik tutup saji itu.

"Woah, bolu bagiannya Shan belum diambil ternyata." Ia menengok ke samping kanan kirinya, memastikan tidak ada orang yang melihatnya.

"Shan telat, bolunya buat aku." Beruang itu-Sharon, mulai menggerakkan kedua tangannya dan meletakkan tutup saji tadi ke tempat lain. Ia pun menarik piring berisi bolu tadi mendekat kearahnya.

Tapi kedua matanya tiba-tiba saja menangkap ada sesuatu yang lain di sana, hingga membuatnya berhenti sejenak.

Di ujung meja makan, terlihat sesosok laki-laki berkulit gelap dengan surai putihnya. Kepalanya menyembul setengah, matanya menatap penasaran pada piring yang ada di tangannya.

"Noè," panggil Sharon pada laki-laki tadi, Noè Archiviste.

Yang dipanggil pun langsung tersadar dan menengok ke arah Sharon.

"Kamu mau?" tanya Sharon, yang sepertinya tahu kalau Noè ingin mencicip bolu yang ia temukan.

"...!?" Noè nampaknya sedikit terkejut saat ditanya, tapi ia dengan lucu dan malu-malu menganggukkan kepalanya.

Ya ampun, husbu saya lucu banget sih. Pengen kucekek deh(。ノω\。)

"Ya udah nih, mumpung aku baik hati," ujar Sharon sambil membagi bolunya.

'Ngga sih, mumpung ini punya Shan. Biar nanti aku ngga sendirian kena marah, ada Noè yang ikut makan juga hehe.'

Lihatlah akal bulus anak ini. Sangat-sangat tidak baik. Pasti Diavolo bangga melihat Sharon yang sudah satu spesies kayak dia.

Noè dengan sabar menunggu bolu itu diberikan padanya, walau matanya tak henti-hentinya berbinar memikirkan bagaimana rasa bolu itu masuk ke dalam mulutnya. Apa akan sama enaknya Tarté Tatin yang biasa dibawakan oleh gurunya? Atau berbeda tapi tetap enak?

Bandingin kok sama makanan mahal-//slap.

✨🦋✨

"Shann!! Itu di depan ada yang nungguin!!" teriak Key dari lantai 1, atau lebih tepatnya di ruang tengah memanggil Shan yang masih berada di lantai 2.

Semoga aja kedengeran ( ╹▽╹ )

Setelah Sharon yang mendengar ucapan Key barusan, ia menjadi penasaran dengan siapa yang dimaksud Key. Iya, yang di depan. Ia terlalu malas berjalan ke depan jadi ia pun memanggil Key.

"Key!"

"Hmm, kenapa?"

"Siapa?"

"Di depan? Keknya temennya Shan, deh."

"Yang biasa?"

"Ho'oh."

"Woah."

Noè seperti biasa, diam. Sebenarnya ia tak mengerti apa yang dibicarakan oleh kedua gadis yang ada di depannya. 'Yang biasa'? Siapa?

Ia memang baru-baru ini datang ke villa halu, hingga ia kurang tahu seluk-beluk yang ada di sini. Bahkan di hari pertama ia tersesat saat berjalan-jalan sendirian di villa halu ini.

"AH! IYA, BENTARRR!" Terdengar sahutan dari lantai 2, dengan suara yang familiar di telinga para penghuni halu.

Ternyata teriakan Key bisa terdengar ke telinga Shan, tidak sia-sia suara yang Key keluarkan. Kini terlihat Shan yang buru-buru menuruni anak tangga sambil membawa tas dan helm di kedua tangannya.

Saat sudah berada di lantai 1, Shan secara tidak sengaja melihat ke arah dapur. Memang, jarak antara ruang tengah dan dapur itu tidaklah terlalu jauh. Mata yang ngga minus-minus-saya tidak bermaksud apa-apa ya pren-amat masih bisa melihat apa dan siapa yang ada di dapur.

"IH! KOK BOLUKU DIMAKAN SAMA KAMU SIH?!" teriak Shan saat melihat Sharon dan Noè yang berada di dapur dengan bolu di tangan mereka.

Maaf ya, saya punya kebiasaan teriak-teriak kalo di rumah, apalagi sama orang deket.

"Kamu telat sih, ya buat aku aja." Sharon terlihat santai walau sudah ketahuan mengambil hak orang lain. Sedangkan Noè, dia hanya bisa diam. Walau batinnya sedikit terkejut bolu yang ia makan ternyata milik orang lain, dan ia belum meminta ijin.

"Ah! Ya sudahlah, aku udah sarapan nasi ini. Aku ngga mau diomelin Kak Yuki lagi," ucap Shan sedikit merinding, ia lumayan kapok diomelin Kak Yuki gara-gara kebiasaan buruknya. Ia juga kapok kena akibatnya. Ngga enak banget cuk.

"Kalau gitu, dadah, Noè!"

"Aku ngga?"

"Ga."

"Sangat tydack ramah, bintang satu."

"Sama-sama."

Tanpa memperdulikan lebih, Shan bergegas keluar. Pasti yang menunggu sudah lama di luar, karena kebiasaannya tidak mengirim chat saat sudah sampai. Agak capek sebenarnya, tapi ya sudahlah.

Kembali pada dua manusia(?) yang masih di tempat mereka masing-masing. Dengan mulut mereka yang masih sibuk mengunyah makanan hasil pemberian Shan. Canda.

Sharon memperhatikan Noè yang sedari tadi diam dan ia merasa diamnya Noè sedikit berbeda. Manik ungunya memandang kosong pintu Shan keluar tadi.

Noè lagi-lagi memikirkan Shan yang sudah hampir seminggu tidak kembali ke kamarnya dan menumpang di salah satu kamar penghuni halu, kamar Mars.

Bahkan beberapa hari belakangan ini Shan terlihat lebih sering keluar saat pagi dan pulang saat siang. Di hari-hari tertentu juga, Shan akan pulang lebih telat, sekitar jam 5 sore.

Maka dari itu, ia jarang melihat Shan berkeliaran di dalam villa. Karena setiap pulang pun Shan akan berdiam diri di dalam kamar Mars, dan beberapa kali keluar hanya untuk mandi dan makan.

Di mata Noè, Shan terlihat menghindarinya dan yang lain dengan berpergian keluar.

Padahal mah enggak awokawok(*'ω`*)

Dan ... yang membuatnya lebih kepikiran adalah siapa yang menjemput Shan.

(Saya malu sebenarnya nulis ini, serius.)

Padahal, Shan sendiri bisa mengendarai motor sendiri. Walau tidak terlalu pandai, tapi cukup untuk bepergian.

Ini keknya Noè ketularan kebiasaan overthinking penghuni halu deh.

"Kamu kenapa Noè?" tanya Sharon penasaran.

Noè lagi-lagi sedikit terkejut saat Sharon memanggilnya. "Ahh... tidak, tidak apa-apa."

Noè menundukkan kepalanya. Sesekali ia curi waktu untuk melirik pintu utama sekilas. Sharon yang menyadari itu akhirnya tersenyum jahil.

Sharon sudah selayaknya setan yang siap menghasut manusia-manusia bodoh di muka bumi ini. Tapi, sayangnya Noè itu vampir, dan satu spesies lagi sama jahenya Sharon. Ckck.

"Ohh, kepo sama yang jemput Shan, ya?"

Jleb–!

Sebuah pertanyaan yang dengan tepat menembus inti terdalam Noè.

"Hmm, mau tau ngga?"

Wajah Noè memang berpaling seakan-akan tidak mau, tapi sayangnya kedua kakinya tidak bisa berbohong, kakinya bergerak mendekat ke arah Sharon dan menyiapkan telinganya untuk mendengar kata-kata yang akan gadis itu katakan.

'Hehe.'

Sharon mulai mendekatkan diri, dan berbisik, "jadi, yang jemput Shan itu..."

Noè mendengarkannya dengan serius. Kata-kata yang digantung itu sangat membuatnya penasaran.

"Temennya Shan, cowok lagi."

✨🦋✨

Waktu terus berjalan. Sudah 3 hari berlalu sejak insiden bolu bagian Shan diambil bahkan dimakan oleh orang lain.

Ya, tidak apa-apa. Saat sepulangnya bepergian ia menyempatkan diri untuk membeli sepotong brownies di salah satu warung yang sering ia lewati.

Walau sebenarnya sangat disayangkan ia mengeluarkan uang sebesar 2000 rupiah hanya untuk sepotong brownies yang ukurannya hanya sekitar 2 × 5 × 2,5. Mahal cuk.

Mungkin akan lebih baik jika membeli satu bungkus choc*pie. Dengan harga yang sama ia bisa mendapatkan yang lebih dari sepotong brownies itu.

Sudah cukup pembahasan harga dan ukuran makanan. Emang mending beli bakpao. Udah murah, gede, isinya enak lagi—//slap.

"Udah mau jam 9 lagi. Harus cepet-cepet ambil hoodie terus pergi nih," ucap Shan.

Karena hoodie-nya sempat basah, ia sempat menjemurnya di balkon sebelum ia pergi mandi. Yaa, karena ia termasuk lama jika mandi pasti sekarang harusnya sudah kering.

Matahari kian beranjak naik, begitu juga suhu bumi. Semakin siang semakin panas. Shan sepertinya menantang diri sendiri untuk memakai hoodie di saat seperti ini.

Walaupun sudah memakai kaos lengan pendek dan menguncir rambutnya dengan model ekor kuda, tetap saja ia merasa panas.

'Pengen rebahan, panas banget plis.'

Rambut yang telah dikuncir ia gulung, dan sementara ia pegang menggunakan tangannya sendiri agar tidak terlepas.

Di saat-saat seperti ini ia sangat-sangat ingin memotong rambutnya hingga sebahu, tapi sayang sekali ia tidak bisa melakukannya.

'Tapi aku udah janji dateng, ya kali ngomong ngga jadi. Dah lah, pasrah.'

Ia sedikit berlari untuk memperpendek jaraknya pada balkon tempat yang ia tuju. Dan ia bisa segera pergi ke rumah temannya, serta semua ia bisa dengan cepat numpang rebahan di sana.

Saat sudah sampai di balkon ia bingung, hoodie merah miliknya tidak ada. "Lho? Kok ngga ada sih?"

Apa mungkin terbang tertiup angin? Tidak, di bawah sana ia tidak melihat ada benda berwarna merah yang ia cari.

Tersangkut di suatu tempat? Tidak, tidak. Kalaupun tersangkut harusnya bisa terlihat dari lantai 2 ini.

Diambil orang? Ngapain coba? Ngga ada kerjaan banget.

"Plis, jangan ngadi-ngadi. Aku mau pergi aja repot, udah siang banget anjir."

Ia langsung mencari di sekitarnya, memastikan tidak ada yang terlewat. Mondar-mandir hingga kepalanya pusing sendiri. Mungkin, jika ada yang melihatnya mondar-mandir, ia akan dibilang seperti setrikaan dan tidak dibantu.

Setelah memastikan tidak ada keberadaan hoodie-nya di sana, ia berpaling dan pergi mengelilingi ruangan yang ada lantai 2 ini. Berharap menemukan apa yang ia cari.

Sesekali di jalan ia bertemu dengan penghuni halu lainnya. Karena jumlah yang kian bertambah sejak awal tahun, semakin ramai pula orangnya.

Walau rata-rata pasti berdiam diri di kamar masing-masing. Entah itu tidur seharian, main game, nonton, belajar—rada mustahil, tapi bisa jadi, bermain dengan teman yang lain, atau *OHOK* berduaan *OHOK* sama doi *OHOK*. Keselek wiji salak.jk

Terlihat di depan ada sosok jelmaan Kunti, dengan rambut lebat dan panjang menutupi punggungnya. Lebih ke boneka hantu di Jepang sih, poninya juga tambah bikin mirip.

"Nat!"

"Hm? Tante Shan! Kenapa? Ada apa?"

"Itu, kamu ada liat hoodieku yang ada di balkon?"

"Eh?—Oh! Ngga tau, hehe."

"Yee, kukira tau."

"Hehe."

"Haha hehe mulu. Ya sudahlah, makasih."

"Yoi."

Sayang sekali, Nathy juga tidak tahu dimana hoodie merah milik Shan. Walau gelagatnya rada aneh, tapi ya sudahlah.

Kenapa ngga ganti baju yang lain? Males. Lebih gampang pake hoodie. Mksh.

Shan kembali berkeliling, kini ia tepat berada di depan kamarnya. Kamarnya dalam keadaan pintu terbuka, tapi di lihat sekilas dari luar tidak ada seseorang pun di dalamnya.

"Astaga, siapa yang lupa nutup sih. Kan, udah kubilang kalo keluar dari kamarku tutup pintunya. Capek saya lama-lama," omel Shan entah kepada siapa.

Ia dengan sedikit kesal berjalan menuju pintu kamarnya, berniat menutupnya. Tapi tangannya berhenti bergerak, ia melihat barang yang ia cari ternyata ada di sana, di atas kasur dengan seprai berwarna ungu gelap miliknya.

"Lah? Kok bisa di sana sih anjir?" Kedua alisnya berkerut, bingung.

Kenapa? Apa ada yang membawa masuk ke sini? Karena apa? Apa karena mengira aku lupa mengambil hoodie ini masuk? Tapi siapa?

Tanpa banyak pikir lagi ia segera masuk untuk mengambil hoodie itu dan segera pergi keluar. Pasti temannya sudah menunggu di sana. Ia juga lupa chat ke temannya jika ia akan sedikit terlambat.

"Ayo, ayo cepat."

Dengan sedikit berlari, Shan mulai masuk lebih dalam ke kamarnya dan mulai dekat dengan hoodie-nya.

Hanya saja, sepertinya sebelum masuk ia harus memastikan apakah ada orang di dalam atau tidak. Bukan hanya dilihat sekilas saja.

Blam! Klek!

'Hah?! Apaan?'

Suara pintu ditutup secara cepat serta pintu yang dikunci membuat Shan terkejut. Ditambah lagi melihat orang lain yang ada di sini selain dirinya. Jantungnya mungkin hampir saja copot.

"Sialan, kukira ngga ada orang..." Shan melangkah mundur, menjaga jarak dengan orang-orang di depannya.

"Louis, Noè, maksudnya apa-apaan ya?" tanya Shan, ia meringis melihat 3 laki-laki yang selama beberapa hari belakangan ini jarang bertemu dengannya.

Entah karena ia numpang di kamar Mars atau karena ia sering pergi keluar, itupun terpaksa.

"Fyo juga, kenapa kamu ikut-ikutan? Ide siapa ini?" Dan yang paling jarang terlihat itu adalah Fyo, Fyodor Dostoevsky.

Susah banget sih nama-nama husbuku, Louis masih mending sih. Tch.

Terlihat Fyo yang hanya diam melihatnya. Dan lebih sialnya, Fyo yang menghalangi satu-satunya pintu di kamar ini.

'Lihatlah wajah liciknya, sangat menyebalkan.'

Shan terus bergerak mundur, dan 2 orang di depannya pun ikut bergerak mendekat. Situasi yang cukup menyeramkan.

Beberapa detik lamanya mereka hanya diam, sambil menatap mata orang di depannya. Entah kenapa rasanya sangat menyeramkan melihat mereka, dengan refleks Shan bergerak mundur dengan cepat.

Berlari menghindari dua orang di belakangnya. Dan pastinya para laki-laki itu tidak tinggal diam, mereka ikut berlari mengejar Shan.

Terjadilah aksi kejar-kejaran seperti tikus dan kucing. Padahal tikusnya lagi duduk di pintu sambil nontonin. Dasar FyoRat.

"AH! KALIAN KALO NGEJAR JANGAN PAKAI TENAGA MONSTER DONG!!"

"Tidak ada yang seperti itu, Shan."

"NGGA ADA MATA KAU!"

Kejar-kejaran itu masih saja berlangsung, tidak ada satu pun pihak yang berniat untuk mengalah. Entah itu Shan ataupun Louis dan Noè.

Mereka terus berlari mengelilingi kamar yang luasnya hanya 6 m × 5 m. Jangan lupa barang-barang lain yang ada di sana. Entah bagaimana bisa mereka tidak menabrak lemari atau meja di sana.

Drap! Drap! Drap!

"Louis! Noè! Kenapa kalian ngga mau berhenti aja sih?!"

"Kenapa harus?"

"Ih, kenapa kalian ngejar aku terus sih?! Capek tau!"

"Karena Shan lari, makanya kami kejar."

"Argh! Sialan!"

"Fyo! Jangan ngalangin pintu! Awas!"

"Apa peduliku?"

"Anj—"

Dengan kesal Shan berlari menuju kasurnya yang sudah berkali-kali diinjak hingga seprainya terlihat berantakan. Ia mengambil salah satu bantal dengan cepat, dan melemparkannya ke arah Fyo yang masih di tempatnya.

Brak!

Fyo dengan gesit menghindari lemparan Shan, dan berakhir menabrak pintu di belakangnya.

'Sialan, meleset.' Shan kembali berlari setelah melihat lemparannya meleset.

Sudah 2 menit berlalu, hebatnya Shan masih bisa berlari. Kalau orang yang mengejarnya jangan ditanya ya kawan. Tenaga monster semua.

"Motif kalian kek gini apa sih??" tanya Shan yang sudah mulai merasa lelah berlari.

"..."

"WOI!" Kesal diabaikan, Shan kembali berteriak.

"Kami cuma mau Shan berhenti menghindari kami," jawab Noè, dia terlihat sedang menghindari tabrakan dengan kursi meja belajar.

"HAH? MAKSUD?"

"Shan sering pergi keluar dari biasanya. Jadi, pasti itu karena Shan menghindari kami." Noè kembali bersuara, dengan wajah polosnya—ihhh unyuk bgst.

"GILA, KALI YA! NGGA ADA YANG KEK GITU!"

"Aku keluar emang ada kegiatan, kalau bukan aku ngga akan keluar. Kalaupun aku ngehindarin kalian aku ngga usah repot-repot keluar, cukup di kamar Kak Mars."

"... terus, yang biasa jemput Shan, itu siapa?" Kini Louis yang bertanya. Mungkin ia bertanya seperti itu karena diberitahu oleh Noè, atau mungkin diam-diam dia melihat dengan matanya sendiri.

"Hah? OH! ITU SEPUPUKU YA AMPUN, KALIAN KENAPA SIH??"

Kecepatan berlari Louis dan Noè memelan, mungkin karena mereka masih sedikit kaget mendengar jawaban Shan. Dan itu sedikit memberi kelonggaran pada Shan yang perut bagian kanannya sedikit sakit karena terus berlari.

'Astaga— sakit perutku.'

Fokus Shan mulai pecah, perut yang sakit dan orang yang di belakangnya sudah tidak terlalu mengejarnya membuatnya tidak melihat jalan dengan benar.

Dia tidak melihat selimut dan guling yang berserakan di depannya. Salah satu kakinya menginjak selimut, karena lantai yang lumayan licin ia mulai oleng ke belakang.

'Akh—!'

Noè yang tak jauh di belakangnya segera menangkap punggung Shan. "Ketang—"

Bruk!

Karena sama-sama tak bisa menjaga keseimbangannya, akhirnya mereka berdua terjatuh. Beruntungnya mereka jatuh ke kasur. Setidaknya punggung mereka tidak akan sakit.

"Hosh... Hosh... Sialan kalian..." Nafasnya terengah-engah, lelah berlari sedari tadi. Sudah merasa kepanasan karena cuaca, ditambah berlari seperti tadi. Rasanya seperti simulasi neraka saja. Padahal ini hanya 1 : 70 dengan yang asli.

"Kalian ini, kalau sekadar pertanyaan seperti tadi harusnya kalian tanya saja ke yang lain, atau Fyo. Harusnya mereka tau. Kalau ngga kan jadi gini, sesat jadinya," omel Shan.

Posisinya sudah menguntungkan, berbaring di atas kasur. Tapi ada Noè di sebelahnya. Ia dorong Noè sedikit menjauh darinya, terlalu panas berdekatan dengan orang lain.

"Kamu juga Fyo." Shan menengok ke arah Fyo.

Dia masih berada di tempatnya, hanya berpindah beberapa centi dari sebelumnya karena menghindari lemparan bantal Shan.

"Kenapa kamu ngga ngasih tau ke Louis sama Noè? Kamu ngga sengaja 'kan?" tanya Shan, dia cukup curiga melihat Fyo yang tenang-tenang saja. Bahkan terlihat menikmatinya.

"Hmm, entahlah." Shan menyipitkan matanya, merasa ada yang kurang dengan jawaban Fyo.

"Mereka yang tidak bertanya padaku, dan hanya berbicara omong kosong saja," tambah Fyo.

"Ngga salah sih, tapi ngga gitu juga astaga." Shan hanya bisa menggeleng kepalanya, pusing melihat kelakuan mereka.

Selama beberapa menit tidak ada yang berbicara sama sekali. Semuanya hanya diam, sibuk dengan pikiran dan urusan masing-masing.

'Oh! Iya, aku lupa chat temen— astaga...' Shan langsung menepuk jidatnya, lupa tujuan awalnya kemari.

'Mana hape di kamar Kak Mars lagi. Dahlah, terpaksa ke sana dulu.' Shan bangkit dari posisinya. Membuat perhatian tertuju padanya.

"Mau kemana?" Louis yang pertama kali membuka suara setelah diam sejak tadi.

"Kamar Kak Mars, kenapa?" Kini Louis berdiri tepat di depan Shan, menghalangi Shan untuk pergi.

"Tidak, tidak boleh. Sebelum Shan bilang akan kembali kemari."

Shan sedikit terkejut, ia kembali mengingat alasan ia pergi dari kamarnya dan tinggal sementara di kamar Mars.

"Maaf, aku buru-buru." Shan baru saja mengambil sisi jalan yang lain, tapi lagi-lagi Louis menghalangi.

"Janji dulu akan kembali ke sini."

"Kenapa ngotot banget sih?" tanya Shan, ia mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah Louis.

Dengan selisih tinggi sekitar 20-25 centi, mungkin jika berlama-lama mendongak lehernya akan pegal.

Terjadi aksi saling tatap-menatap. Selama 1 menit lamanya mereka saling menatap satu sama lain, tanpa ada yang berbicara. Sedangkan 2 orang lainnya hanya diam dan menonton saja.

'B*ngke—'

Dengan cepat Shan menarik lengan Louis ke belakang, dan membiarkannya dirinya berlari mendekati pintu.

Masih ada Fyo di sana, dengan terpaksa juga ia mendorong Fyo kuat-kuat walau sedikit merepotkan. Dan membuka kunci pintu kamarnya.

Selama 10 detik berlangsung akhirnya Shan berhasil keluar. Dan berlari menjauh dari kamarnya serta 3 laki-laki di belakangnya.

"Shan!"

"NGGA, AKU NGGA MAU DISURUH-SURUH!" teriak Shan sambil terus berlari menjauh.

"Aku hanya menyuruhmu untuk membersihkan kamarmu sendiri! Bukan yang lainnya!" Louis pun ikut berlari dan sedikit berteriak menjawab perkataan Shan.

Sungguh, hanya masalah sepele seperti itu membuat Shan pergi dari kamarnya lebih dari seminggu. Aneh emang.

"TETEP AJA, AKU NGGA SUKA!"

Yah, terjadilah aksi kejar-kejaran part 2. Kini dengan tempat yang lebih luas, dan penonton yang lebih banyak dari sebelumnya.

Iya, para penghuni halu keluar dari kamar masing-masing setelah mendengar teriakan Shan dan suara orang berlari-lari di lorong.

Entah bagaimana akhir dari aksi kejar-kejaran mereka. Shan kembali ke kamarnya, atau tidak sama sekali.

— Fin —

Mampussss
3.5K words😍👎
Pasti garing dan krinj.
Kalau begini, aku rate oneshot ini 3/10.
Aku lebih suka yang sebelumnya, mksh.

Kenapa aku kasih gif di sini? Biar kalian tau wujud husbuku😘
Tapi jangan ambil dariku, kalau mau langkahi mayatku dulu.

Akhir kata, maafkan saya jika ada typo dan OOC. Saya juga buru-buru dalam mengetiknya. Maafkan aku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top