✎ᝰ Destiny ⍜'ˎ-
⛧⋆ 。Destiny
⛧⋆ 。Haitani Ran x OC
⛧⋆ 。Tokyo Revengers © Ken Wakui
⛧⋆ 。Story © -ayrraya
⛧⋆ 。4082 Words
***
Rintik hujan mengguyur deras daerah Roppongi. Gumpalan awan menggelap dan terdengar gemuruh darinya. Membuat orang-orang takut dan berteduh.
Tap .. tap .. tap ...
Gadis kecil berseragam sekolah, berlari dengan menutupi kepalanya agar tak terkena rintihan hujan yang menderas. Surainya yang terkepang dua dan berwarna hitam itu ternyata sudah basah terguyur derasnya hujan.
Tap ...
Langkah kecilnya terhenti di kios tertutup di lingkungan yang sepi dan hanya terdengar gemuruh diatas sana.
"Huhh .. aku sudah basah. Apa Kaa-san akan memarahiku?" kedua sudut bibirnya tertarik kebawah, kedua tangan mungilnya sibuk memeras rok sekolahnya.
Manik hitamnya mengerjap, kala teringat sesuatu. Ia berjongkok sembari melepaskan tas sekolah yang ia sedari tadi sandang. Senyum cerah terlihat diwajahnya.
"Ada disini—!! Ah ...." senyum cerah itu kembali memudar, tatapannya kembali sendu dan dengan matanya yang memanas.
"Sweaternya, kan dicuci Kaa-san ...." lirihnya menahan tangis dan tangan yang bergetar.
Kepala cantiknya mendongak ke atas menatap langit yang mengeluarkan ribuan air mata, "Langit .. jangan menangis terus, ya ...? Nanti Kio gak bisa pulang ...."
"Kau pikir hujan akan berhenti kalau kau bilang begitu, huh?"
Akari Kio, gadis bersurai hitam terkepang dua itu, menoleh ke asal suara. Yang ternyata seorang bocah laki-laki yang sepertinya berumur lebih tua darinya.
"Apa kamu kehujanan juga?" tanya Kio spontan ketika melihat seragam anak laki-laki itu ternyata juga basah. Manik hitam Kio naik ke atas, seketika maniknya berbinar kala melihat kepangan rapi dengan surai pirang itu, "Rambutnya sepertinya ... lembut ...."
Anak laki-laki itu menaikan sebelah alisnya, mendengar gumaman Kio, ia menampilkan senyuman lembut, "Walaupun basah, apa kau mau memegangnya?" tanyanya terkekeh gemas.
Manik hitam Kio mengerjap cepat, tatapannya berbinar mendengar kata-kata yang dikeluarkan anak laki-laki itu, "Sungguh?!"
"Gak perlu berteriak—" sergah anak laki-laki itu kaget, ia kembali tersenyum, "Boleh, kok." ia melangkahkan kakinya mendekat pada gadis kecil itu, lalu berjongkok menyamakan tinggi mereka berdua.
Kio, ia yang memang sedari tadi antusias untuk menyentuh surai pirang anak laki-laki itu, dengan spontan mengangkat tangan kanan mungilnya untuk mengusap surai pirang yang basah kuyup terkena hujan.
"Lembut ...."
Anak laki-laki itu terkekeh, "Benarkah?" tanyanya iseng, dijawab tawa kecil dan senyum cerah, yang membuat anak laki-laki itu tertegun. Padahal sekarang hujan deras, kenapa ia merasa hangat?
Matanya menatap wajah ayu gadis kecil itu, meneliti setiap inci senyuman yang dikeluarkan olehnya. Hei, dia bisa memberikan senyuman tulus kepada orang yang bahkan tidak ia kenal?
"Kau, gak takut berbagi senyummu itu terus?" spontan anak laki-laki itu membuka mulut.
Sedangkan Kio malah terkekeh, "Untuk apa Kio takut berbagi senyuman?" tangan mungilnya sedari tadi sibuk mengusap lembut surai pirang si anak laki-laki, "Kalau itu bisa memberikan ketenangan bagi orang lain, apalagi—"
Anak laki-laki itu menaikan sebelah alisnya menunggu Kio meneruskan kalimatnya.
"—gak ada alasan seseorang untuk gak tersenyum, kan? Pasti, ada aja yang bikin tersenyum ..." kedua sudut bibirnya tertarik ke bawah, "Kecuali, itu fake smile." lirih Kio membuat anak laki-laki yang mendengar itu kembali tertegun.
"Oh, iya!" anak laki-laki itu tersentak kaget mendengar seruan Kio yang tiba-tiba, "Nama kamu siapa? Ayo berteman!! Aku, aku Akari Kio!!" Kio dengan spontan memegangi dagu anak laki-laki yang tengah berjongkok menyamakan tinggi dengannya itu, dengan tatapan semangatnya, membuat anak laki-laki itu kembali merasa hangat.
Anak laki-laki itu tersenyum lembut dan menatap wajah ayu milik gadis kecil itu.
"Ran, Haitani Ran. Itu namaku, Kio-chan."
***
Maniknya tertuju keluar jendela kaca sebuah gedung, menatap rintik hujan yang deras mengguyur bumi. Lelaki dengan surai light lilac itu mengisap cerutu rokok dikedua jarinya. Tatapannya tetap tertuju pada ribuan rintik hujan yang jatuh, kedua sudut bibirnya tertarik lurus yang membuatnya menjadi tatapan datar.
Ceklek!
Tak mengindahkan suara pintu yang terbuka, lelaki— tepatnya, pria itu tetap bertahan dengan posisinya yang duduk diatas sofa, dan melamun menatap keluar.
"Hei, Kak. Pelacur yang kau pesan itu sudah datang, dia ada di lobi." celetukan seorang pria membuatnya sedikit tersentak.
Sudut matanya berkedut, "... Bawa dia kemari, Rindou." titahnya tak acuh.
Haitani Rindou, adik dari Haitani Ran, dengan surai mullet berwarna light lilac itu mendecak tak suka, "Kenapa gak kau saja?!" omelnya, walaupun ia tetap menuruti perintah sang Kakak untuk menjemput ‘pelacur’ itu.
Ran hanya menanggapi dengan senyum lembut, tetapi kosong.
Manik violetnya melirik ke jendela kaca tepat di depan matanya, pria 31 tahun itu menghela nafasnya panjang sembari menutup matanya.
"... Sebenarnya aku gak mau ‘bermain’ dengan wanita-wanita menjijikkan itu." decaknya datar, lalu membuang cerutu rokok yang selesai ia pakai, ia menyandarkan punggungnya ke sofa yang ia duduki, "Tapi, harus dengan cara apa aku lakukan, agar kamu kembali dan memarahiku? Kio-chan."
***
"Haitani-kun~" suara lembut seorang wanita dengan pakaian minim masuk ke indra pendengaran milik Ran. Manik violet-nya melirik malas ke asal suara.
Wanita bersurai pirang, pakaian minim seakan-akan baju renang berwarna hitam hingga membentuk kedua— ekhem dadanya, dan bibirnya yang merah merona.
Dalam hati, Ran berdecak, 'Kio jauh lebih cantik.' datarnya memutar wine ditangannya.
"Namamu?"
"Vrezy, Haitani-kun!!" sahut wanita bernama Vrezy itu cepat. Ia duduk di pegangan sofa tempat dimana Ran duduk, tangannya tidak tinggalkan diam, ia merangkul tubuh Ran dan mendekatkan dadanya— pada pria itu.
(Aku istighfar sumpah, abis buat adegan ini😔 tenang, gaada lemon👍)
"Mau mulai sekarang~? Atau, pemanasan dulu, Haitani-kun?" tanyanya dengan nada menggoda, jari-jemarinya menyentuh dagu dagu Ran yang sedari tadi diam. Manik wanita itu menatap manik violet Ran dengan menggigit bibir bawahnya.
Tangan Ran menyentuh dasinya, dan mengendorkan ikatan dasi itu, surai light lilac yang tak tertata oleh gel rambut itu, membuat surainya jatuh dan— uhm, menambah pesona seorang Haitani Ran.
(AKXNJSNXJS, NGESIMP DULU😻❤🆙🆙 ran mode hair down emang— HSHSHS😔❤)
Vrezy tak menyangka akan melayani pria tampan seperti ini, apalagi ia dibayar dengan harga yang lumayan tinggi. Jadi, ia tak boleh membiarkan pelanggannya ini merasa tak puas, bukan?
Ran meminum habis wine ditangannya, menaruh cepat gelas yang sudah kosong dan kini tak lagi terisi wine di atas meja. Dirinya yang sudah dikendalikan nafsu langsung menarik dagu Vrezy kasar dan melumat bibir wanita itu tanpa ampun.
(AAAAAAA HELPP 😭)
Vrezy dengan cepat mengimbangi dengan lumatan lembut miliknya. Kedua tangannya bergelantung dileher sang pria. Tangan Ran menekan tengkuk wanita itu untuk memperdalam ciuman mereka. Decakan terdengar di ruangan yang hanya terisi mereka berdua.
***
Kakiku terhenti di depan sebuah pintu, manik hitamku menatap lamat-lamat pintu dihadapanku. Dahiku mengernyit, bibir bawah ku gigit resah. Apa benar yang ku dengar tadi? Suara pekikan seorang wanita yang meminta tolong ..? Tunggu, itu tadi desahan, kan? Atau, bukan? Sudah kuduga gedung hotel ini benar-benar mencurigakan. Mana mungkin biaya 1 juta yen cukup untuk menyewa kamar seminggu dengan fasilitas mewah? Aku rasa mereka sudah gila. Dan, apa-apaan suara tembakan yang aku dengar di dalam lift tadi?
Aku menghela nafas pelan, apa mereka sedang menonton film aksi yang memiliki adegan 18+ dengan volume yang keras? Aku mencoba berpikir positif, itu kemungkinan yang ada benarnya.
"Sepasang kekasih yang aneh." celetukku pelan.
Baru saja berbalik, dahiku membentur dada pria jangkung, warna surainya light lilac dengan gaya mullet bak ubur-ubur itu menggemaskan. Aku mendongak malas melihat wajah pria itu, sungguh, apa ini karma karena aku selalu mengejek temanku pendek? Padahal aku tidak ada bedanya.
"Hm? Aku sepertinya pernah melihatmu." spontan ucapan itu terlontar, membuat pria dihadapanku terdiam dan mengerjapkan mata. Sungguh, aku sepertinya pernah melihat anak laki-laki dengan gaya rambut setengah botak berwarna pirang menangis karena Ran-chan meninggalkannya di sekolah sendirian, anak laki-laki itu benar-benar mirip dengan pria ini.
"Akari Kio?"
"Ya, saya?" mataku mengerjap, dia baru saja mengucapkan nama lengkapku?
Kulihat dahinya mengernyit, apa yang pria tiang ini pikirkan? Ah, kurasa masih tinggian Ran-chan sih.
"Pergi ke lantai atas, ke ruang makan. Gunakan kode HR-4K, jika mereka bertanya."
Woah, seenaknya? Aku tersenyum kesal, "Tuan, saya baru melihat anda, dan anda dengan tidak sopannya menyuruh-nyuruh saya?"
"HR-4K, jangan sampai salah." ujarnya memasukan kode akses masuk ke dalam kamar, kode keamanan. Sudah kubilang fasilitas di sini sangat mewah, administrator-nya bilang padaku, kalau itu adalah 'diskon'. Aneh.
Pintu itu tertutup, membuatku semakin tersenyum kesal. Jika dia bukan orang kaya, pastinya aku akan memukulnya dengan tongkat yang diberikan Ran-chan padaku. Yang selalu aku simpan kemanapun dan kapanpun. Tapi mengingat aku sedang ada di lantai 15, dimana orang-orang di lantai ini bisa dibilang 'orang yang tak bisa dianggap remeh' aku mengurungkan niatku.
Aku berjalan melewati lorong untuk menuju kamarku yang berada di ujung lorong di dekat pintu darurat. Memasukkan kode keamanan kamarku dan masuk ke dalamnya. Aku terhenyak dan menyadari sesuatu.
"Ja-jangan bilang threesome?!?!!!"
***
Ran dengan tangannya yang berlumuran darah, menatap datar tubuh pucat wanita bernama Vrezy yang ada di atas sofa.
Rindou yang baru saja sampai ke ruang tamu pun terdiam melihat itu, "Kau apakan dia, Kak?"
Manik violet itu melirik, Ran menjawab, "Dia bertingkah gak sopan. Aku sudah bilang gak ingin melanjutkan, dia dengan keras kepala menciumku seenaknya. Menjijikkan."
Pria dengan surai mullet light lilac itu ber-ohria. Tidak heran jika sang Kakak melakukan hal seperti itu, karena Rindou tahu bahwa suasana hati Ran sedang buruk. Iya, cem cewek lagi ketemu sama matahari.
Rindou mengerjap, "Ah, Kak." panggilnya berkacak pinggang. Ditanggapi deheman oleh si sulung Haitani, "Aku yakin kau gak percaya ini, tapi kau akan senang tentunya." pria bersurai mullet itu terkekeh melihat reaksi sang Kakak yang tidak sabaran.
"Jangan berbasa-basi, Rindou—"
"Akari Kio. Akari-nee ada di hotel ini, dan aku mengatakan padanya untuk ke lantai atas menggunakan kode masukmu." sela Rindou cepat dengan senyum yang mengembang.
Ran mengerjapkan matanya lambat, ia kemudian terkekeh dengan mengusap kasar wajahnya, "HAAHHH!! Pengaruh wine itu sangat besar, ya. Sampai aku berkhayal Rindou mengucapkan kalimat itu."
Rindou menatap datar sang Kakak yang tertawa kencang setelah itu, 'Pengaruh wine-nya, membuat dia gila, kah?'
Si bungsu Haitani itu mengedikkan bahu, "Terserahlah kau menganggap ini khayalan atau bukan. Yang penting aku sudah memberitahumu, kalau Akari-nee sudah pulang ke Jepang." ia melepaskan jas berwarna mint green itu. Berjalan memasuki kamar miliknya yang bersebrangan dengan sang Kakak. Meninggalkan Ran yang perlahan menghentikan tawanya.
"... Kamu kembali, ya .. Kio-chan." Ran menutup matanya dan menghalau sinar redup dari lampu ruangan itu.
"Aku harus mengatakan apa kalau kamu tahu aku sudah jadi pembunuh begini ...?"
***
"Aku harus memakai baju apa, ya ..?"
Kio menatap lamat-lamat pakaian miliknya yang tercecer di atas kasur. Tangannya naik, dan jari telunjuk yang mungil itu mengetuk dagunya mencari jawaban.
Tak mendapat jawaban yang tepat, ia menghela nafas frustasi sembari mengacak-acak surai hitamnya. Setelah puas, ia menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur kamarnya.
"Lagian, ngapain juga aku nurutin kehendak lelaki itu?!" manik hitam gadis 25 tahun itu membesar, ia kembali duduk dengan mengepalkan kedua tangannya, seakan-akan benar-benar geram, kedua kepalan itu ia satukan dengan ekspresi garang, "Benar juga?!?! Ngapain aku nurutin kehendak lelaki tanpa adab itu?!?!"
Kio menganggukkan kepalanya, membenarkan tiap-tiap kata yang ia keluarkan. Namun, suara notifikasi ponselnya mengganggu waktu marahnya. Dengan tidak niat, gadis itu berjalan mendekati nakas di sebelah tempat tidurnya, duduk kembali dengan membuka aplikasi chat.
Unknown
‹ Jangan berpikiran untuk
tidak datang. Jika begitu,
aku akan menggunakan
nomor ini untuk menerormu.
"AAAAAAKKKHHHHH!!!!"
Kio tentunya langsung gusar mengacak-acak rambut hitamnya kembali. Sedetik kemudian, ia terhenyak. Menyadari sesuatu yang membuatnya bergidik.
"DARIMANA LELAKI ITU TAHU NOMORKU?!?!"
***
Gadis dengan gaun putih dibawah lutut, surai hitam yang dicepol dengan menyisakan sedikit helaian rambut yang sedikit ikal. Riasan tipis, dan sepatu hak yang tak terlalu tinggi. Dilengkapi dengan tas selempang hitam kecil, yang ia sandang di bahu kirinya.
Akari Kio, gadis 25 tahun itu nampak menawan dan juga cantik.
Ya, ia terpaksa pergi karena nomor tidak dikenal itu, terus menerus mengirimkan pesan untuk datang. Hei! Dia juga takut disadap, siapa tahu orang itu hengker proh.
Padahal hanya seorang, Haitani Rindou, yang tak ingin kencan sang kakak menjadi gagal. Apalagi, tujuh tahun lamanya, mereka tidak bertemu. Hmm .. kira-kira, terakhir mereka bertemu itu saat rambut Ran masih kepang, dan Rindou masih setengah botak.
Kio menggerutu di dalam lift, tangannya sibuk membaca pesan dari 'Rindou', orang yang ia cap sebagai 'penguntit'.
‹ Kau menggunakan gaun
yang ku berikan?
Jangan lupakan kode
masuknya; HR-4K.
Gadis itu berdecak, "Aku tahu, dasar bodoh! Kau sudah berkali-kali memberitahu, aku tidak pikun!" ia menekan tombol vn, tetapi setelah berbicara, ia tak mengirimnya, menggeser ke atas untuk membatalkan vn itu.
Ting!
Lift terbuka, Kio menyimpan ponselnya di tas selempang yang ia sandang. Menghela nafas panjang untuk mengatur detak jantungnya, mulai mengatur raut wajahnya, dan mengangkat sedikit dagunya.
Tak .. tak .. tak ...
Berjalan dengan anggun, dan sorot mata yang serius. Iya, selain untuk membuktikan kalau; 'Dia bisa memasuki tempat orang-orang kelas atas, dan tak ada yang bisa menjatuhkan dirinya.' siapa tahu, orang yang memanggilnya itu untuk mempermalukan dirinya bukan? Dan selain itu, ia juga serius ingin menghajar orang yang dengan tidak sopannya, mencari identitas dirinya, bahkan nomor ponselnya.
Ia sampai di sebuah pintu yang dijaga ketat. Di depan sana, ada dua orang bodyguard dengan tubuh besar, menjaga dengan hati-hati.
Kio mengambil nafas dalam, ia maju dan mendekati salah satu bodyguard. Melakukan hal seperti yang ia lihat, dimana para pengunjung membisikkan kode masuk, ataupun memperlihatkan kartu masuk.
"HR-4K." bisikan gadis itu terdengar hanya olehnya dan bodyguard yang menjaga di sebelah kanan. Mendengar itu, sang bodyguard tersentak pelan.
Kio memundurkan dirinya beberapa langkah kecil, menunggu respon yang ia tunggu.
"Anda .. yakin?" nada ragu terdengar dari bodyguard itu, membuat sang gadis menaikan sebelah alisnya.
Tanpa ragu, Kio menganggukkan kepalanya pelan, membuat bodyguard itu tanpa ia ketahui meneguk ludah gugup. Seakan mengode temannya yang ada disebelah kiri, sang teman ikut tersentak dengan tatapan tak percaya.
"HR-4K?"
Kio yang mendapatkan pertanyaan penuh dengan nada ragu itu menggertakkan giginya, ayolah! Ia hanya ingin masuk dan menemui lelaki itu!
"Kenapa terus bertanya? Apa ucapanku kurang jelas?" Kio bertanya dengan nada tak suka, membuat keduanya menganggukkan kepala kaku.
"Ma-maafkan kami, Nona ..." heh? 'Nona'?
Kedua bodyguard itu menganggukkan kepalanya satu sama lain. Bodyguard sebelah kiri membukakan pintu besar itu dengan perlahan. Sedangkan yang disebelah kanan mengambil posisi disamping Kio, gadis itu hanya mengedihkan bahu, tak tahu harus merespon apa.
"Mari saya antarkan."
Kio mengangguk menanggapi, dalam hati ia merutuki nasibnya. Jantungnya berdetak tak karuan, tidak, ini bukan karena jatuh cinta. Ini karena kegugupannya. Tolong tertawakan dia, padahal gadis ini sudah membuat rencana untuk menghajar lelaki itu. Tetapi kandas, ketika mendapati berbagai tatapan dari orang-orang yang ada di ruangan ini.
Srukk
"Akh!" dirinya terpekik kecil, melihat gaun putih yang ia pakai kotor dengan noda merah jus.
"Upss~" perempuan dihadapannya, menutup bibir seolah-olah terkejut, tetapi Kio melihat sebuah seringaian yang jelas ditujukan padanya, "Maafkan aku, hng~"
Perempuan dengan gaun hitam diatas lutut tak berlengan itu terkekeh sinis. Riasan tebal itu membuat Kio jijik. Perempuan itu menggunakan kipas hitam miliknya, untuk menutupi wajahnya yang tengah tersenyum puas.
Kio diam, dirinya tidak marah dipermalukan. Hanya saja; 'HUWAAA!! I-ini .. pasti susah ngilanginnya!!' gadis itu terpekik dalam hati, merutuki nasibnya yang sepertinya, akan menghabiskan waktu semalaman untuk menghapus noda merah itu.
Giginya bergemelatuk kecil, menatap perempuan yang lebih pendek darinya. Tinggi Kio mencapai 167 cm, kemungkinan perempuan itu sekitar 164 cm.
"Maaf?" ia mengeluarkan aura dingin, ia rasa sudah waktunya mempraktikkan gaya badass dari anime perempuan yang ia sukai?
Kio berkacak pinggang, "Mudah sekali? Heh." bibirnya menyeringai, membuat perempuan dihadapannya menatap tidak suka, reaksi Kio tidak seperti ekspektasinya.
Tangan gadis itu mengambil dengan mudah kipas digenggaman si perempuan, membuat perempuan itu terpekik kecil. Kio melemparkan kipas tersebut ke arah bodyguard yang ada dibelakangnya.
Mendekati dengan jalan perlahan perempuan itu, memajukan wajahnya, dan memegangi dagu perempuan di depannya. Tatapan Kio terlihat mendingin, ia mengintimidasi lawan dihadapannya.
"Kau pikir, lebih mahal yang mana?" gadis itu menjauhkan wajahnya, menatap angkuh perempuan yang memancing emosinya. Tangan Kio beralih dari mencengkram wajah sang lawan, menjadi dorongan kuat dibahu perempuan itu.
Ia memiringkan kepalanya dengan sorot dingin, "Gaun ini–" ia mengangkat jari telunjuk dan tengahnya, menyodorkan pada perempuan itu, dan menunjuk-nunjuk dada lawannya, "Apa harga dirimu, sekarang?"
Srakk
"Sialan ..!" perempuan itu baru saja menarik rambut Kio, membuat surai hitam itu jatuh perlahan, dan rambut yang ia cepol hancur.
Bukannya menjadi hal yang memalukan, malah membuat pesona seorang Akari Kio menjadi bertambah. Surai hitamnya yang bergelombang diujung, dan poni cantik tertata indah di dahinya.
"Heh?"
Plakk!
"Ini untukmu, yang mengotori gaun milikku."
Plakk!
"Untuk rambutku."
Plakk!
"Dan karena kau–" telunjuk Kio terangkat ke wajah tak berdaya perempuan itu, "– menghancurkan suasana hatiku."
BRUKK
Kio mendorong perempuan bergaun hitam itu dengan kuat, membuat perempuan itu terjatuh sembari memegangi kedua pipinya yang panas.
Gadis itu menyugar poninya, tatapannya tajam. Ia memang benar-benar marah dan suasana hatinya memburuk karena perempuan ini.
Prok prok prok!
Ditengah keheningan yang berjalan. Suara tepukan tangan membuat semua orang, tak terkecuali Kio dan perempuan itu menoleh pada asal suara. Mereka mendapati pria dengan surai light lilac tanpa gel rambut. Dengan tuxedo hitam, yang serasi dengan gaun putih yang Kio gunakan.
"Hm? Kenapa berhenti? Itu seru lho~" pria itu terkekeh. Ia tersenyum lembut, "Silahkan lanjutkan~ saya tidak akan menghalangi!"
Perempuan itu nampak berbinar melihat pria bersurai light lilac itu. Ia dengan cepat mengatur ekspresi dan membuat wajah memelas, "Haitani-sama! Hiks, wanita ini–"
Brukk!
"Sembarangan." Kio mendelik tak suka, ia yang habis menendang punggung perempuan itu, melipat kedua tangannya di depan dada, "Asal kau tahu, aku masih gadis." dirinya mendengus remeh, "Tidak sepertimu, yang lubangnya sudah kendor. Dasar jalang, kau pikir aku tak mengenalimu?"
Kio tertawa kecil, "Gadis– oh!" ia menutup bibirnya seolah-olah salah berbicara,
"Maksudku, ‹wanita› yang tak terima uang kompensasi, yang aku berikan?" gadis itu tersenyum dingin, "Tidak tahu malu, ya." kekehnya sinis.
Raut wajah Kio sontak berubah, mendapati lelaki– pria yang menyuruh dirinya untuk ke tempat ini. Pria dengan surai light lilac dengan gaya ubur-ubur yang membuatnya jengkel. Rindou yang menyadari itu, pura-pura tidak tahu dan menghampiri seorang gadis yang ada di dekatnya. Kayaknya dia bakal sekalian pdkt ygy, dan gadis itu [name], klon kamu🙏🏻
Pria dengan tuxedo hitam, yang serasi dengan gaun putih Kio– Haitani Ran. Diam-diam dirinya tersenyum bangga, melihat 'gadisnya' yang dulu mirip dengan kelinci kecil, sekarang menjadi singa betina yang galak.
Melihat Rindou yang malah menarik diri, tentunya membuat rasa kekesalan Kio naik ke ubun-ubun. Dengan tidak santainya, ia menjambak rambut cokelat perempuan yang kali ini tak bersalah, meluapkan kekesalannya.
Ran yang melihat Kio akan mengamuk, langsung menghampiri dan melepaskan genggaman Kio dari rambut perempuan kotor itu.
Perempuan yang mengira Ran datang untuk menolongnya menjadi besar kepala, ia memegang tangan Ran dengan lembut, membuat Ran dengan reflek bagus menepis tangan itu. Membuat wajah jijik, ia merengkuh punggung gadisnya, meninggalkan perempuan yang tengah membatu itu.
"Urus dia." bodyguard yang sedaritadi diam, menganggukkan kepalanya mengerti. Dengan tidak sopan, ia menjambak rambut perempuan itu membuat perempuan bergaun hitam itu langsung berdiri. Menyeretnya keluar dari ruangan tersebut, yang membuat orang-orang berbisik mengenai keburukan perempuan itu.
Kio pun tidak peduli, toh dia juga tidak tahu perempuan itu akan diapakan. Jujur Kio muak, walaupun 'sedikit' merasa iba. Yang mulai deluan, siapa coba?
Teringat ia sedang direngkuh oleh pria yang tak ia kenali, sontak Kio melebarkan iris hitamnya sembari menatap horor Ran. Yang hanya dibalas senyuman hangat oleh pria itu.
Kio tertegun, ia seakan melihat seseorang dibalik senyuman pria tak dikenalnya.
"Ran-chan ...?"
Pria bersurai light lilac tanpa gel rambut itu, melebarkan manik violet-nya. Menatap Kio tak percaya.
"M-maaf, kau mirip dengan kenalan ku." sela Kio cepat mengalihkan pandangannya.
Ran terkekeh lembut, ia melepaskan jas tuxedo miliknya, menyisakan rompi yang ia pakai. Dengan santai, ia mengikatkan jas tuxedo itu ke pinggang ramping gadis di sampingnya. Tentu, Kio yang tahu harga jas tuxedo yang tidak main-main itu terkejut dan panik.
"Tidak masalah." Ran yang menundukkan kepalanya, menyamakan tinggi dengan Kio tersenyum tipis kala pandangan mereka berdua bertemu. "Kita akan beli lagi." kekehnya menikmati raut wajah panik gadisnya.
Ia menyodorkan tangan kanannya pada Kio, dengan tangan kiri yang ia letakan di dada. "Berkenan, berdansa dengan saya?" nada bicara pria yang ia kenali, yang terkesan memohon membuat Kio tak enak menolak.
Dengan perlahan, ia meletakkan tangan kanannya, tersenyum tipis, "Dengan senang hati, Tuan."
Alunan musik klasik terdengar, orang-orang di ruangan mulai berdansa dengan pasangannya masing-masing. Kio melihat Rindou yang berdansa dengan klon kalian dengan penuh dendam, masih kesal dengan pria itu.
Ran yang menyadari tatapan Kio tak tertuju padanya, mendengus kecil, "Hei, Nona. Jika sedang berdansa denganku, bisakah anda tidak melihat kearah lain?" celetuknya dengan nada sedih yang dibuat-buat.
Kio yang menyamakan langkah dansa mereka tersentak kaget, "Ma-maafkan saya ...." cicitnya sedikit menundukan kepala.
Pria itu terkekeh merdu, "Lucu sekali~" tentu Kio yang mendapatkan balasan itu sontak mendongak, "Anda sangat menggemaskan." entah kenapa, Kio rasa wajahnya memanas. Hei, Kio! Jangan gila! Jangan seperti Cinderella yang jatuh cinta pada Pangeran yang baru ia temui sekali!
"Hm? Anda tadi bilang, saya mirip seseorang yang anda kenal. Boleh saya tahu, siapa itu?" Ran menarik Kio kedalam dekapannya sesuai dengan ritme lagu yang dimainkan, lalu melepaskan Kio, membuat gadis itu berputar ke luar.
Srett
"Teman masa kecil saya, sekaligus orang yang saya cintai." Kio tersenyum tipis menanggapi dengan senang hati, "Haitani Ran." ia terkekeh kecil.
"Begitukah?"
Srekk
Ran kembali menarik Kio kedalam dekapannya, memajukan wajahnya pada gadis yang tengah panik harus bagaimana.
"Bagaimana jika, saya adalah seorang ‹Haitani Ran›?"
***
"Ran-chan, kau menyebalkan!"
Tawa Ran terdengar mengalun. Setelah kejutan besar tadi, Ran mengajak Kio menuju balkon, tempat yang ia siapkan sendiri, hanya untuk Kio, gadisnya.
Gadis itu mengerucutkan bibirnya, malu tentu saja. Ia secara tidak langsung mengakui perasaannya, lho!
Ran yang melihat itu terkekeh kecil, "Kau semakin menggemaskan, lho, Kio-chan."
Pukk
"HENTIKAN!! K-kau tahu, 'kan?! Aku ma-malu ...!!!" gadis itu berseru kesal, menutup wajahnya dengan kedua tangan, menyembunyikan wajahnya yang memerah.
'Astaga, sangat menggemaskan.' Ran serasa terkena heart attack jika terus begini! Nampaknya, sang gadis kini kembali menjadi kelinci kecil baginya.
Teringat sesuatu, dirinya tersentak. Terdiam menatap ke kerlap-kerlip lampu kota yang padat. Kini tatapannya menjadi kosong, membayangkan reaksi Kio yang akan takut juga jijik padanya, yang menjadi pria hidung belang dan juga seorang kriminal.
"Kio-chan ...."
Merasa namanya terpanggil, Kio menetralkan raut wajahnya, menatap Ran yang tiba-tiba diam dan tak menjahili dirinya.
"Hm? Ada apa?"
Gadis itu tersentak kaget ketika Ran menolehkan wajahnya, membuat Kio melihat raut wajah putus asa si sulung Haitani. Ia dengan cepat duduk di sofa yang Ran duduki, menangkup wajah rupawan itu dengan sorot serius.
"Ran-chan kenapa?! Ada masalah?" nada khawatir yang Ran takut akan menjadi teriakan yang mengusir dirinya. Membuat pria itu ingin mengalihkan pandangan, jika saja Kio tidak menahan wajahnya.
"Kok ngehindar?!" gadis itu berdecak kesal, "Lihat kearahku!" sorot matanya berkobar-kobar, menantikan si sulung Haitani ini akan jujur padanya.
"Kalau ada masalah, jangan terus dipendam sendiri! Terkadang kau harus bercerita untuk membantu dirimu menjadi lebih lega!" Kio mulai mengomel dengan kedua tangannya yang masih senantiasa ia letakan diwajah Ran.
Kio diam, menantikan Ran untuk membuka bibirnya.
".... Aku, seorang kriminal sekarang. Bagaimana tanggapanmu?"
Gadis bermarga Akari itu sontak tertegun. Ia tentu tahu, Haitani Ran dihadapannya, bukan berandalan remaja yang ia kenal dulu. Tetapi seorang pria yang berstatus kriminal dan berasal dari organisasi bernama Bonten.
Plak!
Ran berjengit kaget kala Kio menampar dirinya, menatap gadis dihadapannya yang menatap ia marah. Pria itu siap dengan reaksi Kio yang ia tunggu.
"Ran bodoh!"
Eh?
"Pasti pikirannya; Kio akan meninggalkan Ran. Iya?!" gadis itu menarik rompi yang Ran pakai, memajukan wajahnya dengan sorot mata serius, menatap dalam manik violet itu.
Kio menundukkan kepalanya, "J-jangan .. berpikiran kayak gitu ...!!! Hiks ..." Ran terdiam, merasakan pegangan Kio di rompi miliknya mengendur, ia memegangi lengan gadis itu. "Aku nggak akan ninggalin Ran! Aku ..! Sejak 7 tahun terakhir— selalu mencari tahu tentang kamu ..!! Da-n malah menemukan kamu sudah menjadi seorang ‹kriminal›!!" seruan dengan isak tangis, dan nada yang bergetar membuat Ran menarik Kio, mendekap erat gadisnya.
Tangan pria itu, dengan ragu mengusap surai hitam Kio dengan lembut.
"Jelas aku marah .. tapi aku nggak akan ninggalin kamu .... nggak akan pernah, kecuali maut memisahkan." pria itu tentunya tersentak, tak menyangka ucapan yang akan dikeluarkan oleh Kio seperti itu.
Perlahan tapi pasti, kedua tangannya mulai memeluk Kio. Menyembunyikan wajahnya di cekuk leher sang gadis, membuat posisi Kio menjadi lebih tinggi, dan sekarang berganti ia yang mengusap surai light lilac milik pria itu.
"Maafkan aku .... hiks, Kio-chan ....."
Kio menggeleng lemah, tak sanggup merespon selain mengusap lembut surai light lilac pria yang ada di dalam dekapannya.
"Takdir memang nggak selamanya membuat kita bahagia. Ada kala kita merasakan takdir yang pahit dan penuh penyesalan."
— end.
***
OMOOO, entah berapa word ini!!! aku ngetiknya sampai dua catatan .. —
bagiku, endingnya kurang memuaskan .. apa pengen dibuatin seriesnya? 🤔 ukhh, nambah utang dong😔
yaudin, otakku mumet
bubay 🙏🏻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top