✎ᝰ A Night With You ⍜'ˎ-
°/- A Night With You
°/- Aesop Carl × Fem!Andrew!Reader
°/- Identity V © NetEase Games
°/- Story © NabilahSyi
°/- 2746 Words
•••
Malam yang tenang di Oletus Manor, itulah pikir seorang pria muda bernama Aesop Carl yang sedang minum kopi sendirian di ruang makan utama manor faksi penyintas. Perias mayat itu mungkin terlihat sedang santai alias tidak ada beban pikiran, padahal dirinya sedang memikirkan sesuatu, dan sesuatu itu sudah dipikirkannya sejak siang tadi.
Ya, secangkir kopi saja tidak cukup untuk membantunya dalam hal itu. Faktanya, kopi yang sedang ia minum saat ini adalah cangkir yang keempat. Tenang saja, dia tidak biasa melakukan ini, ini adalah pertama kalinya dia meminum kopi sampai empat cangkir berturut-turut. Sepertinya Aesop memang sedang tertekan.
Memangnya apa yang sedang membebani pikirannya itu?
"(Y/n)!! Kenapa kau tadi tidak menyelamatkan ku!?"
Pikiran Aesop pun akhirnya teralihkan sepenuhnya begitu ia mendengar seseorang menyebut nama itu. Tepat pada saat itu juga ia melihat empat orang penyintas, diantaranya Edgar Valden, Luca Balsa, Tracy Reznik, dan (Y/n) Kreiss, lewat di depan pintu masuk ruang makan utama yang terbuka lebar.
"Aku tidak bodoh. Mana mungkin aku bisa menyelamatkan mu jika pemburu nya sedang mempunyai detensi. Aku bisa langsung mati kalau aku terlalu berani begitu." balas si wanita albino dengan santai, tanpa ada rasa penyesalan.
"(Y/n) benar, Tracy. Dia tidak mungkin bisa menyelamatkan mu jika situasi nya seperti itu, apalagi jika itu terjadi di basement." ujar Luca yang setuju dengan (Y/n).
"Itu namanya bunuh diri kalau kau nekat seperti itu. Sudahlah, yang penting kita tetap berakhir memenangkan pertandingan tadi dengan tiga orang yang selamat. Dan juga, Tracy, mohon diingat bahwa tadi itu salah mu sendiri karena tidak langsung pergi ketika gerbang keluar sudah terbuka. Kuharap itu bisa jadi pelajaran untukmu." jelas Edgar panjang lebar ke Tracy yang sekarang terdiam.
"Huh... Baiklah, aku sadar tadi itu salahku sendiri." ujar Tracy menyerah.
Selagi empat orang penyintas itu mengobrol sebentar tentang pertandingan yang sudah mereka selesaikan tadi, Aesop hanya diam memperhatikan mereka hingga mereka kemudian bubar.
Entah apa yang ia pikirkan, saat mereka bubar, dengan blak-blakan Aesop langsung memanggil (Y/n) yang baru saja ingin pergi ke kamarnya. Melihat sosok yang memanggil namanya, (Y/n) pun langsung menghampiri Aesop dan memberinya senyum hangat.
"Selamat malam, Aesop. Ada apa memanggil?"
Aesop bangkit dari tempat duduknya, lalu menghela napas sembari melipat kedua tangannya.
"S-Selamat malam... Apa... Apa kau..."
Inilah balasan untuknya karena sudah bertindak blak-blakan, Aesop menjadi gugup dan kebingungan harus mengatakan apa. Selagi ia diam, (Y/n) juga hanya diam, hingga dia melihat kearah cangkir kosong dan masker putih kelabu yang terletak di atas meja.
"Kau habis minum kopi, ya?"
Aesop hanya mengangguk pelan sebagai jawaban, masih memikirkan apa yang harus dia katakan pada (Y/n).
Bagaimana dia harus menjelaskan keinginannya yang juga adalah beban pikirannya dari tadi? Haruskah dia melakukannya? Menghabiskan satu malam bersama wanita yang paling dekat dengannya di manor, yaitu (Y/n)? Apakah dia yakin bahwa dia menyimpan perasaan kasih sayang yang tulus pada wanita albino itu? Itulah yang membebani pikirannya belakangan ini.
(Y/n) Kreiss, penjaga makam itu datang ke manor setahun setelah Aesop Carl sang perias mayat. Dikarenakan keduanya yang memiliki kesamaan dalam profesi masing-masing, mereka pun berakhir menjadi dekat dan nyaman dengan satu sama lain.
Namun, seketika itu juga ia teringat saat ia curhat tentang perasaan nya itu pada teman-temannya yang lain, yaitu Eli Clark, Naib Subedar, Norton Campbell, Mike Morton, dan William Ellis. Norton dan Mike sempat menggodanya soal itu karena sebenarnya (Y/n) tiga tahun lebih tua dari Aesop meski dia kelihatan lebih muda darinya. Sementara itu, William dan Naib tidak terlalu bisa membantunya akan hal itu, menyisakan Eli sebagai satu-satunya yang bisa diandalkan. Yah, itu lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
Setelah berkali-kali diyakinkan dan berulang-ulang memikirkan hal itu, Aesop pada akhirnya yakin bahwa dia menyimpan perasaan pada (Y/n). Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana ia harus mengatasinya? Sekali lagi, haruskah dia melakukannya? Menghabiskan semalam bersama (Y/n), dan mengungkapkan perasaannya?
Baiklah, mari kita lihat apa Aesop bisa melakukan yang terbaik.
Setelah menyusun kata-kata dan mengumpulkan niat untuk mengutarakannya, Aesop menghela napas sekali lagi lalu mulai bicara.
"... Jadi begini... Jika kau tidak keberatan, apa kau mau bermalam di kamar ku, (Y/n)?"
Permintaan itu pun membuat (Y/n) kaget dan wajahnya merona tipis. Bermalam bersama Aesop?
"Apa dia serius?"
Selama ini, (Y/n) tahu bahwa sebenarnya Aesop tidak suka jika ruang privasinya itu terusik oleh siapapun termasuk (Y/n) sendiri. Meski ia diberi kesempatan untuk itu pun, (Y/n) selalu memilih untuk tidak menginjakkan kakinya di kamar Aesop.
Ah, dia jadi cukup ragu akan ini.
"Kau serius? B-Bermalam bersama mu, di kamar mu?"
"Kenapa dia meragukan ku? Oh, pasti gara-gara itu, ya."
Aesop menghela napas sekali lagi, lalu dengan sedikit gemetaran ia memegang tangan (Y/n), membuat rona di wajah sang pemilik tangan menjadi semakin terlihat.
"Ada... Ada yang... Ada yang perlu aku bicarakan denganmu..."
Aesop kembali diam, pandangannya ia alihkan kearah lain selagi (Y/n) masih memperhatikannya. Tak lama kemudian, (Y/n) memasang senyum tipis di wajahnya.
"Baiklah, kalau itu mau mu, aku akan bermalam bersama mu."
Aesop terlihat terkejut, lalu buru-buru kembali memandangi (Y/n).
"K-Kau serius?"
(Y/n) mengangguk-angguk lalu mendekat kearah Aesop untuk membisikkan sesuatu padanya.
"Kau tidak ada maksud untuk melakukan yang aneh-aneh, kan?"
"TENTU SAJA TIDAK—"
(Y/n) langsung tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Aesop. Yang wajahnya memerah sekarang adalah Aesop, sedangkan (Y/n) sudah kembali ke rupa normalnya, namun rona tipis masih tertinggal di kedua pipinya, membuat dirinya terlihat manis. Ah, Aesop suka manis yang begitu.
"Sebelum ke kamar ku, apa kau mau sambil minum sesuatu? Kopi? Teh? Kau pasti lelah karena pertandingan sebelumnya, kan?"
"Tidak, tidak perlu repot-repot. Aku tidak begitu lelah. Ngomong-ngomong soal kopi, sudah berapa lama kau duduk sendirian sambil minum kopi di sini?"
"Aku tidak ingat. Tapi yang jelas aku sudah minum empat cangkir kopi."
(Y/n) langsung menampakkan ekspresi aneh ke Aesop yang dengan santainya pun memasang kembali masker khas nya yang tadi ia letakkan di atas meja.
"Kau tidak berencana untuk overdosis kafein, kan?"
"Astaga, tentu tidak. Tunggu, memangnya bisa begitu, ya?"
"Emily pernah bilang begitu padaku saat aku hampir minum kopi tiga cangkir berturut-turut."
"Ah, begitu, ya..."
---
"Kamar mu rapi sekali, ya..."
Aesop hanya mengangguk pelan mendengar itu. Saat ini, (Y/n) sedang melihat-lihat kamar nya itu. Semuanya tertata rapi, benar-benar enak dipandang.
(Y/n) dan Aesop sekarang mengenakan pakaian yang sama, yaitu kemeja putih polos dan celana hitam panjang. Pakaian atau aksesoris mereka yang lain seperti jas dan sepatu, termasuk masker milik Aesop, sudah tertata rapi di rak dan tiang gantungan.
Selagi (Y/n) melihat-lihat, Aesop sedang duduk di tempat tidurnya, sedang memikirkan sesuatu, kemungkinan tentang bagaimana dia akan mengungkapkan perasaannya pada (Y/n). Terlalu fokus dengan pikirannya, Aesop sampai tidak menyadari bahwa (Y/n) sekarang sedang duduk disampingnya sambil memperhatikan betapa seriusnya raut wajahnya.
"Kau sedang memikirkan apa?"
"Oh-"
Aesop pun kemudian mengalihkan perhatiannya pada (Y/n) yang masih memperhatikannya, sebelum kemudian ia terkekeh canggung.
"Pasti memikirkan hal yang ingin kau bicarakan itu, ya?"
Aesop hanya diam sambil tersenyum, masih dengan perasaan canggung.
"Aku... Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya padamu..."
"Maksudnya?"
"Ah, bu-bukan, bukan! Maksud ku, uhh... Mungkin, aku bisa membicarakannya nanti..."
Suasana semakin canggung, keduanya tidak tahu mau bicara apa. Saking canggung nya, hingga tanpa sadar, Aesop menarik (Y/n) ke dekapannya. Justru ini malah membuat suasana lebih canggung lagi. Aesop pun mencoba untuk mencari-cari alasan.
"Ah- maaf... Bukannya bermaksud apa-apa tapi... Memeluk mu seperti ini, terasa baik..."
(Y/n) yang mengerti pun tersenyum lalu memeluk balik Aesop dengan erat.
"Tidak apa-apa, aku suka pelukan ini. Rasanya hangat..."
"... Hangat, ya?"
"Sudah lama aku tidak merasakan kehangatan seperti ini. Terakhir kali aku merasakannya kira-kira sudah bertahun-tahun yang lalu saat aku masih kecil."
Hening, Aesop tidak menjawab apa-apa. Membuat (Y/n) seketika sadar tentang yang barusan dia katakan.
"Ah, maafkan aku! Aku tidak bermaksud—"
"Tidak, tidak apa-apa, tidak perlu mempermasalahkan itu..."
Dengan perlahan dan lembut, Aesop membelai rambut putih bersih milik (Y/n), membuat empunya merasa lebih nyaman di pelukan hangat itu.
"Terimakasih..."
Mendengar bisikan (Y/n) tersebut, Aesop pun tersenyum tipis. Seketika ia pun teringat tentang hal yang ingin ia bicarakan dengan (Y/n) tadi. Dia memang masih belum bisa menyusun kalimat yang tepat untuk menyampaikannya, kemudian ia pun teringat akan percakapannya dengan Eli waktu itu.
"Satu-satunya saran dariku jika kau ingin mengungkapkan perasaan mu padanya, kau hanya perlu mengatakan semuanya dengan tulus dari lubuk hati mu yang terdalam. Yang terpenting dari hal semacam itu hanyalah ketulusan hati mu saat mengucapkannya. Ah, aku minta maaf jika aku tidak begitu membantu. Aku hanya mengandalkan pengalaman ku dulu bersama Gertrude, tunangan ku. Kau yakin bisa melakukannya, Aesop?"
"...... Aku akan berusaha sebisaku. Terima kasih."
"Haha, jika kau perlu nasihat lagi, aku bisa membantu mu kapan saja."
"Ah, tidak, ini sudah cukup. Aku sebenarnya berencana untuk segera membicarakan itu dengannya."
"Eh, benarkah?"
"Oh, tunggu, tidak, tidak, aku belum siap. Aku masih perlu memikirkannya baik-baik..."
"Hei, jika kau belum siap, jangan paksakan dirimu, oke? Lakukan saja jika kau benar-benar sudah yakin soal itu."
"Baiklah... Sekali lagi, terima kasih banyak untuk semua nasihat nya, Eli."
"Tidak masalah, kawan. Semoga beruntung."
Aesop menghela napas, lalu ia pun mulai bicara.
"Hei, (Y/n). Kita sudah dekat begini sejak dua tahun yang lalu, kan? Aku... A-Aku..."
(Y/n) yang dari tadi menyandarkan kepalanya di dada Aesop, sekarang menatap Aesop dengan kedua mata merah muda nya dan raut wajah penasaran.
"Kenapa?"
Dengan wajah yang cukup memerah dan perasaan gugup yang luar biasa, Aesop hampir saja bicara secara blak-blakan lagi. Supaya ia dapat lebih fokus, Aesop pun perlahan melepas pelukannya dari (Y/n).
"Baiklah, aku akan serius..."
"Sebenarnya kau ingin membicarakan apa?"
"Jadi begini..."
Tanpa ragu-ragu, (Y/n) mengelus lembut pipi Aesop.
"Tidak perlu terburu-buru, bicarakan saja pelan-pelan jika kau masih ragu-ragu soal itu, oke?"
Tangan (Y/n) yang mengelus wajahnya dengan lembut dan senyum manis yang menghiasi wajahnya, itu semua membuat Aesop merasa lebih tenang dan keraguannya pun berkurang. Sekali lagi Aesop pun menghela napas, lalu menatap (Y/n) dengan raut wajah yang agak serius.
"(Y/n)... Sudah sekitar tiga tahun, hingga saat ini, kita bersama di manor ini. Sudah banyak juga yang kita lewati bersama. Semua ini juga membuat ku merasa nyaman dan senang bersama mu. Memang, kita mengawali hubungan kita, hanya sekedar sebagai... rekan, teman, atau mungkin... sahabat? Entahlah bagaimana aku harus menyebutnya. Tapi belakangan ini, aku merasa, sebaiknya hubungan kita sekarang sudah lebih dari sekedar teman. Apa kau mengerti maksudku?"
(Y/n) mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Maksudmu, kau ingin kita... menjadi sepasang kekasih? Begitu?"
Aesop menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, lalu memegang pundak (Y/n) dan mengangguk-angguk.
"Yah, jadi... Kau mengerti maksudku yang berikutnya juga... kan?"
"...... Kau menyukaiku?"
Aesop pun mengelus sehelai rambut putih bersih tersebut dan menyisipkan nya ke belakang telinga (Y/n).
"Aku tidak menyukaimu. Tapi, aku mencintaimu, (Y/n) Kreiss."
(Y/n) semakin terdiam dengan wajah yang merona, jantungnya berdegup cukup kencang. Bagaimana dia tidak terkejut akan pengungkapan perasaan itu? Dia tidak ingat kapan terakhir kali dia mendengar kalimat yang menyatakan rasa kasih sayang terhadapnya.
Dan juga, yang mengatakannya adalah Aesop Carl, yang dikenal sebagai sosok yang paling penyendiri dan cukup dingin di manor, yang juga sifat aslinya tidak bisa selalu dilihat oleh orang lain selain (Y/n) yang sudah menghabiskan banyak waktu bersama perias mayat itu, hingga ia bahkan tidak percaya satu pun rumor yang tidak-tidak dari penghuni manor lainnya tentang Aesop.
Bagi orang yang tidak begitu dekat dengan Aesop, tentu pasti mereka tidak akan percaya akan sifat asli dari perias mayat itu. Dan bagi seseorang yang merupakan sosok terdekat yang dimiliki oleh pria muda tersebut, yaitu (Y/n), dia tidak tahu apakah dia harus percaya atau tidak akan pengungkapan itu.
(Y/n) Kreiss, wanita albino yang memiliki titel "penjaga makam" itu sudah bertahun-tahun hidup tanpa kasih sayang dari seorangpun, hingga dia mendapat undangan dari Oletus Manor yang akhirnya mempertemukannya dengan Aesop Carl, seorang perias mayat, yang sebelumnya tidak begitu suka berinteraksi dengan siapapun yang akhirnya menjadi sangat tertarik dengannya karena kesamaan dalam profesi mereka.
Jadi, apa keputusannya?
Dikarenakan suasana hening yang cukup lama dan canggung, Aesop menjadi gugup dan berpikir jika saja respon (Y/n) tidak akan seperti ekspetasinya. Hingga kemudian, (Y/n) pun tiba-tiba saja kembali memeluknya erat.
"(Y/n)...?"
"... Berjanjilah bahwa kau tidak akan meninggalkan ku, Aesop."
Aesop terdiam, sebelum kemudian satu tangannya kembali membelai lembut kepala (Y/n), lalu tersenyum tipis.
"Kapan pun itu, baik itu senja, fajar, ataupun yang lain..."
Perlahan (Y/n) kembali menatap mata abu-abu gelap milik Aesop, dengan raut wajah yang masih belum berubah. Kemudian, Aesop pun melanjutkan kalimatnya.
"Aku tidak bisa janji, tapi, kita akan selalu bersama, hingga kematian memisahkan kita, mi amor."
Hening untuk beberapa saat, sebelum kemudian (Y/n) terkekeh geli membuat Aesop agak kebingungan.
"Aku baru tahu bahwa kau ternyata bisa bahasa Spanyol, ya?"
"Memangnya kau tahu artinya?"
"Tidak, aku tidak tahu, tapi aku tahu bahwa itu pasti bahasa Spanyol. Bisa beritahu aku artinya?"
Dengan topik pembicaraan yang tiba-tiba saja berubah, alhasil keduanya pun bercanda ria bersama hingga mereka tertidur bersama dengan keadaan memeluk satu sama lain, menunjukkan rasa kasih sayang mereka terhadap satu sama lain.
---
(Y/n) membuka matanya perlahan lalu mengusap-usapnya sembari bangkit dari tempat tidurnya. Diliriknya jam besar yang ada di ruangan itu yang menunjukkan pukul 05.43 yang menandakan bahwa saat itu sedang fajar. Setelah sepenuhnya bangun dalam keadaan sadar, dia pun melihat ke pria muda disampingnya yang masih berada di alam mimpinya, yaitu Aesop, yang semalam bercanda dan tertawa bersamanya, yang juga sekarang adalah kekasihnya. Ia tersenyum memandangi Aesop yang masih tertidur itu, lalu didekatinya, dan dielusnya kepala Aesop dengan lembut. Ternyata itu tidak sengaja membuat Aesop terbangun.
"(Y/n)?"
Aesop perlahan bangkit dari tempat tidur lalu melihat kearah tirai yang masih menutupi jendela, dilihat dari suasananya, dia sudah bisa menebak bahwa pagi akan segera tiba. Setelah menggaruk-garuk kepalanya yang membuat rambutnya menjadi semakin acak-acakan, Aesop melihat kearah (Y/n) yang duduk disampingnya. Keduanya pun saling memberi senyum.
"Selamat pagi, (Y/n)."
"Pagi juga, Aesop."
Aesop mendekat ke (Y/n), lalu dengan tanpa ragu, diciumnya puncak kepala wanita albino tersebut, seketika membuatnya merona lagi. Keduanya lalu saling tatap dengan diam, sebelum kemudian Aesop tertawa kecil melihat raut wajah (Y/n).
"Kaget, ya?"
"Oh, jadi sekarang kau sudah tidak ragu-ragu lagi?"
Keduanya pun tertawa bersama, sebelum kemudian sama-sama merapikan diri dan bersiap-siap untuk sarapan bersama di ruang makan utama manor faksi penyintas.
Namun, tepat saat mereka berdua keluar kamar bersama, mereka berpapasan dengan teman-teman penyintas mereka yang lain, yaitu Naib Subedar, Norton Campbell, Mike Morton, Martha Behamfil, Patricia Dorval, dan Margaretha Zelle, dan mereka berenam sama-sama memasang tatapan shock dan curiga kepada perias mayat dan penjaga makam tersebut. Tentu kalian pasti tahu bagaimana mereka bisa salah paham.
"HEH KALIAN NGAPAIN SEMALEM!?"
"LO NGAPAIN SAMA (Y/N) SEMALEM!?"
"WAH ASEP UDAH BERANI YA!?"
"MBAK (Y/N) NGAPAIN!?"
"(Y/N) GA DIAPA-APAIN KAN!?"
"KALIAN BERDUA HABIS NGAPAIN!?"
Yah, dan kira-kira begitulah awal mula kehidupan baru mereka dengan hubungan yang baru, yang sayangnya berawal dengan kesalahpahaman dari orang lain...
•••
AHAHA AKU GATAU BENER KENAPA ENDING NYA GAJE GINI 😭 (heh padahal anda yang bikin)
Yah, harus saya akui dengan jujur bahwa tema event kali ini benar-benar menantang, draft nya sampe saya revisi berkali-kali loh 🏃🏻♀️
- Sekedar info ga penting yang sebaiknya diabaikan saja dan hanya dapat dimengerti oleh makhluk dari fandom/komunitas Identity V:
Saya dah dapet ide buat plot nya sebelum ada spoiler soal umur official nya Andrew, nah sesudah tuh spoiler muncul, langsung lah gue pun shock karena saya biasanya mikir kalo Aesop sama Andrew itu seumuran, eh ternyata beda tiga tahun dong 🗿
- Sekedar info yang dapat dimengerti oleh kaum apapun:
Misalnya kalian bingung atau mau protes nih ya, gue udah searching di google soal ini. Sebenernya kalo pasangan dimana ceweknya lebih tua dari cowoknya itu gapapa, yang penting jarak umur mereka aman dan mereka juga hubungannya baik. Soal info yang sebelumnya, itu juga munculnya pas aku udah isi list pairing event nya, yah karena aku males ganti pairing, aku gas aja sih, ga ada ide buat pairing lain soalnya, saat itu juga aku lagi mabok Aesop × Andrew, jadi yang kepikiran cuma pair itu doang tapi ku ubah dikit :(
Oke sekian ocehan unfaedah nya, terimakasih sudah membaca :D
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top