⩨ . Ubi, Sukiyaki, dan Bunga Pansy❄️ᵎ 𓂃✧
夢 : DaShaa
太宰 治 × 物義 者楢
文豪ストレイドッグス
© 朝霧カフカ
© 春川 35
Ubi, Sukiyaki, dan Bunga Pansy
© ChenanTixki
.・。.・゜✭・.・✫・゜・。.
Di musim dingin ini, seharusnya tidak ada kelopak lemah atau daun ringan di ujung ranting, tapi masih ada beberapa yang bertahan. Sama halnya dengan cinta, cinta akan lebih terasa apabila berada di tengah-tengah badai, karena cinta itu akan menentukan apakah ia bisa bertahan atau justru kalah terhormat dalam pertarungan.
Tunggu, siapa aku yang pantas atau tidak berbicara tentang cinta? Itu tugas belladonna-ku sayang, bukan aku. Shaa-chan pasti tertawa kalau mendengarku bicara seperti itu.
Tidak... Dia orang yang berusaha untuk tidak mempermalukan orang lain, tapi dia bisa memberikan mimpi buruk kalau dia mau. Tentu, bidadariku tersayang bukan orang jahat, lagi-lagi dia bisa merubah dirinya kalau mau. Dia bisa membuktikan omong kosong orang lain tentangnya itu benar, bahwa dia seperti kera gila yang terjangkit rabies. Oh, dia bisa lebih kalau dia mau.
Dia bunga yang sulit digapai, sementara itu burung pemakan bangkai. Burung pemakan bangkai mana mungkin meladeni sebuah bunga yang dilindungi seperti edelweiss, kan? Namun, bagaimana kalau yang seperti itu benar ada? Shaa-chan itu sering bilang, tidak ada yang tidak mungkin. Aku tahu itu tanpa dia bilang begitu padaku, tapi aku lebih yakin kalau dia sendiri yang mengatakannya. Aku percaya padanya.
Seorang mantan mafia bisa mendapatkan cinta? Itu mungkin. Seseorang yang meragukan makna kehidupan tanpa henti bisa menemukan alasan hidupnya? Itu mungkin. Seseorang yang tak menghargai dirinya sendiri bisa dihargai oleh orang lain? Itu mungkin.
Saking keras kepalanya ia, aku menyerah dan memejamkan mata. Sampai di titik aku mengharapkan untuk bisa mengembalikan semua kebahagiaan yang ia berikan padaku. Makanya, setelah pulang kerja aku diam-diam membeli bahan-bahan untuk membuat sukiyaki, untung saja Kunikida-kun berbaik hati menyumbangkan daging untukku. Aku tidak akan bisa membalas kebaikannya, jadi itu tugas langit untuk memberkahinya.
"Totalnya lima belas ribu yen."
Aku memberikan nominal yang dibutuhkan kepada kasir, kemudian ia memberikan struk padaku dan tersenyum ... Tidak, tidak ada yang lebih lembut dan hangat daripada tangannya Shaa-chan!
Tahu sutra, jamur enoki, jamur shitake, chikuwa, dan bakso keju super banyak, terakhir adalah kepiting dan udang. Aku harus segera ke pasar ikan sebelum toko yang paling murah menjual kaki kepiting raja tutup! Selain memperhatikan Shaa-chan, aku juga harus memperhatikan diriku sendiri!
"Osamu?"
"... Shaa-chan?"
Rambut hitam legamnya diikat jadi satu, kepalanya memakai topi penghangat, lalu tubuhnya terbalut pakaian dan mantel berlapis-lapis untuk menjaga kulitnya yang sensitif dengan dingin itu tetap hangat. Akan tetapi, yang menarik perhatianku adalah kantung kresek di tangan kirinya yang berisi kaki udang.
Buah belladonna cantiknya turun melihat kantung kresek yang kubawa. "Osamu, panci sukiyaki baru dari sachou belum kucuci, loh."
"Kamu sendiri kenapa beli kepiting dan udang?"
"Dimakan sama mie instan, mozarella, dan telur setengah— Hmph!"
Aku menjepit kedua pipinya dengan kedua jariku dan menghangatkan wajahnya dengan hembusan napasku. "Mie instan terus tidak baik, Shaa-chan."
"Kwamu biasanywa malah mwinta mie punywaku, kan? Aku belwi lebih supwaya kamu tidwak minta!" protesnya dengan susah payah.
Ah, gemas sekali. Baiknya dia yang selalu mengingat diriku lebih dari yang bisa aku berikan padanya. Shaa-chan tiada tandingan!
"Kamu tidak mau berbagi dengan suamimu? Jahatnya. Aku mengidap kuchi-sabishii¹ stadium akhir, Shaa-chan."
"Ya sudah, kita pulang dan segera masak sukiyaki. Aku kedinginan setengah mampus di luar sini."
Aku merebut kantung kresek di tangan Shaa-chan, lalu menyatukannya dengan kresek isian sukiyaki di tangan kananku. Kemudian membuka tangan kiriku menjadi setengah lencang kepadanya. Dia yang tak kuberi aba-aba langsung mengaitkan tangannya dengan tanganku. Pada jari manisnya, terpampang cincin yang basah pun mengkilap karena dibasahi serpihan hujan salju.
"Kamu harus pakai sarung tangan lain kali."
"Tanganku berkeringat terus, tidak nyaman."
"Kamu gugup?"
"Tentu saja tidak."
"Kamu jatuh cinta padaku?"
"Iya. Sebanyak hatimu berdetak, sebanyak itulah aku jatuh cinta."
"Oh ya?" Aku menarik jemarinya untuk menelusuri daerah di sekitar pergelangan tanganku dan menekan jarinya. "Aku akan membuat jantungku berdetak lebih cepat, jadi perhatikan baik-baik."
Dalam mimpiku, aku bertemu dengannya. Dalam napasku, aku hidup karenanya. Dalam hidupku, dia orang yang kupikirkan secara berlarut-larut selain Odasaku. Dia istimewa, karenanya aku tidak akan melepaskannya. Aku akan menyita waktunya untuk selama-lamanya dan kami serasi untuk itu.
Jari-jarinya yang berdenyut di telapak tanganku meraba pembuluh darahku dengan lembut. Perlahan tapi pasti, dia bisa rasakan detak jantungku yang pasti sudah membentuk rerumputan lebat di layar elektrokardiograf.
Bagaikan buah persik yang terlalu matang, wajahnya yang mendidih melelehkan butiran salju di kulitnya itu. "B-baka!"
Dia menarik kembali tangannya dan memalingkan wajahnya, tapi karena rambutnya diikat, aku jadi lebih mudah melihat wajahnya yang terbebas dari tirai hitamnya itu. Wajahnya setengah marah dan setengah senang, alisnya boleh melengkung dengan tajam, tapi pupilnya yang membesar itu berbicara lebih banyak meski tanpa mengeluarkan sepatah kata juga.
"Ubi panas dijamin tidak keras karena lembut di lidah seperti kapas!" Suara tersebut berasal dari perempatan di depan kami, tak lama kemudian sebuah truk pick-up putih lewat.
"Ubi..." Shaa-chan imut sekali! Aku ingin memberikannya ciuman paling besar di dunia, tapi aku tidak mau dia ngambek, aku ingin dia senang melumat-lumat ubi di mulutnya sampai pipinya membulat.
"Pak, tolong berhenti!" seruku.
Truk tersebut langsung berhenti setelah aku panggil, sementara itu Shaa-chan menatapku dengan sorot mata penuh arti. Aku hanya mengangguk saja padanya, lalu dia berlari kecil mengarah pada truk penjual ubi tersebut. Si penjual keluar dari truknya, dia mengambil capitan dan kantung kertas dari truk, lalu memasukkan lima buah ubi berukuran sedang ke dalam kantung tersebut.
Shaa-chan pun memberikan sejumlah uang, lalu menerima sekantung ubi dari si penjual. Penjual itu kembali pada truknya dan menjalankan kendaraannya menjauhi kami. Kedua tangan Shaa-chan meraba-raba dasar dari kantung kertas tersebut, senyuman pun tercipta dari kehangatan sederhana ubi tersebut.
"Kamu bisa menghabiskan semuanya?" tanyaku.
"Kamu bisa makan juga, kok."
"Aku akan mengupas ubinya dan menyiapkan meja. Shaa-chan siapkan sukiyaki, oke?"
"Oke!"
Asap napasnya berpadu dengan asap ubi yang mengepul dari dalam kantung. Wajahnya yang berseri-seri di antara hawa dingin yang berada di mana-mana semakin mantap menunduk sedalam-dalamnya demi mencari kehangatan. Melihatnya meleleh dengan uap ubi panas membuatku ... ingin melamarnya untuk yang kedua kalinya.
-: ✧ :-
Kotatsu² sudah dibangun, kompor kecil yang menyala dengan panci sukiyaki berisi air mendidih berada di atasnya. Shaa-chan melarutkan pasta bumbu sukiyaki instan ke dalam air mendidih, melarutkannya dengan sendok kayu dan sumpit, di sampingnya pun sudah tertata isian yang kami beli tadi dan teh dingin. Oh ya, abaikan saja kalau melihat ada sekotak penuh cabai merah dan hijau ditambah sebuah telur, itu adegan profesional yang hanya bisa dilakukan Shaa-chan.
Bagaimana denganku? Aku sedang bercengkrama dengan sebuah barisan panjang bunga pansy berwarna ungu dan kuning tua yang dengan tenang bermekaran dalam potnya masing-masing, sembari aku menyemprotkan air ke tanah mereka secara merata, lalu berganti ke meraih ubi yang Shaa-chan beli tadi dan mengupas kulitnya.
Pansy secara etimologi berarti merenung atau berpikir, digunakan pada zaman Victoria untuk mengirimkan pesan hubungan rahasia antara sepasang kekasih maupun menyatakan perasaan dengan cara yang indah, bahwa keduanya terus memikirkan antara satu sama lain meski dipisahkan jarak tertentu. Warna ungu dan kuning pada bunga ini berarti kamu membawakanku kebahagiaan dan gairah dalam mencintai, setidaknya itu yang Shaa-chan katakan padaku.
"Kalian tahu? Shaa-chan tadi sangat gembira saat memegang sekantung ubi panas di tangannya. Menggemaskan sekali, andaikan kalian bisa lihat."
"Tanganku yang membeku jadi meleleh karena ubi itu. Perasaan yang menyenangkan."
Sebuah ubi sudah selesai kukupas, lalu mengambil potongan kecil yang sesuai untuk sekali gigitan yang pas masuk ke mulut, setelah itu memberikannya kepada Shaa-chan yang sudah mulai memasukkan komponen hewani ke dalam sup sukiyaki. Shaa-chan membuka mulutnya lebar-lebar, ketika dia menutupnya lagi, wajahnya jadi berseri-seri lagi seperti tadi.
"Lihat, kan?"
"Ubinya enak, mau bagaimana lagi?"
Semak-semak tanaman hias di halaman pun tertiup angin malam hari. Di langit, bulan purnama bersinar di antara awan mendung yang menusuk. Kalau dulu, di waktu ini aku akan menenggelamkan mereka yang melawan Port Mafia ke laut sampai matahari terbit, lalu jika ada yang masih hidup maka siksaan itu akan diulangi lagi di malam selanjutnya.
Warna merah melelehkan permukaan air pantai yang membeku, warna merah menghiasi tumpukan salju bagaikan es serut di musim panas, warna merah pun larut sampai membasahi sol sepatuku. Rahang mereka bergemeretak, yang keras kepala akan tutup mulut, yang penakut akan meraung-raung bagai anjing liar yang diburu pedagang gelap. Aku pikir, jika aku sangat dekat dengan kematian, aku bisa menemukan makna kehidupan.
Sesekali aku melepaskan pertahananku, aku memejamkan mataku tanpa tahu dari mana arah cahaya sehingga aku tidak bisa menjangkaunya. Namun, ternyata kuncinya adalah untuk dekat pada kehidupan itu sendiri. Aku berdiri di ambang batas yang tidak mungkin didekati kebanyakan orang, tentu saja tidak akan ada yang mengatakan 'hal yang benar' padaku, pada akhirnya Odasaku dan Shaa-chan yang memegang teguh prinsip kehidupan yang memberitahuku secara lantang.
Hingga pada waktunya awan salju menutupi bulan merah, banjir darah tidak akan bisa surut sampai bulan biru dapat mendeklarasikan waktu kami untuk menyudahi diri.
"Tolong hitung sampai sepuluh menit," kata Shaa-chan. Dia menutup panci sukiyaki lalu merebahkan dirinya ke lantai, memutar pinggangnya sampai bisa memberikan tatapan yang menyimpan ribuan arti.
"Kamu harus sering-sering melakukannya," kataku.
"Melakukan apa?"
"Melihatku dengan mata itu."
"Matamu lebih cantik dariku."
"Mata kriminal ini? Cantik dari mananya?"
Shaa-chan menggembungkan pipinya. "Kamu itu seperti harimau. Kalau aku mengalihkan pandanganku darimu sebentar saja, kamu akan menerkamku dari belakang."
"Itu pujian?"
"Kamu bisa menjadi apapun. Mau baik atau buruk, aku selalu mendukungmu seperti ubi yang bisa tumbuh tak peduli di cuaca apapun."
Seakan-akan jumlah bulan di langit berlipat ganda, cahaya mereka dapat mengembalikan segalanya menjadi terang, dan membuatku bisa mengikuti jejak kaki Shaa-chan yang selalu berada di dalam cahaya. Dengan setiap nyanyiannya yang aku ikuti, aku harap esok tetap terus seperti hari ini. Tak bisa kupercaya juga aku akan berpikir ini, tapi izinkan aku mengatakan bahwa aku suka dengan sisi baik manusia.
Aku beberapa kali memimpikan suara mereka berdua; Odasaku dan Shaa-chan. Kali ini, bukan mimpi buruk lagi, melainkan mereka memujiku habis-habisan. Kenapa aku bilang begitu? Aku hanya tidak tahu harus bagaimana setelah itu. Sepoi-sepoi pujian itu terdengar lucu, seperti dua ekor kucing yang saling mengeong dengan aku sebagai pendengarnya. Entah apa yang bicarakan, tapi aku suka melihat mereka.
Ya, aku harap Shaa-chan bisa menemui Odasaku secara langsung. Mereka pasti akrab, aku yakin itu.
"Sudah sepuluh menit," kataku. Secara bersamaan menyudahi kegiatanku mengupas kulit ubi. Semangkuk ubi berwarna oranye yang masih hangat pun aku letakkan di meja kotatsu.
Shaa-chan bangkit dari posisinya, dia membuka penutup panci dan membebaskan asap sup yang membuat aroma bumbu khas langsung menguar ke segala sudut. Dengan sopannya masuk ke lubang hidungku dan membelai pori-pori kulit yang merinding karena hawa dingin salju. Semua bahan-bahan di dalam panci seketika bersinar, penampakan yang sangat menggugah selera membuat air liurku menetes.
Terutama kaki kepiting yang kulitnya sudah dikelupas sebagai bintang utama di panggung sukiyaki ini.
Aku meraih sumpitku, bermaksud untuk mengambil apa yang menjadi kesukaanku. Namun, Shaa-chan berteriak, "mau aku foto!" Dengan ponsel
"Makan dulu, baru foto."
"Sebentar saja, sabar sedikit!" titahnya.
Setelah bunyi tangkapan foto terdengar setidaknya sebanyak tiga kali, lalu Shaa-chan meletakkan ponselnya di sofa. Kemudian, mengambil sendok dan mangkuk kecil.
"Itadakimasu!" serunya.
Aku pun tak mau ketinggalan. "Itadakimasu!"
Aku langsung mengambil kaki kepiting itu, meletakkannya di mangkuk kecilku dan mengeruk dagingnya dari sisi kanan dengan sumpit sambil menahan sisi kirinya dengan ujung jariku. Dengan satu gerakan diagonal yang mulus, aku berhasil membebaskan daging seksi itu dari persembunyiannya. Yah, walau tidak ada yang lebih suci dan pantas dipuja-puja selain pahanya Shaa-chan. Dikarenakan paha istriku tercinta tengah absen dari peran itu, maka kaki kepiting ini yang akan menggantikannya!
Dengan mengapit di bagian yang aman, aku mengangkat daging itu ke hadapan mulutku dan menyambutnya di atas lidahku ... YANG MELEPUH-!!! TIDAK, AKU TIDAK AKAN MEMUNTAHKANNYA!
"Urus dirimu sendiri, aku mau menikmati bagianku sendiri juga." Shaa-chan menyeruput sesendok kaldu sukiyaki yang secara instan membuat kepalanya bergoyang-goyang seperti hiasan dashboard mobil.
Tubuh akan secara sendirinya merubah suhu panas atau dingin menjadi suhu normal yang bisa diterima organ tubuh supaya bisa dicerna. Tahan saja di mulutku sampai muncul rasa nyaman, melepuh sedikit saja tidak akan mengurangi rasa cintaku pada serangga amfibi ini. Sama halnya seperti Shaa-chan yang jadi seperti ikan terdampar di tanah, mulutnya kembang kempis karena kepedasan, tapi itu tidak menyurutkan niatnya untuk terus mencelupkan potongan daging ke saus racikan dari telur dan irisan cabai miliknya.
"Sudahlah, kamu agak keterlaluan."
"Hm? Gapapa, kok..."
Shaa-chan pun mengambil sepotong ubi, kemudian mencelupkannya sebentar ke dalam kuah sukiyaki yang mendidih lalu melumatnya di dalam mulutnya. Padahal, pedas itu bukan rasa, melainkan memang hanya sensasi kebas yang dikeluarkan oleh lidah. Apakah sama sepertiku yang cinta bunuh diri? Pada akhirnya, sama-sama menyiksa diri juga. Dia suka pedas sebagai pelepas stres, katanya. Berarti memang sama sepertiku, kan?
Jodoh itu cerminan diri, ternyata memang benar adanya.
-: ✧ :-
Kami ini berang-berang darat. Kalau induk berang-berang akan menggendong anaknya di atas air, memegangnya erat-erat supaya tidak dipisahkan oleh arus, maka aku memegang Shaa-chan erat-erat supaya aku harus terus ingat bahwa di dunia ini akan ada yang menangis untukku ketika aku mati.
"Menghabiskan waktu tercinta ini dengan Osamu membuatku hangat," hembusnya, Shaa-chan yang sensitif dengan dingin itu merasa hangat di dekatku.
Walau tak aku katakan, tapi aku hampir setiap kali menampik pujian yang diucapkan Shaa-chan. Darahku dan darah orang lain yang terpecik pun berbuih di permukaan kulitku, ketika kering akan sulit untuk dibersihkan. Bagaikan kondisi sekarang di mana awan memantulkan cahaya matahari kembali ke bumi dan menaikkan suhu permukaan bumi, di dalam diriku juga ada iblis gila yang mendidih, membisikkan omongan jeleknya setiap malam padaku.
Aku hanya akan menjadi Dazai Osamu yang dikenal Odasaku dan Shaa-chan, bukannya kucing hitam pembawa sial yang sakit rabies.
Aku belai mahkota hitam cahaya dingin itu pada kehangatan pekatku. "Oleh karena itu, jangan lepaskan aku."
"Selamanya juga tidak akan aku lepaskan. Walau harus terseok-seok di bawah kakimu, aku pasti akan memegangimu."
Kehangatan yang membekas lalu direnggut oleh suasana sepi. Panci sukiyaki kosong yang dibiarkan kotor dan beberapa sampah di atas kotatsu hanya tergeletak di sana, belum ada yang berubah posisi semenjak beberapa saat terakhir. Di balik hujan salju yang amat riuh dan membuat merinding, bahkan ketika riuh angin badai menenggelamkan detak jantungku di pendengaran Shaa-chan, siapa sangka kalau semua ini berawal dari kebetulan?
Odasaku pun setengahnya jadi kebetulan yang tidak aku sangka sama sekali.
"Kamu terlalu kuat untuk dihentikan. Tidak akan ada yang bisa memahami itu sebaik diriku."
Mulutnya melongo lebar-lebar, tapi dia tutupi dengan tangan kanannya. "Apa yang enggak buat suamiku?" godanya. Matanya yang berair tampak sayu dengan uap kantuk yang memenuhi kepalanya.
"Ya sudah, ayo tidur."
"Pokoknya, Osamu harus tidur juga. Awas kalau bangun sampai subuh lagi, nanti tidur di kantor bisa dimarahi Kunikida."
"Shaa-chan, bisakah kamu tidak membaca isi kepalaku? Nanti jadi tidak asik kalau kamu tahu apa rencanaku."
"Jangan sampai Kunikida menebarkan paku ranjau di sofa."
"Kamu bisa memanipulasi pakunya jadi bola-bola yang mirip seperti kursi pijat, bukannya itu lebih bermanfaat? Lagipula, kalau pakai paku ranjau, nanti polisi pakai apa untuk menjebak penjahat yang kabur dengan kendaraan?"
"Pakai tubuhmu sebagai polisi tidur saja, bagaimana?"
"Blegh, aku harus kejang-kejang dulu karena gegar otak berat atau muntah darah karena paru-paruku meledak, lalu mati. Tidak, ah!"
.・。.・゜✭・.・✫・゜・。.
Penjelasan judul one-shot!
Di Jepang, ubi manis (dagingnya berwarna oranye dan kulitnya berwarna ungu) dan sukiyaki identik sebagai makanan yang dinikmati masyarakat di sana pada saat musim dingin. Lalu, ada apa dengan bunga pansy? Bunga pansy merupakan salah satu bunga yang dapat mekar di musim dingin karena dia tahan udara dingin, selain itu, makna bunganya yang berarti 'berpikir' juga cocok untuk sudut pandang Dazai yang terus memikirkan Shaa di benaknya.
¹ Kuchi-sabishii : Secara harfiah berarti mulut kesepian. Istilah ini merujuk pada keinginan seseorang untuk mengunyah atau memasukkan sesuatu ke dalam mulut tanpa harus merasa lapar.
² Kotatsu : Meja kayu pendek yang diselimuti oleh futon, atau selimut besar, yang menutup bagian atas meja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top