Gpp!

Sharon melamun di balkon lantai dua, menatap tanah yang ditumbuhi rumput dan bunga. Akhir-akhir ini hatinya dipenuhi rasa negatif, jika ia melompat dari lantai dua ini akankah semua rasa itu hilang?

No. Jangan sekarang. Perempuan muda itu menggeleng. Walau nyaris tersesat dalam pikiran berkabutnya sendiri, ia masih menggenggam setitik cahaya yang jadi alasannya tetap bertahan.

“MAK! MATI BARENG YOK!” Tiba-tiba saja Shi datang dari dalam rumah dan menarik Sharon untuk melompati pagar balkon, Lin dan Shan yang hendak menyiram tanaman pun langsung panik.

“LIN LIN! EH GIMANA NIH MEREKA TERJUN?”

“AKU GATAU! TANGKEP! TANGKEP!”

Mars yang sedang menikmati kopinya dengan tenang di ruang tamu pun langsung terlonjak begitu mendengar Sharon dan Shi akan terjun. Ia bergegas keluar tepat waktu dan berhasil menangkap Sharon di gendongannya. Sedangkan Shi menimpa Lin dan Shan yang berteriak panik di halaman.

“Aduh, kalian ngapain lagi, sih?” omel Mars menurunkan Sharon dari gendongannya.

As you see, kita berdua mau bundir.” Shi menjawab santai, lalu menyingkir dari Lin dan Shan.

“Aduh ... HEH NGADI-NGADI BANGET KALIAN BERDUA!” sorak Shan, ia tak marah karena Shi menimpa tubuhnya, melainkan keputusan si termuda yang tiba-tiba ingin mengakhiri hidup.

(Tolong, jangan sembur saya dan husbu saya. Kami aja nyaris gak muncul lhoー) -Shaa

“Sharon, Shi, memang gak enak nanggung beban, tapi bunuh diri bukan caranya. Ada kita di sini yang nemanin, jangan ngambil keputusan semborono gitu, ya?” Mars menarik lembut Sharon dan Shi ke pelukannya.

Lin mengembuskan napas, meski Sharon dan Shi adalah badut penghibur di rumah Halu, merekalah yang paling banyak memendam dan memikul perasaan buruk mereka. Terutama Sharon yang selalu berusaha terlihat baik-baik saja dan merasa gak enakan.

“Mbah tenang aja, kita gak bakal kenapa—”

“Mau tenang gimana? Kalian mau bundir lho! Untung tadi tepat waktu nangkepnya. Kalau gak gimana? Hancur badan kalian. Kalian ada masalah? Misalnya kalian gak mau cerita sekarang gapapa kok, kita refreshing aja, ya.” Mars melepas pelukan, kembali menceramahi Sharon dan Shi sambil memegang bahu mereka.

Shi menyengir, sedang Sharon tersenyum kecil dengan matanya yang menyorot kosong. “Makasih, Kak, tapi serius kita gapapa. Aku gak mau mati, kok. Lagian Shi yang ngajak terjun tiba-tiba, makasih.”

“Kok gue?”

“Emang lo yang salah 'kan tiba-tiba ngajak terjun?”

Padahal Shi udah bener lho tadi, kenapa mereka bertiga harus gercep?

“Mereka gelut lagi,” komentar Shan.

“Gapapa sih, sekarang udah jarang mereka gelut. Akhir-akhir ini Kak Sharon sering ngilang,” ujar Lin.

"Iya ya, jadi sepi kalau gak ada emaq."

"TIKUS MAKAN AYAMー EH TIkus ... SHAA!! JANGAN NGAGETIN GUA!"

Shaa ngakak setengah mati, sungguh puas dengan ketekerjutan yang ia buat diam-diam dari belakang dengan menepuk pundak Shania. Sementara Lin hanya menatap Shania begitu datar dan menganggap keterkejutan Shania adalah sesuatu yang dilebih-lebihkan.

"Lebay," kata Lin dengan begitu datarnya.

"AKU TUH KAGET!"

"Y-ya.. Dari tadi Shaa udah ada di taman lagi fotoin bunga. Kenapa kaget?"

"Loh, kamu gak bilang-bilang kalau ada Shaa!"

Kemudian Shaa merangkul dan memasang wajah konyol yang watados, ia tahu jika Shania memiliki dendam kesumat kepadanya. Terutama kedua husbu mereka itu notabenenya masuk nominasi teratas husbu-husbu di fandom Bungou Stray Dogs.

Jadinya, ya war setiap saat.

Kenapa war terus? Karena yang satu nyulut api, yang satu lagi nyiram bensin.

"Emang kalau tahu ada aku, mau ngapain? Mau balas dendam?"

"Diem kamu."

"Hehe~"

Samar-samar suara ocehan Mars yang sedang menceramahi Sharon dan Shi habis-habisan membuat Shaa terus memperhatikan mereka bertiga dan tidak bisa melepaskan pandangannya dari mereka berdua. Terutama dari si bintang utama yang akan menjadi putri sejagat semalam pada hari ini.

Tapi, Shaa, Lin, Mars, dan yang lainnya akan berusaha sebisa mungkin memberikan yang terbaik untuk Sharon. Dan juga untuk sesama lainnya. Setidaknya jadi sedikit lebih waras untuk hari-hari spesial seperti hari ini dan hari-hari spesial lainnya yang akan datang.

"Jangan diulangi lagi, bahaya!" ujar Mars yang masih terus-terusan memberikan semburan akhlak gratis untuk kedua owner tukang badut rumah Halu tersebut.

"Everything is not daijoubu."

Tidak ada yang tahu sepenuh apa isi kepala dan hati si pemilik rumah Halu itu.

***

“HADEH ANAK GADIS MOLOR TERUS KERJANYA!”

“Ape ni?”

Sharon dipaksa bangkit dari mimpinya, ia ditarik pelan oleh Naomi untuk duduk. Di saat mengumpulkan nyawa, samar-samar ia lihat ada dua gadis lain bersama Naomi, Nath dan Wina.

“Hm ... tercium aroma dari neraka, bestie.”

“Mungkin efek kencan sama Mammon.”

“Iri, ya?” Sharon menyungging cengiran mendengar Nath dan Wina yang berbisik-bisik—sebenarnya tidak cocok disebut berbisik karena suara keduanya yang keras.

“Nath, Wina, tahu tugas kalian apa 'kan?” tanya Naomi menghentikan perbincangan Nath dan Wina.

“Siap, Kapten!” Keduanya berpose hormat sejenak dan menggandeng Sharon keluar dari kamarnya.

“Kalian mau bawa aku ke mana?”

“Sst ... kepo.” Naomi di belakang hanya membawa sehelai handuk.

Tiba di kamar mandi, Nath dan Wina melepas gandengan lalu menatap Sharon dari atas ke bawah. “Kita perlu juga gak ngelepasin bajunya?” tanya Nath tiba-tiba.

“Ya ampun, Nanas segitunya mau jadi babuku? Aku terima dengan senang hati.”

“ANJER GAK GITU! Ya udah deh, lepas sendiri, kali aja gak nyaman. Tuh udah ada air anget sama bebek-bebekan.”

“Ya udah, makasih babu-babuku.”

“Iye iye.”

Nath dan Wina berlalu, digantikan Naomi yang masuk kemudian menggantung handuk dan memeriksa perlengkapan di kamar mandi. “Ngapain ke sini, Kak?”

“Ngecek sabun udah habis atau belum, berendem sana gih. Ntar Kakak balik ke sini lagi.”

“Lho? Ngapain?”

“Mijet.”

“Wah, kenapa hari ini orang-orang pengen jadi babuku? Tapi gak perlu deh, Kak.”

“Kakak maksa. Berendem aja sana, panggil kalau udah. Kakak marah misalnya kamu diam-diam aja, ini Kakak emang mau, kok. Tekan aja nih remot.”

Sharon tertegun begitu Naomi keluar dan menutup pintu kamar mandi. Apa yang terjadi? Mengapa sejak ia bangun tadi diperlakukan bak tuan putri? Apa setelah ini ia akan disuruh jadi babu?

Tak terlalu memikirkan, Sharon melepas pakaian dan berendam di air hangat yang disediakan. Hangatnya air yang merendam tubuhnya lumayan merilekskan otot-otot dan pikirannya yang berkecamuk.

Ingat perkataan Naomi tadi, ia mengambil remot yang ditaruh Naomi tadi di laci rak peralatan mandi dan menyentuh satu-satunya tombol. Selesai mengeringkan tubuh, Naomi datang dan membawanya kembali ke kamar. Di sana Naomi mengoleskan lotion ke punggungnya dan mulai memijat.

“Kak Naomi kok gak bilang-bilang aslinya tukang pijet?”

“Ntar kalian minta pijet seenak jidatnya. Kamu dipijetnya khusus hari ini aja.”

“Emangnya sekarang hari apa, sih?”

Oh iya, 'kan hari ultah. Pura-pura gak tau aja deh.

“Pokoknya hari istimewa.”

Selesai memijat, Naomi pamit keluar dan membiarkan Sharon mengenakan pakaian. Ada satu pakaian yang ditinggalkan Naomi di sana.

Pakaian santai hitam dan motif bintang-bintang kuning.

Baru saja membuka pintu, ia disambut Lexa dan Yuna yang sudah berdiri manis di depan pintunya. “Tumben damai, gelut lagi gih.”

”Wah, boleh?” tanya Lexa dengan wajah cerah dan mata berbinar.

“Inget kita ke sini mau ngapain.”

“Gak usah nonjok kepala aku keleus!”

“Nikmatin gelutnya sana, ya.”

“Bentar! Bentar! Kita mau ngajak Mak Sharon sarapan.”

“Aku yang gandeng Mak Sharon!”

“Aku!”

“AKU!”

Ngotot banget - Shaa

Ujung-ujungnya Sharon berjalan sendirian di depan Lexa dan Yuna, ia memandu gadis itu ke belakang rumah yang telah disulap menjadi kolam renang pribadi. Di sana sudah disediakan meja dan kursi besi di bawah payung lebar, pula sarapannya berupa nasi goreng dan susu cokelat hangat.

“Silakan dinikmati sarapannya, Nyonya Nakahara.” Yuna menarik kursi ke belakang dan Alexa membungkuk ala-ala butler.

“Udah cocok jadi babu.” Sharon menepuk-nepuk punggung Alexa dan Yuna.

Seperginya Alexa dan Yuna, Sharon pun menikmati sarapannya.

***

Sharon lagi-lagi diseret, kali ini menaiki mobil hingga ia tiba di sebuah daerah yang sepi. Tak ada penghuni rumah halu lain yang ikut, hanya Shi dan Mars yang menemaninya.

“Kalian mau bunuh aku jangan terang-terangan gini dong.”

“Kalau iya giman—”

“Shi, diam dulu.”

Mars menghela napas, meminta kesabarannya yang berlapis dipertahankan. “Kita gak mau bunuh kamu, tapi pengen kamu refreshing. Ayo sini.”

Ketiganya melewati jalan setapak dengan bunga dandelion, tulip, dan anyelir berwarna-warni di sekeliling. Tibalah mereka di ujung jalan yang membawa ke gazebo yang menghadap hamparan laut yang luas.

Mars menaruh tas yang dijinjingnya dari tadi, membuat Sharon yang antusias ke kucing-kucing di gazebo dan Shi yang menatap laut mengalihkan perhatian ke meja di tengah. “Apa tuh?” tanya Shi.

“Ada bekal sama novel, kita santai-santai di sini. Saya di tempat lain, ya. Kalian terserah deh gimana. Habisin aja bekalnya, gak apa-apa.”

Mars melambai dan pergi sebelum ditanyai, Shi sebenarnya ingin tinggal, tapi ini waktu yang tepat untuk memberi waktu tenang bagi Sharon. “Mau ke mana?” tanya Sharon mengelus kucing di pangkuannya.

“Nyusul Kak Mars, gak lucu 'kan nanti dia nyebur ke laut.”

Kak Mars waras ye, jangan difitnah mulu. - Shaa (lagi)

“Iya, sih. Kalau kamu ikut nyebur juga gapapa.”

“Setan.”

Sepeninggalnya Shi, ia mengeluarkan satu novel dari tas.

Novel yang belum sempat ia baca.

Dengan deburan ombak yang lembut dan bunga-bunga favorit yang mengelilingi, Sharon mulai meresapi tiap kalimat dalam novel, sembari jari-jari tangannya mengelus kucing yang terlelap di pangkuannya.

Sharon pun merasa familiar dengan kucing-kucing yang menemaninya di gazebo dengan pemandangan indah tersebut.

"Item, kucingnya Shan. Lily.. Kucingnya Shaa."

"Yaa?"

"Eh, Shaa?"

Shaa berjalan mendekati Sharon seraya tersenyum penuh arti meskipun ia tidak berkata apapun lagi hingga ia duduk di gazebo itu bersama Sharon. Lily yang mengenali Shaa pun meloncat dari pangkuan Sharon dan berjalan berputar mengelilingi majikannya.

"Ehー KOK KAMU DI SINI?"

"Aku minta Merlin buat teleport aku ke sini^^"

"Enaknya punya husbu penyihir.."

"Emaq juga bisa kayak gitu, kok, kalau minta bantuan ke Chuuyanya enggak sambil berlagak tsun."

"Aku gak tsun."

"Mana ada tsundere ngaku tsun, kan~?"

"Ngeyel, gak suka Shaa!"

"Sama-sama."

Sharoj menggembungkan pipnya dan mengalihkan pandangannya menuju ke arah lain seraya tetap menggenggam buku novel di tangan kanannya sementara tangan kirinya tetap mengelus kucing-kucing lain yang berlalu lalang dan berdatangan ke arah mereka.

Kemudian Sharon kembali mengeluarkan suara. "Kok Shaa ada di sini?"

"Meh, Lily sama kucingnya kak Shan ada di sini. Takut hilang."

"Kamu sayang banget sama kucingmu, aku enggak?"

"Aku gak suka jawab pertanyaan yang orang udah tahu jawabannya, lho."

Sharon terdiam. Entah jawabannya iya atau tidak, maupun ada kemungkinan untuk jawaban tambahan lainnya. Kepalanya tertunduk dengan matanya terfokus kepada potongan buah melon yang tak jauh darinya.

Boleh ambil gak, ya?

"Cepetan dimakan, nanti keburu gak enak."

"Ini mau aku makan."

Tangan Sharon mengambang saat ia hendak mengambil salah satu potongan melon dari kotak yang dibawa Mars. Kebetulan Mars membawa buah-buahan kesukaannya.

Kata Kak Mars habisin aja ... tapi itu 'kan ke aku sama Shi. Ya udahlah, sisain aja dikit.

Sembari menikmati sepotong melon di tangannya, Sharon berusaha melanjutkan bacaannya namun tak bisa. Kala kasih dan perhatian yang mereka berikan kepadanya masih belum mampu membuatnya terbuka, apakah ia pantas untuk mendapatkan lebih? Bukan maksudnya untuk tak menghargai hubungan mereka, bukan maksudnya untuk membuat dirinya tertutup.

Hanya saja, sedekat apapun, sehebat apapun mereka mengenali dirinya... mereka tak seharusnya tahu segala yang menimpanya, Sharon juga memiliki hak untuk menyimpan apa yang menurutnya patut disimpan. Namun, ia tak ingin mereka berpikir bahwa hubungan ini sebatas saling mengenal, mereka akan berpikir bahwa Sharon masih belum terbuka karena hubungan ini bukan penentu seberapa berharganya mereka bagi Sharon.

Itu benar, bukan berarti hubungan kalian hanya dipandang sebelah mata ketika salah satu dari kalian masih merasa tertutup.

Sharon tak bisa menyalahkan mereka, karena semua yang mereka lakukan atas dasar kepedulian. Tapi, bagaimana jika mereka keliru? Dan menimbulkan luka hati yang membiru.

Menelisik sekitar, guna merilekskan matanya dari melihat sekumpulan huruf yang mana tak ia baca. Juga untuk mencari keberadaan Mars dan Shi.

Mereka tidak ada. Ah mungkin tak jauh dari sekitar sini, pikir Sharon enteng.

"Kak Mars sama Shi lagi jalan-jalan cari angin."

"Kamu baca pikiranku?"

"Jiakh, dari mukanya emaq aja udah tertulis otomatis emaq lagi pikirin apa."

Shaa pun mendapatkan tatapan aneh dari Sharon yang bingung dengan isi pikiran Shaa.

Gak kebalik?

Ia terdiam sejenak. Pandangannya berganti dari ke novel, kucing, Shaa, taman bunga. Begitu seterusnya sampai ia beranjak dari duduknya.

Sharon mulai meninggalkan ladang bunga, menjejaki jalanan rerumputan. Sejuk dan menggelitik telapak kaki, meski beralaskan sepatu sekalipun Sharon dapat merasakannya. Diikuti oleh Shaa yang kini tengah menggendong Lily dari belakang

Injakan terasa lebih santai kala alas sepatu itu bertemu langsung dengan pasir putih, selaras dengan luasnya air jernih. Semakin dekat dengan bibir pantai, Sharon dapat merasakan semilir angin hangat menyapa kulitnya. Seakan melambai ke arahnya untuk semakin dekat dengan pantai.

Sepatu dilepaskan, melemparkannya ke sembarang arah, Sharon berlari kecil menyapa ombak yang akan datang. Tidak ada sekelebat pemikiran sekalipun untuk membiarkan gelombang air itu menelan dirinya. Ia tahu betul ombak itu tak cukup besar, namun cukup untuk membuat kakinya merasa sejuk.

Hidup ini masih panjang, sepanjang ujung pantai yang tidak bisa Sharon ukur. Jadi, bisakah ia berhenti berpikir untuk mengakhiri hidupnya walau sekeras apa tantangan yang menghantam? Atau membuatnya berhenti bercanda dengan yang namanya *bunuh diri*.

Hei ini sindiran.

Mata sewarna lautan itu menatap kagum pada sekumpulan camar yang terbang di atas sana, mereka bisa terbang bebas tanpa takut dimangsa, karena mereka pikir merekalah yang berkuasa.

Sharon tak bisa berpikir layaknya camar, karena dia bukan camar. maaf.

Maksudnya, karena kehidupannya sangat berbeda, jauh berbeda dari kawanan camar itu.

Ia rasa sudah terlalu lama untuk bersenang-senang di tempat ini. Lantas memutuskan untuk kembali sebelum sepasang matanya menangkap satu hal yang janggal.

Sharon menatap ke arah Shaa yang terduduk di pasir dengan lengkungan senyum di wajahnya. Sharon tahu apa maksudnya.

Satu set kursi pantai beserta payung dan semangkuk buah-buahan. Semua itu belum ada saat Sharon menjejakkan kaki untuk pertama kali di pantai ini. Mungkin ulah 'mereka berdua'. Lagipula hari ini hari istimewanya, Sharon akan mengikuti saja kemana rencana ini berakhir.

Sharon mendaratkan pantatnya pada kursi tersebut. Semangkuk melon dan alpukat yang dipotong balok dipindahkan ke pangkuannya, ia memasukkan buah itu satu per satu ke dalam mulut sembari telinganya dimanjakan oleh alunan lagu dari Alec Benjamin yang terputar pada radio kecil.

Ini terlalu indah untuk meyakinkan dirinya bahwa Sharon tidak sedang berada di alam mimpi. Rasanya ia tak ingin hari ini berakhir dengan senja yang tenggelam di ujung pantai.

"Oiya, Shaaー"

Sharon tak lagi menangkap keberadaan Shaa di manapun. Tidak mungkin Shaa bisa berlari secepat angin karena jeda antara ia menatap Shaa dan duduk di kursi pantai pun tidak kurang dari satu menit.

Bahkan, keberadaan kucing kesayangan Shaa pun sudah tidak ada lagi, tetapi ada sesuatu yang jatuh sesaat setelah Shaa 'menghilang'. Sharon tidak tahu pasti apakah itu, tapi sepertinya itu adalah kelopak bunga.

"Aku minta Merlin buat teleport aku ke sini^^"

"Shaa.."

Sharon mengukir senyuman. Desiran ombak yang menenangkan menghipnotis pikiran, membuat Sharon ingin terlelap dalam rasa heran. Tidak masalah bukan? Ia yakin Mars dan Shi tak akan meninggalkannya begitu saja.

Kalau iya?

Jika mereka memang akan meninggalkan dirinya, seharusnya mereka melakukan sejak tadi. Tanpa perlu memberikan kesenangan untuknya di kala cakrawala bernuansa biru perlahan dilahap habis oleh sang jingga.

Oh ayolah, Mars dan Shi bisa meninggalkan dirinya kapan saja. Untuk apa Sharon berpikiran positif? Terlebih ada Shi di sana. Bisa saja anak itu menghasut Mars untuk meninggalkan ia seorang diri di sini.g

Meskipun demikian, Sharon kembali berpikir. Jika hari ini merupakan hari spesial untuknya, apakah ia boleh bahagia? Apakah ia boleh merasakan kebahagiaan tanpa perlu memikirkan masalahnya?

Tentu saja boleh cok.

Tangannya bergerak memasukkan buah yang berada di pangkuannya. Namun, ketika ia hendak melalukannya, seketika Sharon bergeming. Pasalnya, sudah tidak ada satu pun buah yang tersisa di sana. Ia menghela napas. Ternyata secara tidak sadar Sharon telah menghabiskan buah-buahan yang disediakan secara ajaib itu.

Perutnya pun mulai terasa kenyang. Tubuhnya ia sandarkan pada kursi pantai yang ia duduki sejak tadi. Hingga pada akhirnya, Sharon mulai larut di dalam kesendirian. Bersamaan dengan sang mentari yang kembali ke peraduannya. Juga ditemani oleh suara Alec Benjamin yang kini terdengar sayup-sayup di telinganya.

***

"Ssst... jangan berisik, Shi."

Lagi-lagi Mars mengucapkan kalimat yang sama. Berharap agar Shi dengan segera mengecilkan volume suaranya. Bukan, bukan karena mereka hendak membobol ATM milik Wina, melainkan karena sesosok makhluk hidup yang tampak terlelap. Ditemani oleh suara deburan ombak yang beradu dengan pasir pantai.

Sharon terlelap dengan wajah tanpa dosanya. Seolah-olah alam mimpinya lebih menarik daripada realita yang harus ia hadapi. Tetapi, hei, tidak selamanya ia bisa melarikan diri dengan tertidur. Seperti pelangi yang tidak akan muncul jika tiada hujan.

Dengan peluh yang mengalir pada pelipisnya, Shi pun menjawab sambil mencoba tetap tenang, "Aku lagi berusaha, Kak."

"Terus gimana kita pindahinnya tanpa bangunin Sharon dari tidurnya?" tanya Mars kemudian. Ia sudah kehabisan akal saat ini. Benar-benar kehabisan akal.

Namun, berbeda dengan Shi. Seolah-olah seperti menemukan duit di dalam saku celananya secara ajaib, Shi pun menjentikkan jarinya. Wajahnya tampak sumringah.

"Tenang. Aku punya ide, Kak."

Dan, Mars yakin ide milik Shi memiliki makna yang sangat jauh dari apa yang menjadi tujuan mereka yang sebenarnya.

***

Benar saja. Pemikiran Mars itu terbukti dengan apa yang sedang ia dan Shi lakukan saat ini. Pasalnya, mereka tidak hanya membawa Sharon-nya saja, melainkan dengan apa yang berada di dekatnya.

Kursi pantai yang Sharon duduki, alunan lagu dari Alec Benjamin yang berasal dari radio kecil, serta merta dengan sepasang sepatu Sharon yang sebelumnya hilang sebelah. Namun, kini sudah ditemukan keduanya oleh Shi.

Banyak sekali yang dibawa oleh mereka, bukan?

The power of planet Mars - Shaa

Seolah belum cukup menyusahkan diri sendiri, sebelumnya Shi berniat untuk membawa payung yang menaungi Sharon dalam tidurnya. Namun, Mars menolaknya dan mengatakan bahwa mereka bisa membawa payung sebesar gaban itu nanti. Kini fokus mereka hanya untuk Sharon seorang. Hanya Sharon.

Setelah menempuh perjalanan yang sebenarnya memang jauh tetapi terasa dekat, mereka pun tiba di mobil yang sebelumnya membawa mereka ke tempat ini. Dengan hati-hati, Mars dan Shi meletakkan kursi pantai yang mereka bawa seperti sebuah tandu. Beruntung, Sharon masih terlelap di dalam tidurnya. Seolah-olah ingin menunjukan bahwa dirinya cukup lelah hari ini.

"Oke, terus sekarang gimana?"

Mungkin kalian mengira pertanyaan itu berasal dari Mars karena narasi yang sebelumnya mengatakan bahwa Mars telah kehabisan ide. Namun, kalian salah, karena nyatanya pertanyaan itu berasal dari Shi yang tampak dibanjiri oleh keringat.

Dengan otaknya yang cerdas, Mars pun membuka pintu mobil di bagian penumpang. Karena mereka sudah dekat dengan mobil, maka mereka hanya perlu memindahkan Sharon ke dalam sana tanpa membangunkannya dari tidurnya.

"Bantu aku, Shi."

Shi segera mendekat. Bersama-sama, mereka mengangkat Sharon ke dalam mobil. Juga dengan radio kecil yang masih memutar lagu milik Alec Benjamin. Shi yakin, lagu itu bisa membuat Sharon tertidur dengan nyenyak.

Hembusan napas lega pun dikeluarkan secara kompak oleh mereka. Ternyata, sejak tadi Mars dan Shi sama-sama menahan napas ketika mengangkat tubuh Sharon. Untung mereka setrong. Bukan stress tak tertolong. Ini definisi dari the real setrong.

"Shi, payungnya."

Seolah-olah seperti mendapatkan notif tugas di tengah malam hari, Shi pun terlonjak kaget. Gambaran tentang payung sebesar gaban dengan nuansa merah dan putih seketika tergambar dengan jelas di dalam kepalanya.

Karena Shi sedang baik hati dan tidak sombong, akhirnya ia pun berlari ke pantai. Melipat payung itu, lalu kembali membawanya ke hadapan Mars. Ketika Shi tiba di sana, Mars tengah merapikan barang-barang yang mereka bawa dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil.

"Nih, Kak."

Shi menyerahkan payung itu. Yang kemudian diterima oleh Mars dan juga dimasukkan ke dalam bagasi mobil.

"Udah semua 'kan?" tanya Mars memastikan.

Gestur berpikir pun dipraktikkan oleh Shi. Setelah dua koma delapan detik ia berpikir, kepala Shi pun mengangguk. "Udah," sahutnya.

Mereka pun masuk ke dalam mobil dengan Mars yang duduk di balik kemudi. Dengan perlahan, mobil itu membelah jalan raya sore ini.

***

Lagi-lagi, kejadian yang sama pun kembali terjadi. Kini, Mars dan Shi sudah tiba di rumah Halu. Mereka kembali dibingungkan bagaimana cara untuk membawa Sharon ke dalam rumah. Sangat tidak lucu jika tiba-tiba Sharon terbangun ketika mereka sedang mengangkatnya. Mmf, ini bukan acara komedi.

Sekalinya bikin lawakan, langsung jadi gak bener 🚶 - Shaa

Shi ingin meninggalkan Sharon di sana seorang diri hingga gadis itu bangun dengan sendirinya. Tentu saja, idenya itu ditukas oleh Mars. Ia tidak ingin Sharon tertidur di dalam sana tanpa pengawasan siapapun. Terlebih, bagaimana jika Sharon tidak bangun hingga esok hari?

Kala hati tengah dilanda kebimbangan, Nath dan Wina pun muncul dari pintu rumah Halu. Mereka berdua membawa sebuah wadah di tangan. Entah apa isinya, ya ndak tau kok tanya saya.g

Nath dan Wina pun mendekati Mars dan Shi. Seperti setan berwujud malaikat, mereka mendatangi sambil menanyakan apa yang sedang Mars dan Shi bingungkan saat ini.

"Kenapa, Mars?" Wina bertanya lebih dulu. Ia seperti merasakan bau-bau kebingungan dari kedua temannya yang baru saja pulang itu.

"Ini, Win. Tentang Sharon. Menurutmu, gimana caranya supaya Sharon bisa masuk ke dalam rumah tapi gak bangun?" Mars langsung menanyakan pendapat Wina.

Wina memasang gestur berpikir. Di sebelahnya, Nath hanya menatap Mars dan juga Wina secara bergantian.

"Caranya ada dua. Yang pertama, pindahin Sharon ke dalem tapi risikonya dia bakal bangun. Yang kedua, biarinin aja Sharon tidur di sana sampai dia bangun sendiri. Tapi, jendela atau pintu mobilnya dibuka, jangan ditutup," ujar Wina. Dibumbui dengan suara keripik yang digigit. Ternyata, suara itu berasal dari Nath yang sejak tadi mengemil keripik kentang pemberian Wina.

"Kalo gitu, tinggalin aja Kak Sharon di dalem sana," celetuk Nath.

Lihatlah, mereka memang setan berwujud malaikat.

Nathy memang udah ada dendam kesumat sama emaq, sih - Shaa

"Tuh 'kan." Shi menepuk tangannya satu kali. Ia berganti menatap ke arah Mars. "Gimana, Kak?" tanyanya, meminta persetujuan Mars.

Sekali lagi, Mars menghela napas panjang. Ia sudah tak habis pikir harus berkata apa lagi. Pada akhirnya, Mars pun mengangguk setuju. Yang disambut oleh reaksi yang berbeda-beda dari mereka. Wina dengan tawanya yang di- mute, Nath dengan wajah setannya, serta Shi dengan wajahnya yang datar namun dalam hati ia sudah senang setengah mati.

Hanya tersisa Mars-lah yang masih waras di sana.

***

Sharon sontak membuka matanya. Ia mengerjap-erjapkan matanya beberapa kali kala ia melihat pemandangan yang berbeda dengan yang sebelum ia terlelap. Pemandangan langit senja dan burung-burung camar yang berterbangan telah hilang. Bahkan, alunan lagu milik Alec Benjamin yang menjadi pengantar tidurnya pun telah lenyap. Kini digantikan oleh atap berwarna abu-abu dan juga kesunyian yang menjadi dominan suasana di sekitarnya.

Dengan perlahan, Sharon bangkit dari pembaringan. Ia duduk sejenak, untuk menghilangkan pening mendadak di kepalanya. Setelahnya, Sharon membuka pintu mobil dengan perlahan. Beruntung, pintu tersebut tidak dikunci dari luar. Sehingga bisa ia buka dengan mudah tanpa perlu bersusah payah seperti Mars dan Shi ketika memindahkannya ke dalam mobil tadi.

Di luar, langit jingga masih menaungi dirinya. Sejenak, Sharon menengadahkan kepalanya. Ia pun kembali melamun. Entah apa yang ia lamunkan. Namun, lebih baik jika dirinya berhenti melamun. Masalah yang ada harus dihadapi, bukan dilamunkan.

Tatapannya ia kembalikan ke depan. Tepat ke arah pintu rumah Halu yang tampak adem ayem. Yang justru menarik kecurigaan Sharon.

Gadis itu pun melangkah masuk ke dalam. Benar sesuai dugaannya, pintu rumah itu tidak terkunci. Seolah-olah memang didesain untuk memudahkan maling masuk ke dalam. Tetapi, apa yang bisa dicuri di dalam sana?

Mengabaikan hal itu, Sharon kembali fokus dengan apa yang ada di hadapannya. Ruang tengah tampak terang benderang. Semua perabotan rumah Halu masih berada di tempat yang sama. Namun, persamaannya adalah keheningan yang kembali menyapanya.

Apakah mereka pindah rumah? pikir Sharon.

Tentu saja itu tidak mungkin. Mengingat bahwa uangnya saja tidak ada wujudnya. Atau jangan-jangan sebenarnya mereka sudah mengumpulkan uang selama ini dan pergi diam-diam tanpa dirinya? Pikiran-pikiran negatif pun kembali berkecamuk di dalam benak Sharon.

Hei, berhenti nethink.

Namun, pemikiran-pemikiran itu pun dipatahkan dalam sekejap kala Sharon melihat orang-orang yang ia sangat kenal muncul di hadapannya. Juga dengan senyuman di wajah tampan mereka. Dan juga sebuah topi berbentuk kerucut di atas kepala mereka.

Bersama-sama, bibir mereka mengucapkan kalimat yang sama, "Happy birthday, Our Beloved Sharon!"

Dilengkapi dengan bunyi confetti yang diletuskan ke udara, kalimat itu pun dikumandangkan. Terompet pun dibunyikan.

Jujur saja, mereka sedikit tidak rela untuk mengatakan our beloved Sharon. Karena mereka ingin memonopoli Sharon untuk diri mereka masing-masing.

Lalu, mereka menyanyikan lagu Happy Birthday untuk Sharon. Sharon? Oh, gadis itu terlalu sibuk dengan keterkejutannya.

Lilin berangka enam belas terpampang di depan wajah Sharon. Kobaran api yang kecil tampak menari-nari di atasnya. Tentu saja, yang membawa kue itu adalah Satan. Karena ia yang paling dipercaya untuk melakukannya.

"Ucapin dulu permohonanmu, Sharon."

Kata-kata Satan kemudian menyadarkan Sharon. Yang diangguki oleh Diavolo dan juga Chuuya di sebelah kiri Satan.

Sambil memejamkan matanya, Sharon mengucapkan dalam hati tentang keinginannya. Keinginan yang terbaik untuk dirinya sendiri serta dengan orang-orang yang ia sayang.

Setelahnya, gadis itu membuka matanya. Ia meniup lilin itu, lalu mengulum senyumnya. Ia pikir dirinya tidak akan mendapatkan kejutan apapun. Ditambah Sharon sudah menikmati semua keindahan yang jarang ia rasakan. Oh, satu lagi. Lampu yang ada di ruang tengah justru menyala terang benderang. Seharusnya jika ada sebuah kejutan, lampu dipadamkan. Bukan dinyalakan hanya untuk membuat biaya listrik membengkak di bulan depan.

Chuuya yang pertama mendekat pada Sharon. Dengan wajah merahnya yang tampak terlihat jelas, lelaki itu menyerahkan sebuah amplop pada Sharon.

"H-Happy birthday, Sharon," ujarnya kemudian. Gugup? Tentu saja.

Sharon sendiri masih terlalu terkejut untuk sekedar mengambil amplop dari tangan Chuuya yang sebentar lagi akan ia turunkan karena mulai pegal. Atau sekedar untuk mengucapkan terima kasih.

Menyadari jika Sharon belum ada pergerakan sama sekali, kini giliran Diavolo yang mendekatinya. Lelaki itu pun melakukan hal yang sama untuk Sharon. Bedanya, Diavolo melemparkan sebuah senyuman kepadanya.

"Happy birthday, Sharon."

Satan juga ingin melancarkan aksinya. Namun, kue di tangannya mencegah dirinya untuk melakukan hal yang sama. Alhasil, ia hanya memasang raut wajah cemberut.

Bagaikan seorang malaikat, Mars tiba-tiba mendekatinya. Ia mengambil alih kue itu dari tangan Satan. Juga membuat wajahnya sumringah setelahnya.

"Happy birthday, Sharon."

Dengan senyuman di wajahnya, Satan mengulurkan sebuah amplop kepada Sharon. Kini di tangan Sharon terdapat tiga buah amplop dengan warna yang berbeda-beda. Warna merah milik Chuuya, warna hitam milik Diavolo, dan warna kuning milik Satan.

"Terima kasih..."

Akhirnya kata-kata itu diucapkan oleh Sharon. Ia menatap mereka satu per satu. Dengan sedikit mendongak, tentunya.

"Baca yang punyaku terlebih dahulu, ya?" Satan berusaha membujuk Sharon.

"Punyaku dulu." Chuuya yang tidak ingin kalah dengan cepat menukas perkataan Satan.

"Hei, jangan lupakan aku," timpal Diavolo.

Intinya, mereka bertiga kini hanya saling berdebat tentang amplop siapa yang akan dibaca lebih dahulu.

Seolah-olah kejutan itu belum cukup, Sharon kembali dikejutkan dengan bunyi confetti dan juga suara terompet. Tidak hanya itu, sebuah spanduk dibentangkan di lantai dua rumah Halu. Pada spanduk itu, terlihat jelas sebuah kalimat yang menyentuh hati Sharon.

We love you, Sharon. So, so, so much, 'till the end of the world...

Spanduk itu pun diikatkan pada pagar yang membatasi lantai dua dengan tepi lantai itu. Mendadak, penghuni rumah Halu yang lain menampakkan diri mereka.

Mars yang pertama kali memeluk Sharon. Memberikan kehangatan untuknya. Yang kemudian disusul oleh penghuni rumah halu yang lain. Meskipun sifat mereka sering absurd dan kewarasan mereka telah digadaikan ke Pegadaian, ada satu hal yang sama dan tidak akan mereka lenyapkan; mereka sangat menyayangi Sharon. Sangat, sangat, sangat.

"Happy birthday, Sharon."

Mereka mengucapkan kalimat yang sama. Tentunya dengan senyum yang terpatri di wajah mereka masing-masing.

Sudah tidak dapat ia tahan lagi, cairan bening yang berasal dari pelupuk mata Sharon mendadak mengalir. Menciptakan tangis secara mendadak. Juga membuat para penghuni rumah Halu seketika panik. Namun, yang mereka perlu tahu, tangis itu bukanlah tangis yang melambangkan kesedihan. Melainkan sebuah tangis yang menyiratkan kebahagiaan.

Sharon akui, ia sangat bahagia hari ini. Sangat, sangat bahagia.

***

┊ .˚💌  ༘┊͙ Here's your messages ;

> justcallme_shi


Selamat hbd, gws anying
-gak kenal

> susukadaluarsa

Keyanu

Selamat ulang tahun semoga happy birthday

Nikmati hari ultah kamu ya~

> Shaniasukamto

Karena saya ngga tau harus nulis ucapan kek gimana, berakhir saya buat ucapan tak berbentuk,

HBD, we are proud of you(人 •͈ᴗ•͈)
Sekian, terima Louis

Dari Shan yg ngantuk dan bingung mau ngomong apa—

> Rinkusuu

Happy Birthday, Kak Sharon. Wish you all the best. Terima kasih sudah menerima aku jadi bagian dari HaluPro. Semoga apa yang diimpikan terwujud.

> LadyBrownies

Apa ya, tadi ucah ngucapin kan wkwk

Ya udah, aku kasih saran aja biar emaq bisa sering mimpi. Di webtoon, ada episode yang kalau seseorang simpen foto orang lain di bawah bantal yang dibuat tidur, nanti di mimpinya bakal diarahin ke kayak galeri foto gitu dan ada banyak foto orang tapi foto yang boleh diturunin cuma foto yang emaq simpen di bawah bantal aja, kalo fotonya diambil nanti orangnya bakal [sebagian teks menghilang]

Jadi, gitu, met ultah zheyeng

> BadassMochi

Dari Wina tjakep

HBD SHARONNNNNNN!!!! Semoga makin rajin makan, minum, mandi, makin sayang sama keluarga, sama Tuhan juga. One more thing, this is the most important; kita sayang kamu. Banget, malah❤
Intinya, wish you all the best <3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top