Prolog
Zora mengerang, pening di kepalanya semakin meremas. Jangankan berteriak minta tolong, untuk berbisik menguatkan dirinya sendiri saja rasanya tak mampu. Ia dapat merasakan tetes hangat darah bercucuran dari dahi dan belakang kepalanya. Pandangan Zora mulai kabur. Luka yang ia alami cukup parah. Cukup untuk membuatnya putus harapan. Zora mulai terisak, "Apakah aku akan mati di sini?" Hanya kalimat itu yang ada di pikirannya sejak awal. Ia merasa kesempatannya untuk bertahan sangatlah minim. Tangisnya mulai gaduh, memecah kesunyian malam di dalam jurang yang selalu menjadi ketakutan masa kecilnya.
Mulai terbayang semua memori semasa 21 tahun hidupnya. Semua hal yang dapat lewat di kepalanya yang terasa semakin berat. Banyak yang belum ia lakukan, lebih banyak kehilangan dan kegagalan daripada pencapaian yang ia buat. Tak ada kata maaf yang terlintas kepada Mama akan sikap buruknya selama ini. Tak ada kata perpisahan yang pantas untuk Ayah yang sudah berlalu duluan. Hidupnya yang selalu dijuluki "sempurna" oleh dunia sangatlah kosong dan terlalu menyimpan banyak lubang, dengan dirinya yang tak akan pernah bisa menambal rekat lubang-lubang itu.
Dan sekarang, asa untuk melanjutkan dan membenahi hidupnya tak akan bergulir lebih lama lagi. Tak akan ada yang menjemputnya di bawah sini. Tak akan ada seorang pun yang datang selain kematian. Rasa pesimis semakin merebak, Zora pasrah.
Ia tertunduk lesu. Cucuran air matanya berlomba dengan darah segar yang masih mengalir deras dari kepalanya. Nyeri di sekujur tubuhnya sudah tak dapat ia tahan lagi. Jika harus pergi sekarang, tak apa. Ia berusaha mengikhlaskan jiwanya yang tak mau lagi berkompromi dengan raga lemahnya. Matanya memberat. Sekarang saatnya, selamat tinggal dunia. Zora tak punya kuasa lagi untuk tetap membuka kedua matanya yang semakin tak patuh. Dan akhirnya, Zora terlelap. Lelap yang tak tahu kapan akan bangun lagi. Ia menyerah.
...
...
...
Hingga secercah cahaya matahari yang menerpa kasar wajahnya, membangunkannya. Zora terbangun di dalam kamar sempit bercat biru muda dengan banyak hiasan bintang tertempel pada langit-langitnya. Zora terkejut dan segera melompat dari tempatnya. Bagaimana bisa ia ada di sini? Tanpa sengaja, bola matanya teralih ke arah cermin besar di hadapannya. Tak kalah terkejutnya Zora saat melihat sosok lain terpampang nyata di sana. Itu adalah dirinya di masa lalu, dirinya yang masih berumur sekitar 10 tahun. Figur itu juga ikut berteriak saat ia melakukan yang sama.
Apa-apaan ini?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top