3: Cherry, Si Duta Kampus
Word: 1.392
Terbiasa dengan sebutan cantik dan menawan membuat Cherry mudah sekali dikenali di mana pun dia berada, aura unik yang membuat Cherry mudah menjadi pusat perhatian. Baik hati dan ramah itu julukannya sejak dulu, semua orang tahu kalau Cherry benar-benar jarang sekali berpikir buruk terhadap seseorang. Memang, tidak hanya wajah saja yang cantik tapi juga hatinya benar-benar membuatnya cantik luar dan dalam.
Rambut kecokelatannya terpapar sinar matahari membuat lelaki di sebelah Cherry buru-buru meletakkan tangannya di atas kepala Cherry. Diam-diam Cherry menahan senyum, melihat tingkah kekasihnya itu. Cherry merasakan banyak suara cuitan dan teriakan gemas bergema di sekitarnya. Yah, jangan salahkan Cherry yang memang dikenali banyak orang karena sifatnya yang ramah dan lagi, tahun ini dia baru saja memenangkan predikat Duta Kampus mengalahkan para gadis-gadis cerdas dan pintar di kampusnya.
Lalu siapa lelaki kurang ajar yang berani menyentuh kepala sang Putri ini? Tentu saja dia Johan, anak semester akhir jurusan manajemen bisnis yang juga memenangkan predikat Duta Kampus. Benar sekali, mereka adalah pasangan Duta Kampus yang kini menjadi sepasang kekasih. Si Johan yang super tampan dan terkenal cool karena tidak banyak bicara dan cenderung tidak peduli sekitar, benar-benar tipikal idaman para gadis di kampusnya. Dari yang sepik-sepik ringan sampai blak-blakan, gak ada yang berhasil menyentuh si raja es batu ini, hanya satu orang. Tentu saja, Cherry. Itu pun, Johan yang mengejar Cherry sampai membuat heboh satu kampus dan sempat muncul klub pembenci Cherry—Yah, tentu saja isinya gadis-gadis yang ditolak Johan.
"Jangan gitu, diliatin orang-orang. Malu banget." Cherry berusaha melepaskan tanagn Johan yang berada di atas kepalanya.
"Kenapa peduliin kata orang? Kan aku gak mau kamu kepanasan, Bae." Suara Johan yang lumayan keras terdengar oleh para lelaki yang asyik nongkrong di dekat pagar kampus.
"Aduh, Bae, gue kepanasan nih, Bae," ejek seorang lelaki bernama Ivan. Cherry kenal lelaki itu, anak semester enam yang banyak mengulang materi di semesternya. Cherry sering melihat Ivan duduk di pojokan belakang dan diam-diam menghirup vape hingga baunya memenuhi satu kelas. Kesukaannya menghirup vape aroma Cherry, maksudnya benar-benar buah Cherry, bukan parfum seorang Cherry.
"Ih, Bang Ivan," rengek Cherry. Yah, Cherry memang sering mengobrol dengan Ivan meskipun Ivan terkenal sangat bandel sekali. Gina bahkan sering mengomeli Cherry yang mau-mau aja disuruh Ivan untuk memfotokan jawaban tugas.
"Maklumin, Cher, Ivan kan jomblo, kurang belaian," sahut lelaki di sebelah Ivan, sembari menoyor kepala Ivan. "Sorry ya, Bro Johan. Temen gue emang rada-rada."
"Cariin jodoh makanya, Bang Roy." Cherry balik menggoda Ivan yang sudah melirik-lirik Cherry dengan tatapan cari-mati-ya-kamu. "Duh dipelototin, atut gue," goda Cherry.
Johan menggandeng Cherry masuk ke dalam kampus, tidak mengindahkan celotehan Ivan dan Roy. Cherry bisa mendengar Roy mengatakan sombong meski agak samar-samar. Dia pun merasakan hal itu, Johan terlalu sombong. Namun, Cherry tidak bisa protes karena memang Johan lahir dari keluarga kaya raya yang setiap ke kampus, mobil yang dinaiki itu BMW. Bahkan pakaian-pakaiannya pun lebih mahal dari pakaian Cherry yang beli di online shop dan kalau punya duit banyak baru mampir ke H&M buat beli satu piece pakaian branded.
"Kamu gak usah gaul sama orang-orang kayak gitu, Bae. Dilihat orang tuh gak enak loh, beneran. Bukannya aku ini pilih-pilih, ya, tapi kalau kamu main sama orang kayak gitu tuh nilaimu di mata orang jadi sekelas mereka," kata Johan sembari menatap dua mata Cherry. Benar-benar menghipnotis semua pikiran Cherry. Ke mana Cherry yang suka beramah-tamah ke semua orang? Kini, diam-diam, Cherry merasa mungkin ucapan Johan benar.
"Iya, Bae, sorry ya, kamu pasti gak nyaman tadi."
"It's okay, Bae. Ya masih mending kamu main sama Gina, cuma coba sekali-sekali kamu join sama temen-temennya Vanessa. Kalo sama Gina tuh kayak kasihan dia, kebanting sama kamu yang keren gini, lagian kamu gak pengen punya temen-temen yang sekelas kamu? Kayak Vanessa sama temen-temennya gitu." Hm, okay, kali ini Cherry terdiam. Berusaha memahami maksud omongan dari Johan. "Aku gak bilang temenan sama Gina tuh gak baik, cuma gimana ya? Dia tuh gak peduli penampilannya, gayanya kayak cowok banget, beda sama kamu gitu, Bae. Hm?"
Cherry tersenyum kaku. "Ya, Bae. I know. Eh, kamu gak bimbingan skripsi? Udah jamnya, kan? Aku juga mau kelas, nih."
"Oh ya, bener juga. Aku duluan ya, Bae. Aku gak usah anter kamu ke kelas, ya?" tanya Johan sembari berlalu pergi tanpa menunggu jawaban Cherry.
Cherry mengambil ponsel mencari-cari nama Gina. Hm, sepertinya Gina harus tahu masalah ini sebelum kondisi mental Cherry benar-benar dipenuhi dengan Johan, Johan, dan Johan. Cherry tahu, dia mulai kehilangan akal sehatnya, seperti mengikuti sosok Johan yang terlihat maha benar. Cherry tahu kalau dia mengatakan semua ini pada Gina, mungkin saran putus akan dia dengar, tapi ....
"Cher!"
Cherry berbalik mencari asal suara dan menemukan seorang gadis berambut hitam yang diikat ekor kuda, dengan kaus merah baseball favoritnya yang dia padukan dengan ripped jeans. Memang khas Gina sekali. Di sebelahnya, lelaki dengan kemeja kotak-kotak super bossy dan jeans gelap yang tampak tidak senada, tampak sibuk dengan ponselnya. Cherry bisa mendengar ada suara bising dari ponsel itu dan disusul seruan, "Legendary." Yah, Cherry bisa menebak Dimas sedang sibuk dengan game mobile legend kesukaannya.
Dua hari yang lalu, Cherry menjadi teman cerita Gina tentang hubungan pasif keduanya, tapi kini melihat keduanya sedang berjalan berdampingan seolah tidak ada masalah membuat Cherry benar-benar prihatin dengan Gina yang dengan hebatnya menutupi itu semua. Semakin diperhatikan, cerita Gina tentang Dimas yang itu benar. Entah mengapa, dulu melihat Dimas sangat peduli dengan Gina, apapun pasti diperhatikan. Cuma sekarang? Masa pacarnya ditinggal main game. Memangnya gak ada waktu lain buat main game, ya?
Cherry menghampiri Gina dan Dimas sembari melirik Dimas dan Gina bergantian. Gina yang sadar arti lirikan Cherry hanya mengedikkan bahu tidak peduli.
"Mabar teros!" sindir Cherry. "Pacar lo digebet cowok lain juga pasti lo tetep mabar. Hidup mati mabar! Kawin sana sama game." Meski terdengar sangat sarkas, tapi karena diucapkan oleh Cherry dengan nada super riang membuat Dimas tidak menyadari makna sindiran Cherry.
"Bi, tolong bawain tasku ke kelas, dong. Gue mau ke kantin bentar beli minum," ucap Dimas sembari menyerahkan tas ransel ke Gina. Benar-benar tidak peduli dengan ucapan Cherry. "Ke kelas duluan ya kalian. Duduk belakang aja, ya."
Gina memutar bola mata, tapi juag tidak menanggapi ucapan Dimas. Kalau dulu, pasti hal ini sudah membuat mereka bertengkar. Sayangnya, Gina sudah lelah untuk bertengkar, rasanya sudah capek dengan semua ini.
"Lo okay?" tanya Cherry yang bisa merasakan kalau Gina sedang bete.
"Okay, kok. Sudah biasa. Lo sadar gak kalau dia udah gak pake aku-kamu lagi ke gue?"
Cherry yang sebelumnya tidak sadar, menjadi sadar kalau benar Dimas benar-benar berubah seratus persen. Yah, maksudnya, memang Dimas cuek dengan semua orang, benar-benar tertutup dan hanya bicara seadanya. Hanya saja, selama ini dia selalu tampak super-super baik hati kalau dengan Gina. Selalu pakai aku-kamu, selalu gandeng tangan Gina, bahkan meminjamkan jaket untuk Gina saat naik motor. Mirip-mirip lelaki yang cukup-lo-aja-yang-spesial- tidak-ada-yang-lain. Itu dulu yang membuat Cherry iri setengah mati dengan Gina, memang Dimas memiliki tampang biasa-biasa saja. Meski Gina yang tomboy tapi ditanya masalah cantik, jelas Gina cantik tapi tidak pernah dipoles. Dimas mendapatkan Gina itu benar-benar jackpot, menurut Cherry.
"Si gila itu pikirannya ke mana, sih? Lo cakep kayak gini di sia-siain. Dia putus sama lo, belum tentu dapet sesempurna lo. Ih kesel gue, serius! Orang-orang ini kenapa, sih? Gak bisa lihat lo yang super paket lengkap gini, ya?" Cherry mencak-mencak saking kesalnya. Bukan hanya pada Dimas, tapi juga Johan. Cherry sudah mengenal Gina sejak mereka kelas delapan SMP, mejadi teman sebangku. Meski awalnya, Cherry yang punya predikat anak baik-baik, agak takut dengan Gina yang punya tampang tukang bully. Semua pikiran itu langsung terpatahkan dalam dua hari, Gina memberikan contekan saat ulangan matematika, dia melihat Cherry yang hampir menangis karena tidak bisa mengerjakan soal ulangan. Meski agak keras kepala, Gina benar-benar punya hati super lembut. Dan demi apapun, Cherry gak akan pernah meninggalkan Gina sebagai temannya.
"Kok lo yang emosi? Ada yang ngatain gue?" tanya Gina seolah bisa membaca pikiran Cherry.
Cherry berdecak kesal sembari berjalan mendahului Gina. "Gak tahu, ah, gelap! Gue kesel banget! Nanti sore ke cafe, yuk? Berdua aja."
Gina hanya mengangguk menyetujui. Tuh, kan, Gina memang super baik! Pikir Cherry.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top