virgo

"Jadi kamu pilih dia atau aku?"

"Gak keduanya. Aku cuma ingin mati!"

Plak!

Tamparan keras mendarat dengan telak di pipi pria itu. Seketika pipi kanannya memerah, panas. Pandangannya masih melayang jauh saat medapati dia dan tujuh orang yang lain terjebak dalam bus karyawisata. Perjalanan yang mereka nanti-nantikan kini menjadi bencana.

"Charlotte!"

Plakk!

"Kamu bego atau idiot? Kita kan sudah gak bisa jalan, kenapa kamu malah bikin masalah?" ucap pemuda berambut pirang yang sedari tadi melihat pertengkaran temannya.

"Bukan keduanya, aku imbisil! Puas!" jawab Charlotte angkuh.

"Ehm! Kurasa ini bukan waktu yang tepat untuk bertengkar."

Seketika mereka terdiam mendengar suara dari pemandu wisata. Kharisma yang ia miliki begitu besar hingga mampu membuat mereka tersihir dan mengikuti segala tutur katanya. Wanita itu berkacak pinggang. Sepasang matanya menatap para peserta karyawisata tajam.

"Ann, apa yang kau lakukan dengan radio butut itu?" tanya si pemandu pada gadis berkacamata yang sibuk dengan radio bus.

"S.O.S!" Anne terus berkutat dengan pemutar frekuensi. Jarinya terus memutar tombol itu dengan seksama. Tak ada yang terdengar dengan jelas. Hingga Anne mulai lelah mencari, tiba-tiba suara serak terdengar.

Welcome to my game! Hahaha! Ah betapa indahnya wajah kalian sekarang. Aku menyukainya, sangat menyukainya. Pasti kalian bertanya-tanya, kenapa kalian bisa terjebak dalam bus ini? Hahaha! Baiklah akan kuberi kalian tiga petunjuk :

1. Tiga di antara kalian sudah mati, bukan mati seutuhnya tapi jiwanya yang sudah mati. Siapakah mereka? Tidak-tidak-tidak, kalau kuberi tahu, permainan ini gak seru!

2. Karena tiga orang tadi sudah mati, maka aku beri hadiah pada mereka. Hahahaha! Kalau kalian gak bisa menyelesaikan permainan ini, KA-BOOM! Kalian akan meledak bersama dengan bom waktu yang mereka bawa. Jadi, berhati-hatilah hahaha!

3. Dalam waktu 4 jam dari sekarang .... Berburulah! Cari kesalahan pribadi dari semua yang ada di sini. Kalian boleh melakukan apapun! Mencabik, menerjang, menusuk, lakukanlah sesuka kalian! Siapa yang bertahan sampai waktu berakhir, dia akan bebas! Baik itu yang sudah mati atau yang masih hidup! Berburulah!
Hahaha aku senang sekali melihat wajah kalian saat ini.
Ah! Aku melupakan satu hal! Aku ada di antara kalian semua! Hahahaha semoga beruntung.

Bzzztt~

Seketika radio yang diutak-atik Anne meledak setelah suara aneh tersebut berhenti. Pandangan mereka saling bertautan satu sama lain. Anne hanya melongo sesaat. Wajahnya yang gosong membuat beberapa dari orang disitu tertawa. Anne melotot tajam dan membuat mereka terdiam lagi.

"Apa maksudnya ini?" tanya si pemandu.

"Jangan pura-pura bodoh dong, Kak!" Seseorang menyela pertanyaan wanita itu.

"Kakak kan yang nyiapin ini semua? Berpura-pura menjadi pemandu lalu meneror kita? Basi!" lanjut seseorang yang lain.

Crasss!!

Bau anyir darah semerbak menyelimuti interior bus. Dua orang yang tak bersalah dan tak tahu apa yang jadi masalah, tersayat pisau kecil tepat di bagian leher. Senyum puas tergambar di wajah Jay. Anne, si pemandu, Charlotte, Garry, dan Lucy hanya tertegun melihat kejadian barusan. Segera saja Lucy memuntahkan isi perutnya.

"A-apa yang kau lakukan, Jay?" Garry menerkam pria itu ketakutan. Dipukulkannya bahu Jay ke lantai bus.

"Hanya memudahkan permainan saja."

"Memudahkan permainan katamu?! Keparat kau!"

Senyum tipis tersungging di raut muka Jay yang saat itu ditindih oleh Garry. Dengan sedikit gerakan kuncian, Jay segera mengubah posisinya. Garry meringis kesakitan saat tangannya mendapat kuncian erat dari Jay.

"Dengar! Aku gak butuh second player seperti mereka, aku hanya butuh main player. Kalian berlima alasan kenapa kejadian ini terjadi!" ucap Jay berapi-api penuh kebencian.

"Tunggu dulu, berlima? Aku hanya seorang pemandu, kenapa kau ikut menghitungku?"

"Diam kau wanita tua! Aku masih belum bisa memaafkan perbuatanmu musim lalu!"

Pemandu itu terdiam lama. Jay tak kunjung melepaskan kunciannya pada Garry. Perlahan Jay tusukkan pisau kecil yang dia bawa ke lengan Garry. Teriakan pemuda itu menggema. Jay hanya tersenyum puas.

"Kurasa kau bukan si mayat," ujar Jay pada pemuda di bawahnya yang tengah menangis kesakitan.

"Bagaimana kau tahu?" Charlotte membuka mulutnya setelah cukup lama terdiam.

"Hoo! Jadi kau tertarik ya nona? Hmm, dia tak punya benjolan seperti ini di lengannya." Jay segera membuka lengan bajunya yang panjang, atau lebih tepatnya merobek baju dengan paksa. Sebuah benda seperti benjolan nampak menghiasi lengan bertatonya.

"Ah, aku tak tau siapa yang membuat permainan ini. Tapi jujur saja, aku sangat menyukainya." Jay tertawa sesaat lalu ia pun melanjutkan kalimatnya. "Akhirnya aku bisa membalaskan dendamku pada kalian berlima! Hahahaha!"

"Tunggu dulu, apa maksudmu Jay? Balas dendam? Untuk apa?" Anne sedikit menyela ucapan pria itu.

"Be-benar! A-apa masalahmu dengan kami?" tambah Lucy dan si pemandu bersamaan.

Charlotte terus mengamati tingkah laku mereka dengan seksama. Ia merasa ada yang ganjil di antara mereka berlima. Tak ada satu pun dari mereka yang ia kenali. Segera ia bergerak mengarah dua mayat yang sudah tergeletak.

Ada yang mengganggu pikiranku? Tapi apa?

Charlotte membatin manakala tangannya menyentuh luka di leher mayat. Darah terus mengalir perlahan, namun anehnya itu hanya terjadi pada salah satu mayat. Charlotte terus berpikir tajam, mencoba menelaah tiap petunjuk yang tertera.

KYAAAA!!!

Lucy berteriak kencang tertahan, saat paku tajam berkarat yang mengintip dari dalam dinding bus menancap pada punggungnya. Anne terkekeh pelan. Matanya yang kosong menatap tajam Lucy. Tangannya mendekap mulut Lucy, telinganya begitu jengah mendengar suara Lucy semenjak awal perjalanan.

"Kau tau, aku sudah tak menyukaimu dari dulu. Kau telah merebut Garry dariku, bitch!"

Mata Lucy semakin terbuka lebar, saat tangan Anne mendorong tubuhnya dengan kuat. Tangan kiri Anne perlahan menuju leher Lucy, mencengkramnya kuat hingga menimbulkan luka kecil yang segera membengkak.

"CUKUP!"

Teriakan Charlotte membuat mereka berdua berhenti sejenak. Jay dan Anne memandang gadis itu nanar.

"Kalian psikopat!" si pemandu ikut berteriak tepat di sebelah Jay. Langsung saja Jay menyambut teriakan dengan tikaman pisau tepat di ulu hati si pemandu.

"Bukannya kau ingin mati? Aku kabulkan permintaanmu. Permintaan yang kau ucapkan musim lalu di Gunung Rottensburg. Saat kau mendorong adikku ke jurang! Ingat! APA KAU MENGINGATNYA?! Kurasa tidak, kurasa kau tak mengingatnya ...."

Jay terdiam sejenak. Tangannya seakan tak memiliki rasa puas saat menikam wanita itu di beberapa titik vital. Si pemandu tergolek pasrah, napasnya sudah menipis, badannya bergetar hebat, juga pandangannya yang kembali ke masa yang diceritakan Jay. Saat itu dia berdiri di pinggir jurang bersama seorang gadis muda. Setelah dia mencumbunya dan memperlakukan gadis itu secara spesial, entah karena tanahnya yang licin atau emang sengaja ia lakukan. Tangannya mendorong gadis muda itu hingga keseimbangan si gadis menghilang dan terjatuh ke jurang yang dalam. Tersirat kepuasan di balik senyumnya yang tipis. Penyesalan tak lagi menjadi hiburan baginya. Kini ia tak mampu lagi untuk berdiri ataupun bernapas seperti sedia kala. Ini akhir yang pantas bagi si pemandu pemilik nafsu pada gadis-gadis belia.

"Kurasa tinggal kita bertiga saja," celetuk Anne di sela-sela kegiatannya menjilati darah gadis yang tergolek lemas di bawah kakinya.

"Baru 2 jam waktu yang telah kita lewati sejak pengumuman tadi. Mari kita duduk manis dulu dan minum teh bersama!" tawar Anne pada Charlotte dan Jay.

"Apa motifmu melakukan hal ini, Ann?" tanya Jay.

"Aku tak menyukai gadis ini dan pria yang kau bunuh disana."

"Begitukah? Kau berhutang nyawa padaku, dan sebentar lagi aku akan mencabut nyawamu! Anne!"

Charlotte masih berdiam diri melihat mereka berdua. Sekilas cahaya, suatu pemikiran terlintas di benaknya. Dengan mantap, dia menunjuk Anne dan Jay.

"Kalian berdua si mayat! Benar kan?"

"Kau juga si mayat, bodoh!" cela Anne.

"Bukannya kau senang dengan yang kami lakukan pada mereka?" tambah Jay mengikuti kalimat Anne.

"Aku melihatmu dari tadi. Kau terus mengamati kami dengan senyum kepuasan. Kau pikir kami tak tau?" lanjut Jay yang kini berjalan ke arah Charlotte.

Sesaat kemudian kedua dahi milik Jay dan Charlotte saling bertemu. Mata mereka saling memandang dalam. Sebuah tamparan telak mendarat dengan mulus di pipi Jay. Pria itu hanya tersenyum tanpa arti dan segera menghampiri Anne.

"Kita lihat siapa yang paling bersalah disini. Antara aku atau kau!" teriak Jay yang kini sudah berada ada jarak serangnya menjangkau Anne.

Triingg!! Jleb! Jleb!

Charlotte tertawa tertahan. Tangannya tak henti-hentinya memukul bangku di sandingnya. Setelah cukup lama ia terdiam, tawanya meledak begitu melihat mayat Jay dan Anne yang saling tusuk-menusuk dengan pisau masing-masing menancap tepat di jantung. Charlotte mendekat dan duduk bersimpuh di atas tumpukan dua mayat itu.

"Kalian tau? Sebenarnya, akulah penyebab insiden kecelakaan di Gunung Rottensburg musim lalu. Akulah yang mencuri Garry darimu Anne. Akulah yang menghipnotis pemandu itu untuk membuang adikmu Jay. Karena apa katamu? Hahaha!! Aku sangat suka kalau kalian semua bertengkar. Hahaha!"

Charlotte menghentikan tawanya dan menatap tajam sudut belakang bus. Merasa ia mendapat perhatian dari Charlotte. Pria itu pun bangkit setelah menyeka darah di lehernya. Pria itu tersenyum lebar.

"Selamat telah mengakhiri permainan ini! Ternyata yang mati memang paling berbahaya daripada yang hidup!" ujar pria itu senang.

"Terserah kau saja! Aku hanya ingin hadiah yang kau janjikan!" balas Charlotte dingin.

"Sebenarnya tak ada bom yang ku pasang pada kalian, jadi jangan mengkhawatirkan itu. Semua yang ku katakan melalui radio tadi bohong. Itu hanya pemicu hipnotis yang telah tertanam pada Jay dan Anne seperti yang kau mau. Kau benar-benar jahat!! Hahaha!"

"Baguslah kalau memang tak ada bom!"

Charlotte melenggang pergi. Tangannya membuka pintu bus yang tadi tak bisa terbuka dengan mudahnya. Sebuah ruangan simulasi menyambutnya, terdapat tombol merah di samping pintu keluar ruangan. Segera saja ia tekan tombol itu, menghilangkan jejak sebelum polisi mengetahui tempat ini.

Booom!!

Bus itu meledak bersama dengan mayat-mayat disana. Charlotte menghela napas panjang, lega karena permainan yang ia buat telah berakhir. Ia juga tak ingin pria aneh itu untuk tetap hidup, begitu yang ia pikirkan. Namun sebuah tepukan di pundaknya membuat dirinya terkejut setengah mati.

"K-kau? B-bagaimana bisa lolos dari ledakan bus itu?"

"Hahaha! Kau memang jahat Charlotte! Ikutlah denganku, aku akan membawamu ke permainan yang lebih menyenangkan dari ini. Aku akan menyediakanmu tempat bereksperiman dengan kematian yang kau inginkan. Hahaha! Bagaimana kau ikut?"

Charlotte terdiam namun tangannya secara refleks menyambut uluran tangan pria itu.

"Siapa namamu, tuan?"

"Hahaha! Perkenalkan namaku Tedros. Mari kita buat permainan yang lebih menyenangkan dari ini."

"Dengan senang hati!"

--------------- end ------------

Note :
Loh loh loh, kok ada nama Tedros di akhir?
Hahaha thanks to queenorax yang udah meminjamkan karakter Charlotte n Tedros...
Ya, cerita part ini sekaligus spin-off dari Nightfall Witch, hahaha!

Thanks buat yang udah baca, kuharap kalian menantikan dosa dosa dari zodiak yang lain...

Ps : coba tebak dosa apakah yang virgo lakukan disini?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top