5. Yang tersembunyi
Siapa yang akan tau perasaanmu, kalau bukan kamu sendiri.
🌸
“Bon cabee, eh Ger! Di mana lo?”
Suara Sandi menggema di sepanjang koridor kelas. Anak itu rusuh berjalan di antara murid-murid lainnya, sibuk mencari keberadaan Geren.
“Yuhu! I’m coming.” Lagi-lagi Sandi teriak heboh ketika tiba di kelas IPS-4, dan langsung meluncur ke kursi belakang.
“Ck! Berisik lo,” decak Geren kesal merasa gendang telinganya hampir pecah.
“Ger, Ger. Lo tau nggak?” tanya Sandi lalu mendudukkan diri di atas meja sambil bergaya aneh. Telunjuk dan ibu jarinya di letakkan di bawah dagu seakan tengah berpose. “Ger! Gue lagi ngomong elah. Lo denger nggak sih?”
“Apaan sih. Resek lo, ah,” sahut Geren malas. Ia terlalu fokus dengan handphone-nya. “Mati, lo. Mampus!” umpat cowok itu keras karena berhasil membunuh salah satu cacing dalam game Worms Zone.io yang dimainkannya.
Sandi merasa diabaikan. Tetapi masih saja melanjutkan ocehan, berharap Geren akan kepo perihal kedatangannya pagi ini.
“Ger! Gue lagi bahagia nih. Lo tau nggak?”
“Wohoo! Gila gue dapet sejuta, San,” teriak Geren lebih heboh karena berhasil mendapatkan skor tinggi dalam game tersebut. Cowok bersurai hitam itu tak sekalipun peduli dengan Sandi, dan terus bersorak kegirangan. Sampai-sampai beberapa murid di kelas menoleh keheranan.
“Astaga! Punya temen satu aja. Tapi nggak guna sama sekali,” sindir Sandi merasa kecewa. Padahal ia ingin berbagi kabar baik karena hatinya sedang berbunga. Walau cuaca di luar tengah mendung. Sebaliknya, Geren malah membuat Sandi terkejut tiba-tiba.
“Ah! Goblook!”
“Apa, lo?”
Sandi mendelik saat Geren membanting iPhone-nya ke atas tas. Ia pikir karena ucapan barusan, Geren marah. Ternyata anak itu kesal sampai ke ubun-ubun lantaran game over dalam bermain game.
“Tadi lo ngomong apa?” tanya Geren setelah tidak berniat melanjutkan permainan. Satu alis matanya terangkat menunggu jawaban.Tentu Sandi antusias dan segera membeberkan kabar yang sejak tadi tertahan.
“Lo tau nggak?”
“Bego. Mana gue tau. Lo langsung ngomong aja kenapa sih, pake nanya-nanya, kaya cewek aja.”
“Ehe, maap Mas. Jangan marah-marah dulu dong. Tadi ya, gue … liat,” kata Sandi sengaja menjeda perkataannya, “penasarankan, hmm.”
“Nggak! Awas lo kalo nggak penting ya,” ancam Geren memperingati temannya itu. Sungguh ia malas meladeni Sandi yang tidak jelas, dan ingin sekali mencekiknya sampai tewas.
“Tadi gue ketemu Jasmine,” jelas Sandi riang, dan langsung mendapat bogem mentah dari Geren. “Aak! Sakit nji-“
"Cuih."
“Ngapa lo mukul gue?”
“Nggak penting info lo.”
“Lo, ini manusia bukan sih. Gue kan lagi bahagian, Ger. Masa lo nggak ngerti juga. Ah jomblo kaya lo mana taukan,” cakap Sandi mendengus kesal. Memang tidak ada gunanya bicara dengan orang macam Geren.
“Berisik, lo.”
Seketika Geren bangkit dari kursi, ingin beranjak ke luar kelas. Namun, seorang siswi yang baru saja datang langsung berhambur mendekati cowok tersebut. Dengan gayanya yang gemulai, cewek itu menyapa ganjen.
“Pagi, Geren,” sapa Michellia langsung duduk di kursi sebelah kiri Geren.
Dia sering dipanggil Misel. Tanpa malu apalagi canggung, siswi itu menawarkan sarapan paginya yang sengaja ia bawa dari rumah. Dengan cepat Misel membuka Tupperware berwarna oranye miliknya.
“Lo, mau juga Ger?”
Geren cuma melirik sesaat tanpa menanggapi kebaikan cewek tersebut. Lantas ia berlalu keluar kelas. Berbeda dengan Sandi yang antusias mendekati Misel. Cowok yang tak tahu diri itu siap mencomot potongan sandwich di atas meja. Tetapi langsung dihadiahi pukulan keras di tangannya.
“Mau ngapain lo?”
“Minta dikit aja napa, Sel. Belum sarapan gue, yah?”
“Nggak ada buat lo, San,” cibir Misel enggan memberikan sedikit pun bekalnya.
“Cih. Pelitnya. Tadi lo nawarin ‘kan?”
“Iye. Tapi bukan lo, Sandi. Udah ah sana lo. Jangan ganggu. Gue mau makan.”
“Dasar cewek julid. Apa bedanya gue sama Geren, elah. Sama-sama cowok, Sel.”
“Bodo.”
Misel tidak peduli. Lalu melanjutkan makan, yang ada dalam kepala Misel hanyalah Geren. Manusia batu yang tidak seharusnya diperhatikan. Sebab, ada satu makhluk seperti Sandi tengah haus belaian. Lantaran Sandi terus medumel karena dilanda keirian.
“Sok kegantengan juga bon cabe tuh. Coba aja Jasmine kaya Misel, huh. Gue kurang apa coba? Ganteng, so pasti. Pengertian apalagi. Perasaan udah perfect.”
Sandi yang sudah ngiler, tidak bisa menahan diri untuk membajak bekal Misel. Setelah menunggu momen yang tepat, ia mengambil satu sandwich secepat kilat. Lalu kabur ke luar kelas, menghindari amukan si empunya makanan.
“Sandi!” Gue sumpahin lo jomblo seumur hidup,” pekik Misel naik darah sambil melempar sumpah serapah.
Sayang, Sandi sudah hilang dan tak mendengarkan ocehannya barusan.
🌸🌸🌸
“Kenapa, Jas?”
Baru saja Jasmine bergidik sendiri. Entah apa yang membuat bulu kuduknya berdiri. Mungkin, seorang tengah membicarakan tentang dirinya.
“Nggak papa, Zin. Seharusnya gue yang nanya gitu.”
“Aku baik, kok. Cuma lecet gini,” tutur Zinni mengelus dahinya yang dibalut plester.
“Cuma, kata lo. Kalo tadi lo nggak ngalangin, udah gue cakar-cakar tuh anak. Pasti sengaja tuh,” ketus Jasmine masih kesal kala mengingat kejadian tadi.
“Kok mikirnya gitu sih, Jas. Udah yuk ah, balik ke kelas.”
“Ya, gimana, Zin. Gue gereget banget loh. Dia nggak minta maaf juga kan?” Jasmine mengomel tidak terima. “Jangan bilang di rumah juga gitu?”
Diam.
Zinni hanya menolehkan kepala, dan menyahut singkat, “Kamu ngomong apa sih? Ya, udah aku duluan.”
“Zin, Zinni! Kok lo nggak jawab?”
Panggil Jasmine lantang. Ingin menuntut jawaban, tetapi Zinni lebih dulu kabur meninggalkan cewek tersebut. Zinni terus berjalan semakin jauh. Kemudian ia menghilang di undakan tangga menuju kelasnya di lantai dua, sedangkan Jasmine berbalik menuju gedung yang berbeda.
Sebelumnya, di jam istirahat.
Seperti biasa, Zinni dan Jasmine telah selesai makan siang di kantin. Keduanya juga sudah puas menghabiskan jam istirahat. Saatnya untuk kembali ke kelas, setelah bel berbunyi semenit yang lalu. Sayangnya, ketika mereka tiba di lapangan. Sepersekian detik sebuah bola basket menghantam Zini, tepat pada bagian dahi. Sampai-sampai cewek itu terjungkal malang, dan terhempas ke belakang. Entah dari mana asal bola itu datang. Yang pasti, sukses membuat Zinni puyeng dan mendaratkan pantatnya secara tidak baik.
“Zin!”
Jasmine berteriak keras bersamaan dengan jatuhnya Zinni. Sontak semua anak yang melihat kejadian tersebut turut kepo. Bahkan beberapa anak malah bersiap dengan gadget-nya, niat ingin merekam. Tetapi, langsung dihadiahi bentakan oleh Jasmine. Terkadang manusia itu lucu. Banyak hal penting yang bisa dilakukan, tetapi malah berlaku sia-sia.
“Lo nggak papa?” yang ditanya belum menyahut. Zinni memegangi kepalanya yang terasa berputar, dan berusaha bangun.
“Zin, sadar? Ini berapa? Lo tau gue siapa?” berondong Jasmine dengan tiga pertanyaan sekaligus, sambil membantu sahabatnya berdiri.
“Dia nggak bakal gegar otak, cuma karena ketimpuk bola,” tutur Geren yang tiba-tiba datang.
“Lo. Oh, jadi itu lo yang ngelakui-“
“Jas! Lo nggak papakan?” Sandi menyela begitu saja. Setelah menyusul Geren.
“Astaga! Bukan gue yang kena. Noh, liat jidat Zinni,” jelas Jasmine mencak-mencak seraya menunjuk dahi Zinni yang memar, “gara-gara lo berdua ini.”
“Syukurlah.”
“Lah, maksud lo apa bilang gitu? Nggak waras lo.”
“Eh, bukan gitu Jas. Gue kira lo tadi yang ketimpuk bola. Dengerin dulu atuh.”
“Minta maaf sekarang lo berdua,” suruh Jasmine melotot pada Geren dan Sandi.
“Udahlah, Jas. Aku nggak papa kok,” kata Zinni setelah merasa baikan. Ia ingin menyudahi keributan kecil tersebut. Pasalnya, hampir semua anak di sekitar mereka ramai menonton. Zinni hanya tidak ingin memperpanjang masalah yang menurutnya sepele. Akan tetapi, Jasmine tidak berniat menurut. Dia malah memandang sarkas siswa-siswi di sana.
“Kalian semua pada ngapain, huh? Bubar-bubar, malah nonton. Dikira apaan coba.”
“Jas, ayok udahlah. Balik ke kelas yuk, ntar kita telat loh.”
“Mana bisa, Zin. Mereka aja belum minta maaf kok.”
“Aku nggak papa, Jas.”
“Nah, tuh orangnya juga biasa aja kali. Berisik amat lo,” sindir Geren tidak peduli.
“Heh! Lo anak s*tan. Enak aja kalo ngomong.”
Geren tak merasa bersalah. Dan mengabaikan celoteh Jasmine, juga tatapan beberapa murid yang melintas. Anak itu cuma melirik sedetik pada Zinni, kemudian berlalu dari sana setelah memungut bolanya.
Geren acuh tak acuh melihat masalah yang dibuat olehnya. Ia beranggapan jika dirinya tidak melakukan kesalahan. Sebab, Geren mengklaim semua hanya kebetulan yang tidak disengaja. Walaupun seandainya sengaja, mungkin Geren juga enggan meminta maaf. Baginya, sudah biasa melihat Zinni demikian. Sehingga hatinya tak mudah tersentuh.
“Jas, udah, Jas,” tahan Zinni dan dibantu Sandi untuk menenangkan cewek tersebut.
“Tapi, Zin. Dia …,” keluh Jasmine tidak terima sambil menatap kepergian Geren sinis. Dia malah lupa jika Zinni yang seharusnya diutamakan. “Ayo ke UKS, Zin. Lo masih di sini, mau ngapain?”
Sandi nyengir, sebelum berujar, “Tahan, kalem Jas. Gue minta maaf ya, Zin. Tadi itu nggak sengaja, beneran. Suwer deh.”
“Halah. Nggak percaya gue. Sana pergi lo.”
“Jas. Udah,” balas Zinni seraya memberi kode pada Sandi untuk segera pergi.
“Sekali lagi gue minta maaf, Zin. Dan mewakili Geren juga. Bye Jasmine. Jangan marah-marah mulu, entar cepet tua ha ha.”
“Awas lo ya!”
.
.
.
Sesampainya di depan kelas, Zinni merapikan poni panjangnya. Supaya dahinya tertutup sempurna. Beruntung di dalam belum ada guru yang mengajar. Sehingga ia bisa langsung memasuki ruangan tanpa masalah. Pasalnya karena kejadian tadi, ia sudah terlambat lima menit.
“Zin, dari mana?”
“Eh ... tadi, dari WC,” jawab Zinni senatural mungkin. Jika tidak, Makki akan curiga.
“Kamu kenapa? Lama amat baru masuk. Sakit perut lagi?”
“Heum, iya sakit perut dikit nih.” Zinni tersenyum garing menutupi kebohongannya. Alasan klasik yang sering Zinni lontarkan kala harus berbohong. Lantas Zinni mendudukkan diri di bangkunya.
"Zin."
Makki masih curiga. Sedetik kemudian seorang guru memasuki ruang kelas, dan Zinni bernapas lega lantaran bisa tenang tanpa perlu menjawab pertanyaan lebih banyak lagi dari Makki. Sebab, cowok berambut cokelat itu terlalu detail seperti wartawan saja.
MiHizky 💕
23 Desember 2022
Huraaa! Udah 5 part nih, gengees. Kasih lope2 sama komentarnya dong :v Salam semangka 🍉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top