4. Kata itu memiliki kekuatan

Sulit itu ketika harus jujur, tetapi bisa menyakiti orang lain.
🌸

Cewek berambut gelombang itu baru turun dari mobil, dan masih berdiri memandangi sosok yang lebih dulu berlalu. Siapa lagi kalau bukan Geren. Makhluk kasar tak berhati yang selalu marah-marah setiap saat. Dengan hal kecil pun, mampu membangkitkan amarah kakaknya. Seperti Zinni yang menurut Geren teramat lama untuk segera keluar dari mobil. Alhasil anak itu misuh-misuh sendiri.

Zinni baru saja sampai di sekolah pagi ini. Belum juga jam pelajaran di mulai, tetapi kepalanya sudah dibuat pusing akan sikap kakaknya yang bad mood. Terlebih akibat kejadian kemarin. Zinni semakin bermasalah dan memupuk rasa tidak suka Geren padanya. Ia harus pulang-pergi bersama Geren setiap hari membuatnya sering mendapat hujatan. Walaupun, ia tidak melakukan kesalahan sekali pun.

Hubungan macam apa ini?

Dengan tatapan datar, Zinni mengembuskan napas panjang merasa miris sendiri. Begitu akan beranjak dari parkiran, Zinni dikejutkan oleh teriakan melengking seorang yang terus memanggil namanya seraya melambaikan tangan tinggi.

"Zin! Zinni!"

"Jasmine," lirih Zinni begitu menolehkan kepala. Seketika mata besarnya berbinar terang lantara Jasmine sudah kembali bersekolah lagi.

Dengan sejumlah paper bag berukuran besar di tangan, Jasmine berlari menghampiri Zinni dan langsung mendapatkan pelukan tak terelakkan dari sahabatnya tersebut.

"Kamu kapan pulang?" tanya Zinni penasaran, tidak sabar ingin tahu.

Yang ditanya belum menjawab, masih mengatur napasnya naik-turun karena baru saja berlari. Kepalanya celingukan kakan-kiri seakan tengah mencari sesuatu.

"Zin, ayok buruan. Nanti gue ceritain deh."

"Ehh, kenapa Jas?"

"Udah buruan. Gila gue liat dedemit barusan," terang Jasmine waspada, "ampun dah itu bocah bikin sepet aja pagi-pagi."

"Maksudnya?"

Tanpa jawaban apa pun, Jasmine menarik lengan Zinni supaya berjalan mengikutinya. Zinni merasa aneh, tetapi tetap menurut lantaran sosok yang dihindari Jasmine muncul begitu saja dari arah belakang.

"Jasmine. Oi, Jas? Gue di sini ...," panggil Sandi seraya melangkahkan kaki lebar. Berniat menyusul.

"Idihh! Liat Zin, gue udah ketemu dia, males banget," celetuk Jasmine mengernyitkan dahi.

Zinni hanya terkekeh menanggapi dumelan Jasmine. Ia tidak heran kalau sahabatnya itu sering mengeluh tentang anak bernama Sandi. Ya, dia adalah sahabat Zinni yang baru saja masuk sekolah setelah absen dua hari. Sebab, Jasmine bolos sekolah karena menghadiri acara wisuda kakaknya di Yogyakarta.

"Jasmine! Lo udah balik liburan ternyata?"

"Gila lo kaya setan aja muncul mendadak," sahut Jasmine lumayan terkejut. "Ngapain lo ngikutin gue?"

"Kangen, he he."

"Jijik tau gak, San," cibir Jasmine sambil menyunggingkan sudut bibirnya.

"Hai, Zin. Kalo lo udah dateng berarti si bon cabe juga udah berangkat, ya?"

"Iya," jawab Zinni singkat seraya memperhatikan keduanya yang terus beradu mulut, dan adegan kecil Jasmine yang ingin mencakar siswa tersebut.

"Udah sana-sana, lo."

Jasmine menyuruh cowok itu menjauh begitu akan menaiki anak tangga. "Awas lo ngikutin gue lagi," kata Jasmine memperlihatkan kepalan tangannya, siap memukul.

"Tapi ...."

Lalu Jasmine kabur dan memperlebar langkahnya, diikuti Zinni yang masih setia diseret tanpa ampun.

"Kasian tuh, Jas," ledek Zinni terkekeh melihat mimik sedih Sandi yang ditinggalkan begitu saja.

"Bodo amat, Zin. Gue mimpi apa semalem langsung ketemu dia, astaga." Dengan bibir manyun Jasmine malah melipir menuju IPA 3, bukannya ke kelas IPS-nya. "Kita ke kelas lo aja, Zin. Sekalian gue mau jumpa kangen sama Makki."

Respons Zinni sekadar tersenyum tipis. Ia tidak tahu mengapa terasa ada yang aneh saat mendengar kata tersebut. Ah, Zinni hampir lupa jika cewek di sampingnya ini adalah penggemar si kaku itu.

"Zin, gimana tuh kakak lo? Masih suka bad mood gak?"

"Hmm, iya kaya biasanya, Jas," sahut Zinni mengingat sikap Geren yang belum berubah.

"Dasar bon cabe. Pasti nanti gue juga bakal liat dia uring-uringan di kelas," tebak Jasmine begitu yakin. "Ahh, nggak usah bahas dia deh. Gue bayanginnya aja serem. Duh kasiannya jadi Dedek Zinni."

Jasmine kemudian mencubit pipi Zinni pelan.

"Sakit, Jas." Zinni berusaha melepaskan pipinya yang berdenyut.

Sesampainya di kelas, ia langsung menemukan Makki yang duduk di kursinya. Jangan lupakan buku-buku tebal yang sudah disiapkannya untuk dibaca.

"Makki?" sapa Jasmine riang sambil tersenyum lebar, "masih aja belajar. Udahan dulu napa." Jasmine menyambar buku paket dari tangan Makki, sedangkan Zinni sudah duduk manis di kursinya yang berada di depan Makki.

"Lo udah balik ternyata?" tanya Makki menatap datar cewek itu karena berhasil mengusiknya.

"Iya, kemaren gue sampe Jakarta. Dan taraa! Gue bawa ini buat lo," ucapnya seraya menyodorkan dua paper bag ke atas meja. Lantas dia menarik kursi dan mendudukkan diri dekat cowok itu.

"Lah?"

Zinni merasa cengo sambil mengerjapkan matanya beberapa kali.

Ingin rasanya Zinni menghilang saja karena terlanjur pede kalau oleh-oleh itu untuk dirinya. Bibir yang tadinya mengembang lebar, perlahan mengendur turun.

Segitu spesialkah Makki?

"Pffft!" Jasmine tergelak sendiri karena telah berhasil menipu Zinni. "nggak kok, gue becanda kali, Zin. Ini buat lo berdua."

"Huuh, nggak lucu tau."

"Ahaha, sorry-sorry, Zin."

Zinni hampir saja berpikiran buruk pada sahabatnya itu. Ia tidak ingat jika Jasmine memang jahil.

Kini Zinni tengah sibuk memandangi beraneka macam barang juga makanan di depannya. Ada tas model rajut, baju motif batik, bakpia, gudek kalengan dan aneka makanan lainnya, serta beragam souvenir khas Malioboro.

"Makasih ya, Jas. Udah ngasih ini," tutur Zinni senang.

"Makasih, Jas."

Cowok itu tidak banyak basa-basi dan hanya memperhatikan Zinni di depannya.

"Iya, sama-sama."

"Kok kamu gak ngabarin sih udah balik? Aku sampe bosen ditanyain Sandi terus tau." Zinni teringat akan cowok itu beberapa waktu lalu. Ketika berpapasan tidak lupa menanyakan perihal kabar sahabatnya.

"Hih, ngapa ngomongin dia, Zin. Sengaja nggak gue bales chat-nya tuh," tukas Jasmine acuh tak acuh.

"Jahat," balas Zinni terkekeh kecil.

"Udah sih biarin. Coba dibuka itu makanannya," suruh Jasmine menunjuk bakpia yang membuat Zinni ngiler.

Lalu Zinni menurut dan mencicipi makanan tersebut.

"Enak, nih. Kamu mau nyoba K--" tawar Zinni terhenti kala Jasmine sudah lebih dulu menyumpalkan paksa bakpia ke mulut Makki. Yang membuat cowok itu mendelik sesaat karena sedikit terkejut.

"Enak 'kan, Ki ...," kata Jasmine menyudahi kehadirannya pagi ini. Sebab, tak lama kemudian bel masuk berbunyi.

"Yah. Gue harus masuk kelas nih. Padahal masih kangen sama kalian," seloroh Jasmine bangkit dari kursinya. "Dah, Makki. Zinni ntar istirahat ketemu lagi, ya."

Zinni hanya menganggukkan kepala saat melihat kepergiannya dari sana. Sejurus kemudian, ia kembali fokus mengunyah makanan di mulutnya yang sempat terhenti tadi. Berbeda dengan Makki yang menunjukkan raut kesal dan tak berselera melanjutkan makan. Makki justru memberikan bakpianya pada Zinni.

"Zin," lirih Makki pelan.

"Iya," sahutnya menoleh. "Eh?"

Ia langsung mendapatkan sebiji bakpia yang menyumpal mulut. Hingga penuh dan menggembungkan pipi bulatnya.

"Abisin, Zin. Aku kenyang."

Di depan pintu, seorang yang belum beranjak setelah keluar kelas tersenyum kecut melihat adegan yang membuatnya iri. Tanpa perlu berlama-lama lagi akhirnya cewek tersebut meninggalkan IPA-3.

Pertemanan terkadang menjadi hal yang menyenangkan. Tetapi tidak jarang justru menyumbang masalah. Ada sebuah rasa yang tidak bisa disingkirkan begitu saja. Ketika itu seharusnya tidak boleh terjadi. Zinni mungkin tidak menyadari apa pun. Tetapi berbeda dengan Jasmine yang amat tahu bagaimana perasaannya sejauh ini. Sekali lagi hanya dia yang tahu, dan mungkin cowok itu juga merasa tidak nyaman dengan tingkah Jasmine akhir-akhir ini.

Apa bisa seorang memaksakan hatinya untuk orang lain?

Terdengar mustahil. Terjebak adalah kesalahan karena tidak ada jalan keluar saat ingin pergi.

Pertemanan mereka dimulai sejak setahun lalu, tepatnya saat kelas sepuluh. Zinni yang tidak banyak bertingkah bertemu dengan Jasmine yang lumayan cerewet. Bagai radio, mereka akrab menjalin pertemanan. Jika Jasmine bersuara, maka Zinni setia menjadi pendengar dari semua omong kosong itu.

Jasmine amat pandai mengambil situasi, berbeda dengan Zinni yang polos dan tidak menyadari pesonanya sendiri. Saat mereka berteman, tentu otomatis Makki juga mengenal Jasmine yang merupakan teman Zinni. Entah bagaimana jalanannya, baik Zinni maupun Jasmine tetap berhubungan sampai sekarang. Meski mereka tak berada di kelas yang sama lagi.

"Wow, lihat Ki. Bagus ya, mana lihat punyamu," seru Zinni menggeledah paper bag milik Makki.

"Hmm, iya."

Ia terkesima saat melihat gantungan kunci berupa sandal mini dengan motif ukiran unik. Ada juga beberapa aksesoris gelang yang merupakan oleh-oleh khas daerah Yogya tersebut.

"Bagus kalo dipasang di sini," ujar Zinni menggantungkan bandul tersebut ke tas miliknya.

"Ini punyaku buat kamu aja."

"Nggak. Nggak boleh. Mana tasmu, biar aku pasangin sekalian." Zinni menolak mentah-mentah tawaran Makki.

Makki hanya memutar bola mata santai.

"Ada sepeda mini juga, lucunya. Eh, tapi punyaku nggak ada. Mungkin karena kamu suka gowes ya?"

"Kalo mau ambil aja."

"Nggak. Walaupun aku pengen, tapi itu kan punyamu." Lagi Zinni menolak dan tidak mengikuti napsunya. "Kamu tau nggak, Jasmine ngasih ini tulus, dan pake duit. Tapi kamu malah nggak ngehargain gitu, huh."

Bibir Zinni manyun satu senti meter. Kemudian menarik tas Makki yang tergeletak di belakang kursi dan memasang bandul di salah satu ritsleting.

"Nah, kan bagus. Kamu kenapa sih, mukanya gitu?

"Nggak papa. Cuma ...," ucap Makki menjeda kalimatnya, dan mengalihkan mata ke arah lain sambil menggaruk hidungnya yang tak gatal.

"Cuma? Apa? Jangan-jangan kamu."

Tanpa ragu Zinni meletakkan tangannya di dahi Makki karena ia pikir jika cowok itu sedang demam. Tak lupa juga menyamakan dengan dahinya sendiri. Kontan aksi itu membuat Makki tersentak, dan membeku sesaat. Walau pada akhirnya dia berhasil menepis tangan Zinni.

"Kamu ngapain?"

MiHizky💕
23 Desember 2022

Doakan supaya bisa selesai tepat waktu genges. Jangan lupa votmen. Salam semangka 🍉

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top