6. Wanita Itu
PART 6 WANITA ITU
"Jawaban seperti apa yang papa inginkan?" Suara Zhafran berhasil keluar dengan tanpa keraguan sedikit pun. Ya, tentu saja ia tahu seberapa banyak kasih sayang papa mertuanya yang dilimpahkan pada Elea. Ia sangat menyesali telah melakukan keteledoran yang fatal tersebut. "Apakah papa berpikir saya sengaja membuat Elea dalam bahaya? Membunuh darah daging saya sendiri?"
Dirga terdiam, masih menilai ekspresi dan jawaban sang menantu yang sama sekali memuaskannya. "Kau tak menjawab pertanyaan papa," tandasnya setengah mendesak.
"Jika papa meragukan saya, sekarang. Tidakkah sudah sangat terlambat menjadikan saya sebagai suami putri kesayangan papa?" Zhafran beranjak berdiri, sengaja menampilkan ketersinggungannya akan kata-kata sang papa mertua. "Apakah sudah sejauh ini dan papa masih tidak mempercayai saya untuk melindungi Elea?"
Dirga bergeming dengan jawaban cerdik sang menantu. Yang mungkin sedikit melegakannya, meski masih tak sepenuhnya melenyapkan keraguan yang menyelinap ke dalam hatinya.
Zhafran mengangguk singkat dan berpamit, berjalan menuju pintu dan menutupnya dengan pelan. Ya, insting papa mertuanya tersebut memang tak pernah meleset jika berhubungan dengan Elea. Dan hanya ini satu-satunya cara untuk menebus semua kesalahan tersebut. Untuk papa mertuanya, juga untuk Elea.
***
'Kumohon, lepaskan. Lepaskan aku.'
'Tolong, tolong aku.'
'Zhafran, tolong aku.'
'Kumohon tolong aku. Jangan tinggalkan aku.'
Suara rintihan bercampur isakan tersebut membangunkan Zhafran dari tidurnya yang tidak terlalu lelap. Kedua matanya segera membuka sempurna, bangun terduduk melihat Elea yang menggeleng-gelengkan kepala sementara tubuh wanita itu membeku tak bisa bergerak. Seolah dipaku oleh tangan tak kasat mata.
Air mata membanjir dari kedua mata sang istri, sementara keringat membasahi seluruh permukaan wajahn.
Zhafran gegas menggeser tubuhnya. Memegang lengan Elea yang terpaku di samping kepala dan menggoyangkannya dengan perlahan.
"Sakit. Perutku sakit sekali."
"Tolong aku, Zhafran."
Zhafran tak mampu menahan genangan air matanya dengan rintihan tersebut. Entah berapa kali Elea memanggil namanya.
"Bangun, Elea. Itu hanya mimpi buruk." Zhafran membungkuk dan menepuk-nepuk lembut pipi Elea. Berusaha membangunkan sang istri yang masih tenggelam dalam mimpi buruk tersebut.
"Lepaskan aku." Tubuh Elea meronta. Membuat Zhafran membawa tubuh sang istri ke pelukannya. Memeluknya kuat-kuat demi meredam rontaan Elea yang semakin menjadi.
"Aku di sini. Aku sini, Elea. Maafkan aku," bisiknya di telinga. Beberapa kali hingga perlahan rontaan Elea mereda. Begitu pun dengan isakan wanita itu.
"Kenapa kau meninggalkanku? Aku sudah bilang aku takut di rumah sendirian. Aku sudah bilang ada sesuatu yang harus kita bicarakan."
"Iya. Maafkan aku." Zhafran mengusap kepala Elea dengan lembut. Berusaha menenangkan gemetar yang masih menyerang sang istri.
Isakan Elea perlahan mereda, tubuhnya juga tak lagi bergetar dan mulai tenang. Masih berada dalam peluka Zhafran yang masih mengelus punggungnya dengab lembut. Hingga akhirnya wanita itu sepenuhnya tersadar, dengan kebencian di hatinya yang mulai naik ke permukaan saat menyadari Zhafran lah yang tengah memeluknya.
Elea mendorong dada Zhafran dengan kedua tangannya. Dengan seluruh tenaga yang masih tersisa setelah mimpi buruk tersebut. Tubuhnya terdorong ke belakang dengan keras. "Apa yang kau lakukan padaku?"
Zhafran hanya terdiam, terkejut dengan perubahan emosi Elea yang tiba-tiba. Baru saja wanita itu gemetar ketakutan di dalam pelukannya, dan detik berikutnya kedua matanya dipenuhi kebencian yang akhir-akhir ini menjadi familiar bagi Zhafran.
"Jangan pernah menyentuhku lagi, Zhafran." Elea melompat turun dari tempat tidur, meraih bantal dan berjalan keluar dari kamar. Sengaja menuli panggilan Zhafran yang bertanya akan ke mana.
***
Elea terbangun oleh suara gemericik air yang samar-samar tertangkap indera pendengarannya. Matanya perlahan terbuka, menatap langit-langit kamar yang berwarna baby pink. Ingatannya perlahan mulai mencerna di mana dirinya berada.
Itu adalah warna langit-langit kamarnya. Tubuhnya melompat terduduk, mengedarkan pandangan ke seluruh kamarnya dan terkejut ia terbangun di tempat ini.
Seingatnya ia bermimpi buruk dan marah karena tiba-tiba Zhafran memeluknya. Ia pun pergi ke ruang tengah dan tidur di sana.
Pintu kamar mandi terbuka, Zhafran melangkah keluar dengan handuk yang melingkari pinggang sementara tangan pria itu sibuk mengusapkan handuk kecil di kepala.
"Apa kau yang memindahkanku ke sini?" cecar Elea kesal. Menyingkap selimut dengan kasar dan turun dari tempat tidur. "Aku sudah mengatakan padamu, jangan pernah menyentuhku, Zhafran."
Zhafran tak mengatakan apa pun, hanya bergeming menatap kemarahan sang istri yang begitu berapi-api. Sebelum kemudian berjalan ke kamar mandi. Menutup pintu dengan keras tepat di balik punggungnya.
Setengah jam kemudian, Zhafran sudah selesai mengenakan setelan kerjanya ketika Elea keluar dari kamar mandi sudah dengan dres lengan panjang berwarna fuscia. Lagi-lagi tatapan sang istri melengos dingin ketika bertatapan dengannya. Menyeberangi ruangan dan ia menyusul keluar.
Keduanya menjadi yang paling akhir bergabung di meja makan. Davina menyambut keduanya dengan penuh senyuman, sementara Dirga masih menatap Zhafran datar dan berubah melembut ketika menatap Elea.
"Kau baik-baik saja?" tanya Dirga pada Elea.
Elea memasang senyum di bibir dan mengangguk. Meski yakin tidak sejalan dengan emosi di kedua matanya.
"Kau terlihat semakin kurus, sayang. Cobalah makan sedikit lebih banyak dari kemarin," bujuk Dirga kemudian.
"Ya, Pa. Maaf sudah membut papa begitu cemas."
***
Zhafran melangkah keluar dari lift dan masih mengabaikan ponselnya yang tak berhenti bergetar sejak duduk di dalam mobil yang melajukannya hingga sampai di gedung kantornya.
Beberapa kali penolakan yang ia lakukan seolah tak membuat si pemanggil menyerah. Juga deretan pesan yang masuk yang tak ia baca, apalagi ia balas.
Namun, rupanya si pemanggil lebih keras kepala dari yang ia perkirakan. Ketika sekretaris yang menyambut kedatangannya mengatakan ada tamu yang memaksa menunggu di dalam.
Ini bahkan hari pertamanya masuk kantor setelah sepanjang minggu menemani Elea di rumah sakit. Siapa lagi yang bisa melakukan kelancangan itu jika bukan wanita itu.
Zhafran membuka pintu ruangannya, dan langsung menemukan wanita berambut panjang bergelombang dan berwarna pirang itu duduk di sofa. Menyambut kedatangannya dengan senyum semringah. Bangkit berdiri dengan kedua lengan yang terbuka.
"Apa yang kau lakukan di sini, Fera?"
***
Meski masih on going di Karyakarsa, di sana sudah ada paketan untuk full cerita hingga tamat, ya. Sudah sampai part 38. Kalau udah beli yg paketan, ga perlu bayar lagi tiap ada part terbaru, sampe cerita end. Double update tiap dua hari sekali. Jadi lebih murmer. Dan kemungkinan cerita ga akan diebookin.
Selamat membaca ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top