51. Satu-Satunya Cara
Part 51 Satu-Satunya Cara
“Apakah ada yang mengganggu pikiranmu?” Chris menoleh ke samping. Menyadari kegusaran El Noah yang sejak tadi bernapas dengan kasar dan bergerak tak nyaman di sampingnya.
El Noah menggeleng, tanpa melepaskan pandangannya yang kosong ke arah depan. Tangannya yang bersandar di jendela mobil, menyentuhkan telunjuk di mulut, sesekali menggigit dengan pikiran yang masih berkelit. “Sepertinya ada yang aneh dengan Elea. Sesuatu terjadi dengan hubungan mereka.”
“Pernikahan mereka?”
El Noah mengangguk. Memutar kepala ke arah Chris. “Apakah ini masuk akal? Galena, aku seperti pernah mendengar nama itu. Tapi aku melupakan di mana. Ada hubungannya dengan papaku. Lalu Fera. Suatu malam terjadi sesuatu dengan Elea, yang membuat Elea marah. Apakah Zhafran tidur dengan Elea?”
Chris tampak kebingungan, tetapi akhirnya bisa mencerna kalimat membingungkannya El Noah. “Siapa Galena?”
El Noah mengerutkan keningnya dalam. Berusaha keras mengingat. Saat matanya membelalak, wajahnya tampak tercengang. “Mantan tunangan papa. Pantas saja nama itu tidak asing.”
Mata Chris berkedip, ada keterkejutan yang melintasi kedua mata pria itu. “Bagaimana kau mengetahuinya?”
El Noah terdiam. Entah kebetulan atau tidak, ketika Zhafran sempat meninggalkan berkas itu di lantai satu, rasa penasaran yang menggelitik tersebut malam membuatnya membaca berkas tersebut. Tetapi hanya deretan angka yang tak dipahaminya. Juga beberapa detail tentang Fera.
“Kupikir aku akan menemukan hasil tes rumah sakit atau apa pun itu yang menyatakan kalau wanita itu hamil,” gumam El Noah lirih.
Chris menoleh, karena harus setengah memberikan fokusnya pada jalanan. “Apa?”
El Noah memberikan satu gelengan, ia memang berkata pada dirinya sendiri. Karena kelegaan atau kekecewaan akan yang ditemukannya. Hubungannya dan Zhafran memang tak cukup dekat. Elea juga tampak senang ketika hubungan pernikahan mereka sangat baik, meski terkadang perang dingin di antara keduanya juga kerap kali membuatnya kesal. Tak bisa menebak apakah sebenarnya Elea bahagia atau tidak dalam pernikahan tersebut. Apakah pernikahan memang semembingungkan itu? Serumit itu.
“Zhafran tidur dengen Fera?”
El Noah menggeleng dengan gusar, kembali menatap ke arah depan. “Aku harus mencari tahu siapa Galena itu dan apa hubungannya dengan Fera.”
Ekspresi wajah Chris seketika berubah. “Aku mendengar sesuatu yang aneh, dari Fera.”
El Noah lekas menoleh. “Kau mengenalnya?”
“Hm, dia tinggal di gedung apartemen baruku.”
“Jadi apa yang dia bilang.”
“Malam itu, Elea mengalami kecelakaan karena Zhafran meninggalkannya dan malah pergi ke apartemen Fera.”
El Noah mengingat ketika Elea mengalami keguguran dan bermalam di rumah mereka. Ya, hubungan Elea dan Zhafran pada saat itu terlihat sangat kacau. Bahkan papanya …
“Kenapa berhenti?” Pikiran El Noah terpecah karena mobil tiba-tiba menepi.
“Sepertinya ada yang salah dengan mobilku.”
“Apa?”
“Aku akan memanggil taksi untukmu.” Chris bergerak turun. Berjalan ke pinggir jalan dan menghadang salah satu taksi.
El Noah melihat kea rah kemudi dan turun. Chris sudah mendapatkan taksi untuknya dan berjalan ke bagasi mobil. Memindahkan barang-barangnya ke dalam taksi.
“Masuklah. Aku harus menunggu seseorang dari bengkel.”
El Noah pun mengangguk, dengan keraguan tipis yang mulai muncul di hatinya. Ia naik ke dalam taksi.
Chris menunggu di samping mobil, menatap taksi yang bergerak semakin jauh. Menempelkan ponselnya di telinga, menunggu deringan dari seberang. “Lakukan seperti rencana.”
***
Elea hanya terduduk di tepi ranjang. Benaknya mulai memindai setiap detail ingatannya malam itu. Kecurigaan yang sempat muncul ketika Chris ada di rumah ini.
Matanya terpejam. Kedua tangannya yang saling meremas, mulai bergetar ketika ingatannya kembali berputar. Tak percaya bahwa penguntit itu adalah Chris. Tetapi semakin ia memikirkan hubungan keduanya yang begitu indah dan hangat, rasanya semua bertolak belakang dengan kecurigaan yang semakin teryakinkan ini.
Lalu … jika penguntit itu memang Chris. Maka seharusnya ia mengenal Chris dan tahu di mana keberadaan sang adik.
“Berpikir, Elea.”
“Berpikir!”
Kepalanya terangkat, kartu undangan Chris. Itu sesuatu yang diberikan pria itu padanya. Elea gegas mendekati meja riasnya, mengambil undangan yang diberikan Chris.
Menatap surat udangan tersebut. Berkali-kali ia mengamati dan akhirnya ia menyadari tanggal undangan tersebut ada yang salah. Meski bulannya tepat, tanggalnya seolahh ditulis saja.
Besok adalah ulang tahun Chris. Sementara ulang tahun Chris … seharusnya tgl 23. Minggu depan. Kenapa ia baru menyadarinya sekarang?
Elea kembali menatap benda tipis tersebut. Membaca lokasi yang tertera. Mungkinkah ini lokasi keduanya berada?
***
Zhafran mendengarkan setiap laporan yang sama sekali tak berarti apa pun. Semua hanya jalan buntu. Lokasi ponsel El Noah pun seolah sengaja dibuat untuk membingungkannya. Yang sengaja ditujukan untuk menyibukkan mereka tentu saja. Rasanya ada yang salah. Rasanya semuanya tidak ada yang benar. Tapi satu yang pasti, yang diinginkan penguntit itu adalah Elea. Dan tentu saja tak akan ia berikan.
Di sisi lain, ia menyadari peran penting Elea untuk menemukan jalan terang bagi mereka. Tetapi ia tak akan membuat Elea terlibat dalam bahaya ini.
Fera. Wanita itu terhubung dengan penguntit itu, kan?
“Kau sudah melacak keberadaan Fera?”
Pria di depannya mengangguk. “Beliau masih tak meninggalkan apartemen.”
“Ada yang keluar masuk dari aprtemennya?”
Pria itu menggeleng, setelah sedetik sempat meragu.
Mata Zhafran menyipit. “Ada apa?”
“Tuan Chris.”
“Apa?” Keterkejutan membuat kepala Zhafran lebih terdongak, sekaligus manyadari pintu ruangannya yang didorong terbuka dan muncul sang istri. “Ada apa?”
Elea berhenti di ambang pintu. “Apa kau sibuk?”
Zhafran kembali menatap anak buahnya. “Awasi terus,” perintahnya. Memberikan isyarat untuk keluar dan beralih pada Elea. “Kemarilah.”
Elea melangkah masuk, memutari meja dan langsung mengambil tempat di atas pangkuan Zhafran.
“Semuanya baik-baik saja?”
Elea mengangguk, membawa kedua lengannya ke leher Zhafran dan menjatuhkan wajahnya di pundak sang suami. Matanya terpejam, merasakan pelukan hangat Zhafran melingkupi tubuhnya. Sementara telapak tangan pria itu mengelus lembut punggungnya. “Hanya ingin memelukmu.”
Senyum terbit di bibir Zhafran. Mendaratkan ciuman di pelipis Elea dan memperdalam pelukan mereka.
Lama keduanya terdiam, berpelukan dalam kesunyian. Sejenak Zhafran pikir Elea ketiduran, tetapi rupanya wanita itu hanya memejamkan mata. Menikmati pelukan tersebut, sama sepertinya.
“Kau ingin ke kamar?” tawarnya kemudian.
Elea menggeleng.
“Pindah ke sofa?”
Kali ini ia mengangguk.
Zhafran pun menggendong Elea ke sofa panjang. Keduanya berbaring di sofa panjang. Kepala Elea berbaring di dadanya dan lengan mereka yang saling melilit satu sama lain.
“Terasa sangat nyaman.”
“Benarkah?”
“Hmm.” Mata Elea kembali terpejam. Mendengarkan detak jantung Zhafran yang menjadi nyanyian merdu di telinganya. Mengingat momen-momen mereka berdua di masa lalu. Ketika Zhafran pertama kali menemuinya. Senyum dan cara Zhafran membelai ujung kepalanya. Saat itu di matanya Zhafran adalah seorang pangeran menawan yang naik kuda putih. Meski saat berkuda, keduanya naik kuda berwarna hitam milik Zhafran di peternakan pria itu yang ada di pinggiran kota.
Semakin ia mengingat momen kebersamaan mereka, semakin ia menyadari hanya ada kebahagiaan di sana. Ia tumbuh besar di sisi pria itu, tetapi tak sekalipun ia merasa bosan melihat wajah pria itu setiap hari.
Itulah sebabnya ia selalu lebih mudah memutuskan untuk kembali dan memilih hubungan yang sudah diikatkan kedua orang tua mereka padanya. Lebih mudah beradaptasi dalam pernikahan mereka sekalipun ikatan tersebut adalah sebuah perjodohan. Lebih mudah menyerahkan tubuh dan seluruh hidupnya pada pria itu. Hanya pria itu yang ia kenal lebih dalam dari pada siapa pun. Dan hanya Zhafran yang selalu memahaminya lebih banyak daripada dirinya sendiri.
Apakah ini yang namanya cinta?
Elea mencoba menelaah kembali perasaannya. Membandingkan perasaan yang dimilikinya untuk Chris dan Zhafran. Terasa lebih kuat dan besar yang dirasakannya terhadap Zhafran.
Mata Zhafran mulai terpejam, merasakan napas Elea yang mulai berubah teratur. Dan keduanya tertidur dalam kenyamanan.
***
“Zhafran?” panggil Elea, menahan Zhafran yang hendak ke kamar mandi. “Bolehkah aku meminjam ponselmu sebentar?”
“Kau ingin menghubungi seseorang?”
Elea menatap lurus dan dalam kedua mata Zhafran. Matanya lebih banyak bicara ketimbang jawaban yang diberikannya. “Chris.”
Zhafran terdiam. Membaca tatapan sang istri dan mengangguk singkat. “Di meja,” jawabnya sebelum berbalik dan melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.
Elea masih bergeming sejenak menatap pintu kamar mandi yang tertutup. Sekali lagi menarik napasnya dalam dan menatap perasaannya. Jam di dinding sudah menunjukkan jam 7.10 malam.
Baranjak dari duduknya, ia memutari ranjang dan mengambil ponsel Zhafran. Mengetikkan password yang sudah dihafalnya di luar kepala dan mencari nomor El Noah.
Tiga deringan berlalu, Elea mencobanya sekali lagi. Kali ini dijawab di deringan kedua. Napasnya tertahan ketika panggilan tersambung. Mendengar namanya dipanggil dari seberang.
“Elea?”
Elea tak menjawab. Suara Chris menjawab dari seberang, dan kali ini ia menyadari suara pria itu yang berbeda. Ada kepuasan di ujung, nada yang sama ketika penguntit itu memangginya dengan manis.
“Apakah kau orang itu?” Elea berhasil menemukan pijakannya untuk berpegangan pada tiang di sudut ranjangnya. Terduduk dengan perlahan sekaligus mengumpulkan keberanian dan keyakinan. Semua ketakutan ini, ialah yang harus menghadapinya sendiri. Ia tak ingin menghabiskan seluruh hidupnya tenggelam ketakutan yang sudah ditorehkan pria itu begitu dalam.
“Kau menghubungiku lebih cepat.”
“Di mana El Noah?”
“Dia baik. Apa kau tak ingin tahu tentang kabarku?”
“Apa yang kau inginkan?”
“Melihat wajahmu tentu saja.”
Elea menjilat bibirnya yang kering. Bersama keberanian yang semakin besar, menepis keraguan yang semakin menipis. Ketakutan di dadanya perlahan dilahap oleh kesiapannya untuk menghadapi pria itu. Semua sisa perasaannya kini raib, digantikan oleh perbuatan keji pria itu padanya. Yang telah membunuh darah dagingnya dan Zhafran. Hatinya terasa lebih ringan, dengan tanpa perasaan semunya terhadap Chris yang masih tersisa.
“Kau tahu di mana harus menemui kami, Elea. Waktumu dua jam.”
Elea menatap jam di dinding.
“Tapi … sepertinya kau perlu sedikit bantuanku untuk keluar rumah dengan tanpa suamimu.”
Elea menelan ludahnya. Napasnya tercekat, menunggu lanjutan kalimat Chris dari seberang.
“Aku meninggalkan obat tidur di kamar tamu kalian. Bukankah sekarang jadwalnya makan malam?”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top