48. Hubungan Yang Semakin Membaik
Part 48 Hubungan Yang Semakin Membaik
Senyum lebar Fera langsung muncul begitu pintu di depannya terbuka. Kedua mata wanita itu berbinar cerah menemukan Zhafranlah yang berdiri di depan pintu apartemennya. “Zhafran. Kau di sini?”
Ekspresi di wajah Zhafran tentu saja berbanding terbalik dengan kegembiraan di wajah Fera. Begitu dingin dan tajam, menusuk kedua mata Fera.
“Kenapa? Ada masalah?” Senyum Fera seketika membeku. Ia sudah berusaha mengabaikan sikap dingin Zhafran. Tetapi kepekatan dalam tatapan pria itu membuatnya kesulitan mengontrol wajahnya tetap terlihat bahagia sementara perasaan takut mulai merayapi dadanya. “Masuklah. Sepertinya ada yang ingin kau bicarakan.”
“Hanya satu kali aku akan mengajukan pertanyaanku dan sebaiknya kau menjawabnya dengan jujur, Fera. Ini kesempatan terakhir yang akan kuberikan padamu. Atau aku benar-benar akan membuang semua hubungan yang pernah kita miliki dan melanjutkan semuanya dengan itu semua.”
Ancaman yang terdengar mengerikan tersebut berhasil membuat napas Fera tertahan oleh rasa takut. Ia menelan ludahnya, membasahi tenggorokannya yang kering ketika bertanya. “A-apa maksudmu, Zhafran?”
“Apa kau ada sangkut pautnya dengan kejadian yang menimpa Elea malam itu?”
Mata Fera mengerjap terkejut. Kepucatan merebak di wajahnya, tetapi berhasil dengan cepat menguasai diri. “A-apa?”
“Jawab.” Bibir Zhafran nyaris tak bergerak sedikit pun. “Kau tahu aku tak mungkin menanyakannya secara langsung tanpa bukti yang sudah kupegang.”
“Kau pikir aku yang meneror istrimu? Kenapa aku harus melakukan hal sekonyol itu?”
Zhafran terdiam. Matanya berkilat dan ujung bibirnya menyeringai dengan pertanyaan tersebut. “Tak ada yang tahu tentang teror yang menguntit Elea selain aku dan Elea.”
Fera mengerjap, wajahnya terlihat gelagapan dan tubuhnya mundur satu langkah. “Aku memang tahu semua itu, Zhafran. Lebih banyak tahu rahasia keluarganya dan apa yang terjadi dalam pernikahan kalian. Tapi bukan berarti aku pelakunya.”
“Lalu apa hubunganmu dengan pria yang menguntitnya?”
“Kau punya bukti?”
“Aku ada di sini.”
Fera menelan ludahnya. “Dan bukti apa yang kau miliki?”
“Ponselmu. Ada satu panggilanmu yang terhubung dengan nomor-nomor hantu tersebut. Tak cukup satu menit.”
“Hanya itu?” Fera sedikit mengangkat dagunya. Menyamarkan getaran yang mulai menyerang tubuhnya.
Zhafran terdiam. Matanya sedikit menyipit. Mempertajam tatapan menelisiknya terhadap wanita itu. Biasanya Zhafran begitu mengenali wanita ini, tetapi kali ini ia merasa ada yang berbeda. Yang membuatku kesulitan membaca lebih dalam lapisan ekspresi di wajah Fera.
“Kalau begitu aku akan menyangkal bukti itu.” Senyum tersamar di ujung bibir Fera. Keterdiaman Zhafran tentu saja berarti jawaban ya, yang membuatnya akhirnya bisa bernapas dengan lega. “Saat menunggumu di lobi, ponselku terjatuh. Dan aku mendapatkannya kembali keesokan harinya.”
Ada keterkejutan yang melintasi tatapan tajam Zhafran.
“Dan aku punya bukti untuk pernyataanku ini. Ada banyak CCTV yang terpasang di gedung ini. Kau bisa mendapatkannya sendiri.” Kali ini suara Fera dipenuhi kepercayaan diri yang begitu pekat.
Zhafran masih bergeming, tampak berpikir keras. “Di mana Niel?”
“Niel?” Salah satu alis Fera naik. “Kenapa kau butuh mencarinya?”
“Jawab.”
“Dia … sudah pergi ke Itali. Kemarin pagi.”
Mata Zhafran memicing. “Tidakkah ini suatu kebetulan?”
“Apa maksudmu?”
Zhafran tak menjawab. Hanya sekilas, ia sempat menangkap keterkejutan Fera yang segera wanita itu kuasai dengan baik. “Kau melewatkan kesempatanmu,” pungkasnya. Lalu membalikkan badan dan berjalan pergi.
Fera membeku. Ekspresi wajahnya tampak tegang melihat Zhafran yang masuk ke dalam lift. Tatapan tajam pria itu masih menusuk ke arahnya. Diputus oleh pintu lift yang bergeser tertutup.
Fera gegas masuk ke dalam apartemennya. Menutup pintu dengan tangan yang mengepal gugup. Mengusir getaran yang mulai membuatnya panik. Sial. Sial, umpatnya dalam hati.
***
“Kau yakin akan pulang sekarang?” Elea menatap dua koper El Noah yang sudah siap dan diletakkan di dekat pintu. Menunggu pelayan membawa keluar. Mobil Chris juga sudah dalam perjalanan, akan sampai dalam lima menit.
“Kenapa? Apa kau akan merindukanku?” dengus El Noah dengan nada bercanda.
“Kau bisa menggunakan mobil Zhafran.”
“Aku dan Chris ada sedikit urusan, jadi aku lebih nyaman dengannya.”
Elea duduk di samping El Noah. Menatap wajah sang adik dengan kerutan di antara kedua alis. “Urusan?” ulangnya bertanya.
“Urusan pria, yang pasti. Kenapa kau jadi sok ingin tahu urusanku? Kau tertarik dengan urusanku atau Chris?”
Elea memukul lengan atas El Noah, meski sang adik sempat menghindar, tetap saja masih kena. “Apakah papa menghubungimu?”
El Noah menggeleng. “Aku sudah bilang mama kalau hari ini akan pulang. Jadi … papa pasti tahu. Kenapa?”
Elea menggeleng.
Mata El Noah memicing, menelisik wajah sang kakak yang terasa berbeda. “Kau terlihat lebih bersinar.”
Mata Elea mendadak mengerjap gugup. Menyentuhkan telapak tangannya di pipi. “B-benarkah?” tanyanya malu-malu.
“Aku mendengar kalian bertengkar setelah makan malam.”
Wajah Elea seketika membeku. “Apa saja yang kau dengar?”
El Noah mengedikkan bahu sembari mendengus tipis dan membuang wajahnya. “Kau pikir aku tertarik dengan urusan rumah tanggamu?”
Ada kelegaan di wajah Elea, menatap bagian belakang kepala sang adik.
El Noah terdiam. Ia sengaja membuang pandangannya karena tak ingin sang kakak menangkap kemelut yang memenuhi pikiranya. Ia memang sama sekali tak tertarik dengan pertengkaran Zhafran dan Elea. Akan tetapi, ia tak sengaja mendengar semua pembicaraan keduanya. Karena terjebak dan bersembunyi di samping lemari hias.
“Tuan, Tuan Chris sudah datang.” Pelayan laki-laki yang hendak mengambil koper El Noah muncul. Memecah keheningan di antara keduanya.
El Noah mengangguk. Bangun berdiri dan berjalan bersama Elea keluar dari kamar tamu. Chris baru saja turun dari mobil ketika keduanya muncul dari dalam rumah. Chris membuka bagasi mobilnya, membantu pelayan memasukkan semua barang-barang El Noah ke dalam.
“Hai,” sapa Chris pada Elea.
Elea membalas dengan seulas senyum. Ketika El Noah masuk ke dalam mobil lebih dulu, Chris berhenti tepat di depan Elea. Mengeluarkan sebuah kartu undangan untuk wanita itu. “Apa ini?”
“Hanya pesta kecil.”
“Ulang tahunmu?”
Chris mengangguk. “Mungkin kau bersedia datang. Bukan pesta resmi. Hanya … menyapa teman-teman lama. Setelah beberapa tahun.”
Elea mengangguk. “Ya, aku akan datang. Lusa? Kenapa begitu mendadak?”
“Aku sama sekali tak merencanakannya. Tapi … mungkin butuh sedikit perayaan yang ada hubungannya dengan bisnis.”
Elea tersenyum. “Oke. Terima atas undangannya.”
Chris mengangguk. “Aku pergi dulu,” ucapnya. Menuruni undakan dan masuk ke dalam mobil. Elea masih tertegun di tempatnya, menatap bagian belakang mobil Chris yang menghilang dari balik pintu gerbang.
Ia menunduk, sekali lagi menatap undagan di tangannya. Tubuhnya sudah bergerak, hendak berbalik masuk ke dalam rumah ketika sesuatu yang terjatuh di dekat kaki menghentikan gerakannya.
Kedua alis Elea bertaut, membungkuk dan mengambil benda berwarna hitam tersebut. Sebuah gelang tali yang disimpul dengan rapi. Tampak begitu familiar. Kerutan di keningnya semakin dalam seiring benaknya yang mulai menggali ingatan. Lebih dalam dan lebih dalam hingga ia tersentak kaget dan melempar benda itu dari tangannya. Tubuhnya yang terdorong ke belakang nyaris kehilangan keseimbangan. Napasnya terasa ditekan dengan keras bersamaan ingatan yang muncul akan benda itu.
Gelang itu?
***
“Di mana istriku?” Zhafran langsung menanyakan keberadaan Elea begitu melihat salah satu pelayan yang baru saja turun dari lantai dua.
“Di kamar, Tuan.”
Langkah kaki Zhafran gegas menaiki anak tangga dengan tak sabaran. Membuka pintu kamar dan langsung menemukan sang istri yang baru saja keluar dari kamar mandi. Senyum mengembang di wajah mereka ketika keduanya saling bertatapan. Zhafran menyeberangi ruangan sambil melepaskan jas dan dasinya. Menahan pinggang sang istri dan mencium bibir Elea.
“Cukup, Zhafran.” Elea mendorong dada Zhafran menjauh. “Pergilah mandi, aku akan menyiapkan pakaian gantimu.”
“Kenapa? Kau tak suka?”
Elea menjauhkan wajahnya karena Zhafran yang masih berusaha mendapatkan bibirnya. “Kau baru pulang dari kantor. Dan … biarkan aku sedikit beristirahat.”
“Aku sudah membiarkanmu beristirahat sepanjang hari ini.”
“Dan apakah hanya ini yang kau inginkan setiap kali bertemu denganku? Tubuhku? Semua sentuhan fisik ini?”
Zhafran menaikkan salah satu alisnya. Ada kekesalan yang sempat terselip dalam kalimat sang istri. “Ada masalah?”
Elea menggeleng, mengurai kedua lengan Zhafran. “A-aku hanya … itu tiba-tiba saja muncul di benakku.”
Zhafran menatap mata sang istri yang tampak lelah lalu mengangguk. “Oke. Aku akan mandi,” ucapnya kemudian. Tetapi masih menyempatkan diri untuk mendapatkan satu kecupan di bibir sebelum masuk ke dalam kamar mandi.
Elea berjalan ke ruang ganti. Membuka lemari pakaian Zhafran dan mengambil pakaian yang berada paling atas. Gerakannya tiba-tiba terhenti ketika kembali teringat gelang yang jatuh di teras. Milik Chriskah?
Pertanyaan tersebut membuatnya mau tak mau mengingat-ingat tentang Chris dan penguntit itu. Meski tinggi tubuh keduanya sama, tapi … ada beberapa perbedaan yang lebih banyak. Rambut Chris lurus dan lebih panjang, penguntit itu sedikit bergelombang dan lebih pendek. Suara mereka juga berbeda. Suara Chris ringan dan lembut sementara pria itu suaranya terdengar berat dan berdesis. Chris selalu memakain parfum dengan aroma yang begitu familiar, yang kerap kali mengingatkannya ketika masih berkencan dengan pria itu, vanilla dan musk. Tetapi aroma tubuh pria itu? Ia mencium aroma seperti perpaduan rumput dan kayu manis. Tipis tetapi ingatannya merekam dengan jelas aroma tersebut di kepala.
Lalu milik siapakah gelang tersebut? Mungkinkah penguntit itu berhasil kembali menyelinap ke dalam rumah ini dan tak sengaja menjatuhkan benda itu?
“Apa ini?” Suara Zhafran memecah lamunan Elea. Melangkah masuk dengan tubuh yang masih meneteskan air dan hanya tertutup handuk yang melingkar di pinggang.
Elea menoleh, melihat surat undangan yang ditunjukkan Zhafran. “Kau sudah membacanya, Zhafran,” jawabnya sambil menutup pintu lemari dan memberikan pakaian Zhafran.
“Dan kau tahu apa maksud pertanyaanku yang sesungguhnya.” Bukannya mengambil pakaiannya, Zhafran menangkap pergelangan tangan Elea. Menarik wanita itu lebih dekat ke arahnya.
“Kau ingin jawaban seperti ini?”
“Jawaban apa pun yang berhasil meredakan kecemburuanku. Apakah dia yang memberikannya padamu?”
“Ya, tadi dia datang menjemput El Noah.”
“Dan untuk apa dia mengundang ke pesta pribadi seperti ini?”
“Karena kami saling mengenal.”
“Lebih dari mengenal,” koreksi Zhafran. Melempar kartu undangan tersebut ke lantai lalu tangannya memegang pinggang sang istri, semakin merapatkan jarak di antara mereka.
“Kau cemburu?”
“Kau masih bertanya?”
Elea tersenyum. Kegelisahannya tentang gelang hitam tersebut seketika menghilang dari benaknya dengan pertanyaan tersebut. Dan hanya Zhafran yang memenuhi pikirannya. “Itu hanya sebuah pesta, Zhafran. Ada banyak pesta yang kau datangi dan aku harus menemanimu. Kenapa kau tidak bisa menemaniku datang ke pesta salah satu temanku?”
“Dia bukan salah temanmu. Dia mantan selingkuhanku.”
Senyum Elea berubah datar. “Hubungan kami benar-benar sudah berakhir, Zhafran.”
“Bagimu. Tidak dengannya.”
Mata Elea berkedip sekali. Tak cukup terkejut dengan Zhafran yang memang serba tahu. “Bagaimana kau tahu?”
“Itu sudah jelas, Elea. Bagaimana caranya memandangmu, semua pria tahu itu.”
“Aku juga melihatnya di mata Fera.”
“Itu bukan urusanku.”
“Dan itu juga bukan urusanku.”
Zhafran terkekeh puas dengan jawaban tersebut. Wajahnya tertunduk, mendaratkan ciuman di bibir sang istri. “Hanya satu kali.”
Elea memutar kedua bola matanya.
“Well, kita harus berusaha keras, kan. Untuk menambah satu anggota dalam pernikahan ini.”
Wajah Elea seketika memucat. Ada satu hal yang masih ia sembunyikan dari pria itu, yang pasti tak akan disukai oleh Zhafran.
***
Kurang manis atau terlalu manis?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top