46. Keterkaitan Fera

Part 46 Keterkaitan Fera

Elea segera menegakkan tubuhnya, saat menoleh ke samping, Zhafran sudah berada tepat di sampingnya. Mengulurkan tangan untuk memegang lengannya dan membawa tubuhnya menempel pada tubuh pria itu. Sekaligus memaksa Niel menarik tangan pria itu dan berhadapan dengan tatapan peringatan Zhafran.

“Istrimu hampir jatuh, Zhafran. Aku hanya …”

Zhafran tak butuh mendengarkan alasan omong kosong itu bahkan untuk satu detik lebih lama pun. Ia menoleh ke arah sang istri. Dengan kepucatan yang masih tersisa di wajah Elea. “Kau baik-baik saja? Apa yang dilakukannya padamu.”

Elea menelan ludahnya. Niel memang hanya berniat membantunya yang begitu terkejut hingga kehingan keseimbangan. Ia menggeleng pelan. “Apakah urusanmu sudah selesai?”

Zhafran mengangguk meski tak terima kalau Niel tak melakukan apa pun yang perlu ia tindak lanjuti. Cukup menyentuhkan tangannya di tubuh Elea itu sudah menjadi masalah bagi pria itu. Tapi Elea tak ingin keributan di antara mereka, jadi kali ini ia akan melepaskan pria itu.

“A-aku ingin pulang. Sepertinya kepalaku sedikit pusing.”

“Baiklah. Kita pulang sekarang.” Zhafran membawa sang istri menjauh, dengan tatapan tajam yang masih menusuk pada Niel.

Niel hanya meringis tipis, tertawa kecil dengan keposesifan Zhafran.

*** 

“Kau yakin tak ada apa-apa?” Zhafran mengulang pertanyaannya begitu keduanya duduk di dalam mobil. Menatap sang istri yang sejak tadi membungkam. “Dia menghampirimu tepat ketika aku meninggalkanmu. Apa saja yang kalian bicarakan?”

“Malam itu, kenapa kau tidak mengatakan padaku kalau Fera membohongimu?”

Zhafran tak cukup terkejut dengan informasi yang diberikan oleh Niel.

“Apakah kau masih sedikit peduli padanya?”

Mata Zhafran membeliak lebih lebar. “A-apa maksudmu, Elea?”

Elea menghela napas dengan kasar. Pernyataan papanya, Fera, Zhafran, dan sekarang Niel. Seolah semuanya saling melemparkan kesalahan dan membuatnya kebingungan. Siapakah yang harus ia lebih percayai. Apa yang dikatakan oleh Niel membuatnya mau tak mau berprasangka pada Zhafran.

Kemungkinan bahwa Zhafran menyembunyikan keterlibatan Fera dalam insidennya tentu saja ada. Hubungan persahabatan mereka sejak kecil. Sedikit banyak juga pasti akan memengaruhi perasaan Zhafran. Pun pria itu bersikeras mempertahankan pernikahan mereka.

“Apakah semua ini hanya karena kau ingin menenangkanku?”

Zhafran yang segera menangkap maksud kalimat Elea pun mendesah dengan kasar. “Apa yang kau katakan, Elea?”

“Niel mengatakan Fera sempat menghubungi seseorang dan menyebut namaku setelah dia menelponmu. Kau yakin dengan semua yang kau temukan hanya mengarah pada masa lalu papaku? Tak ada kaitannya dengan Fera?”

Mulut Zhafran menganga, kefrustrasian mulai muncul di antara gurat-gurat wajahnya. “Aku sungguh tak tahu apa yang kau katakan dan ingin kau katakan, Elea. Kenapa ini harus ada hubungannya dengan Fera?”

“Apa kau tidak mencurigai apa yang dikatakan oleh Niel?”

“Kau lebih mempercayai ucapan Niel? Orang yang pertama kali kau temui.”

“Dia lebih baik dari Fera.”

“Bagaimana kau mengetahuinya?” Kali ini kecemburuan mulai merebak di dadanya. “Kau lebih mempercayainya daripada aku?”

“Tidak. Tapi … aku tahu mungkin saja yang dikatakannya ada benarnya. Apa kau langsung membuangnya dari list tersangka hanya karena dia teman masa kecil yang sudah begitu banyak menemani masa-masa indah kalian?” Ada sindiran yang begitu kental dalam pertanyaan Elea. Sekaligus meluapkan semua emosi uang mengendap di dadanya.

“Ini tidak ada hubungannya dengan Fera, Elea. Apalagi dengan hubungan pertemanan kami.”

“Tidak ada karena kau sudah menyingkirkannya sejak awal!” Elea melepaskan sabuk pengamannya. Melompat turun sebelum Zhafran sempat menahan lengannya.

Zhafran gegas menyusul turun, berhasil menangkap lengan sang istri sebelum mencapai pintu gerbang. “Kembali ke dalam mobil, Elea. Kita bicarakan ini baik-baik.”

“Kau pikir kita masih bisa bicara baik-baik? Pembicaraan apa pun yang melibatkan dia tak pernah membuatku merasa baik-baik, Zhafran. Kau pikir aku tak muak dengan dia yang selalu berhasil menarik perhatianmu? Mungkin benar kalau kau tanpa sadar …”

“Cukup, Elea!” sergah Zhafran setengah membentak. Dan detik itu pula ia menyesali amarahnya yang ikut meluap.

Wajah Elea tercekat dengan dengan keras hingga tubuhnya terhuyung ke belakang. “K-kau …”

“Maafkan aku.”

Elea menyentakkan lengannya dari pegangan Zhafran. Tak berarti banyak karean Zhafran memegangnya cukup kuat. Sudah memperkirakan reaksi tersebut. “Lepaskan atau aku akan berteriak, Zhafran? Kau tak ingin keributan …”

Elea tak sempat menyelesaikan ancamannya, Zhafran membungkuk dan memanggul tubuh Elea ke pundaknya. Membawa sang istri masuk ke dalam mobil sebelum berteriak. Begitu pintu mobil tertutup, sopir langsung melajukan mobil meninggalkan halaman keluarga Carlos.

Di depan teras, seringai tersungging di ujung bibir Fera. Menikmati pertengkaran yang terjadi di bawah sana dengan penuh kepuasan. “Tampaknya aku masih cukup menjadi pertengkaran dalam pernikahan kalian, ya?” gumamnya mengejek. Dengan kebanggaan di wajahnya yang angkuh dan kedua mata yang berkilat licik.

*** 

“Lepaskan!” jerit Elea, beringsut menjauh ke ujung jok. Membuat jarak sejauh mungkin dari Zhafran. “Dan jangan berani menyentuhku!”

“Atau kau akan melompat turun?” lanjut Zhafran dengan gusar.

Elea tahu tak akan mengucapkan ancaman konyol itu meski sudah ada di ujung lidah. Sopir Zhafran pasti sudah mengunci mobil dengan akses yang dimiliki.

“Kita akan bicara di rumah. Setelah emosimu mereda,” ucap Zhafran kemudian dengan suara yang lebih lunak.

Elea tak membalas. Meski begitu dongkol dengan ucapan pria itu, satu-satunya pilihan yang dimilikinya memang hanya diam. Ia membuang wajahnya ke jendela mobil. Tak bersuara hingga sampai di rumah.

*** 

“Apa kau tidak mempertimbangkan kalau Niel dan Fera bekerja sama untuk ini?” Zhafran memulai pembicaraan begitu keduanya sampai di dalam kamar. Tetapi sang istri tak menggubris, terus melangkah menuju ruang ganti dan membanting pintunya dengan keras.

Zhafran mendesah pelan, menahan kesabarannya dan menunggu di depan pintu sembari melepaskan dasi dan jasnya. Juga sepatunya. Tetapi begitu pintu dibuka oleh sang istri, Elea sekali lagi mengabaikannya. Berjalan menuju meja rias dan mulai membersihkan make up di wajah wanita itu. Zhafran berhenti tepat di samping meja rias Elea. “Kau masih marah padaku?”

Elea masih bergeming. Melempar kapas pembersih yang sudah kotor ke tempat sampah lalu berdiri lagi, sekarang menuju kamar mandi. Yang tak bisa dikunci sehingga tak bisa menahan Zhafran yang mengekorinya. Berhenti di depan wastafel dan mencuci mukanya.

“Jadi apa yang kauingin aku lakukan untuk menyakinkanmu bahwa semua prasangkamu itu salah, hah?”

Elea tetap tak menjawab. Mengambil handuk untuk mengeringkan wajahnya. Ketika akan melangkah keluar, lengannya ditahan oleh Zhafran.

“Kita perlu bicara, Elea.”

“Suasana hatiku masih buruk.” Elea menyentakkan tangannya Zhafran. “Kita akan bicara ketika emosiku sudah mereda, kan?” tandasnya dan berjalan keluar. Langsung naik ke tempat tidur dan menyelipkan tubuhnya di balik selimut. Berbaring memunggungi sisi tempat Zhafra tidur.

Dari balik bayangan di jendela kamarnya, ia bisa melihat Zhafran yang masih membeku di dalam kamar mandi yang pintunya masih terbuka. Memejamkan matanya dengan gemuruh panas yang mengganggu perasaannya.

Kecemburuankah?

Elea tak peduli apa nama gemuruh yang memenuhi dadanya saat ini. Perhatian yang masih didapat Fera, bahkan setelah semua permasalahan yang sudah cukup menyesakkan dalam pernikahan mereka, tentu saja membuat hatinya terasa dipatahkan dengan keras.

Seolah belum cukup kekecewaannya terhadap pria itu.

*** 

Zhafran menggusur kesepuluh jemarinya di rambutnya yang masih kusut setelah bangun tidur. Menatap dua orang berpakaian serba hitam yang berdiri di depan meja dengan penuh kefrustrasiannya. “Kau yakin ini sudah semuanya? Tak melewatkan sesuatu?” tanyanya menatap berkas yang baru saja selesai ia baca

“Tuan Jacob baru saja mengirimnya dan saya bergegas memberitahu Anda begitu beliau mengatakan ini hal yang mendesak. Jika ada sesuatu yang tertinggal, saya akan segera melaporkannya kepada Anda,” jawab Soni dengan suara yang datar dan ketenangan di wajah. Syarat akan kepatuhan seperti biasa.

Zhafran menurunkan tangannya, menutup berkas di meja dan langsung memasukkannya ke dalam laci. Semalam ia meminta Jacob untuk menyelidiki tentang hubungan Niel dan Fera karena keduanya tiba-tiba datang di jamuan makan malam tuan Carlos bersama-sama. Melanjutkan rencara pertunangan yang sempat tertunda karena pertengkaran mereka beberapa bulan yang lalu.

Tetapi semua hasilnya yang datang ke hadapannya sama sekali tak memuaskan. Fera dan Niel bahkan sedang merancang pertunangan. Selama seminggu ini keduanya mendatangi kantor Chris Lee yang akan bertanggung jawab dalam pesta pertunangan tersebut. Juga butik dan gedung yang berkaitan dengan pesta pernikahan.

Secepat itukah keduanya akan melangsungkan hubungan ke jenjang pernikahan? Sementara ia masih bisa melihat dengan jelas obsesi Fera terhadap dirinya dan Elea yang begitu besar.

Seolah semua hasil penyelidikan ini bertentangan dengan pribadi Fera yang sudah ia kenal dengan sangat baik. Ia terdiam, tampak berpikir keras. Mencoba menggali-gali ingatannya. Dan satu hal yang meski tak cukup mengganggunya karena ia pikir apa yang dikatakan Niel pada Elea hanyalah kebohongan yang dibuat-buat, sepertinya ia pun perlu menyelidiki kebenaran tersebut.

“Aku ingin kau mendapatkan ponsel Fera. Cari tahu semua riwayat panggilannya, terutama pada malam saat istriku diculik.”

Soni mengerjap dengan perintah tersebut. Tentu saja itu adalah informasi pribadi yang akan sangat sulit untuk didapatkan. Tetapi keseriusan di wajah Zhafran tak memberinya pilihan selain mengangguk patuh.

“Aku ingin secepatnya. Kau punya koneksi tak berbatas, jadi pastikan hasilnya juga memuaskan,” pungkas Zhafran sembari beranjak dari kursinya dan berjalan keluar. Langsung menuju kamarnya.

Elea sudah bangun dan suara gemericik air dari kamar mandi menandakan sang istri sedang berada di dalam sana. Saat wanita itu keluar tak lama kemudian, Elea rupanya masih berniat mendiamkannya. Dan suasana hati wanita itu yang memburuk, bertahan sepanjang hari. 

Saat Zhafran pulang dari kantor, Elea sengaja menghindarinya dengan duduk di samping kolam. Sama sekali tidak naik ke kamar hingga meja sudah siap untuk makan malam. Memaksa sang istri bergabung di meja makan karna Zhafran tak mengijinkan pelayan mengantar makan malam Elea ke kamar. Tetapi rupanya sang istri sama sekali tak keberatan melewatkan makan malam.

“Sampai kapan kau akan menghindariku seperti ini, hah?” geram Zhafran. Mencegah langkah Elea yang hendak menaiki anak tangga. “Apakah suasana hatimu yang memburuk itu karena kau cemburu dengan pikiranmu sendiri tentangku dan Fera?”

“Apa?” Mata Elea melotot tak percaya. Mulutnya bereaksi lebih cepat ketimbang keinginannya yang masih ingin mendiamkan Zhafran. Memelintirkan lengannya agar lepas dari pegangan pria itu. “Cemburu kau bilang? Jangan bermimpi kau, Zhafran. Itu tidak mungkin.” 

“Kalau begitu kita ke ruang makan dan selesaikan makan malam. Setelah itu kita bicara. Menyelesaikan kesalah pahaman sialan ini.”

Mulut Elea membuka, ingin membantah. Tetapi kemudian mulutnya tertutup kembali.

“Atau kau memang cemburu padaku?” Salah satu alis Zhafran terangkat. Ada seringai yang terukir di ujung bibirnya. Dan tentu saja ia menyukai perasaan cemburu yang mungkin saja dirasakan oleh sang istri. Yang artinya, dirinya mulai berhasil menyelinap ke dalam hati wanita itu.

*** 

Makan malam berlangsung dalam keheningan. Elea menghabiskan isi piring dan minumannya lebih cepat daripada Zhafran. Tetapi lagi-lagi ketika hendak beranjak pergi, Zhafran menahannya.

“Kita belum bicara.”

“Tak ada yang ingin kubicarakan denganmu.”

“Aku ada.”

Elea pun kembali membanting pantatnya kembali di kursi. Membuang wajah ke samping.

“Sejak tahu kebohongan Fera malam itu, dialah yang pertama kali kuselidiki. Tapi tak ada bukti apa pun yang ada hubungan dengannya.”

Elea menoleh dengan cepat. Keraguan yang jelas menghiasi ekspresi wajahnya. “Kau yakin sudah menyelidiki dengan teliti? Tidak terbawa perasaanmu?”

“Perasaan macam apa yang kau bicarakan, Elea? Tak ada perasaan macam apa pun itu yang kau pikirkan dan kau kira di antara kami selain murni sebuah pertemanan. Keluargaku mengenal keluarganya dengan baik bahkan sejak aku belum lahir. Kami sekolah di tempat yang sama dan tumbuh bersama. Hanya sebatas itu. Tidak lebih dan tidak kurang.”

“Rupanya pertemanan kalian memang begitu dalam dan kuat.” Ada sindiran yang begitu kental dalam suara Elea yang keluar begitu saja.

Zhafran terdiam. Matanya memicing tajam menelisik lebih dalam kesinisan di wajah sang istri. “Jadi kau memang cemburu?”

Elea mengerjap, menyadari ekspresinya yang keluar begitu saja. “T-tidak.”

Zhafran hanya mendengus tipis. Jawaban Elea yang terbata malah semakin meyakinkan tuduhannya. Tetapi ada hal lebih serius yang harus mereka bahas.

“Aku tidak cemburu, Zhafran. Tidak mungkin,” tandas Elea penuh penekanan yang berlebihan. “Hubungan kita tak akan sejauh itu.”

“Kau saja bisa mencintai mantan selingkuhanmu, kenapa kau tidak bisa mencintai suamimu sendiri.”

Mulut Elea membuka nutup, kehilangan kata-kata untuk membalas. “Aku ingin tidur,” ucapnya kemudian. Merasa malu luar biasa dan tak tahan jika harus berhadapan dengan Zhafran satu detik lebih lama. Ia pun beranjak berdiri, meninggalkan meja makan.

“Tunggu, Elea.” Zhafran menyusul. Keduanya belum benar-benar keluar dari ruang makan ketika Soni baru saja muncul dari arah ruang tengah. Keseriusan di wajah pria itu menghentikan Zhafran dan Elea ketika pria itu bergerak mendekat.

“Naiklah,” ucap Zhafran kemudian pada Elea.

Pandangan Elea tak sengaja turun ke arah berkas yang dipegang oleh Soni. Ada lembaran yang terselip keluar dari dalam map. Posisi Elea yang lebih dekat dengan kepala pengawal Zhafran tersebut lebih memudahkannya untuk menarik ujung berkas tersebut, tepat sebelum Zhafran dan Soni mencegah tindakan tersebut.

“Kau menyelidiki Fera?” Elea menunjukkan lembaran CCTV yang langsung ia kenali gambarnya.

“Tunggu di kamar, Elea.”

“Aku ingin mendengarnya,” tegas Elea keras kepala. Melempar lembaran tersebut ke arah Zhafran. “Jadi, apakah wanita itu memang ada hubungannya?”

Zhafran dan Soni saling pandang. Menatap Elea yang tak akan menyerah sebelum mendapatkan yang wanita itu inginkan.

“Kecuali memang ada yang harus kau sembunyikan dariku,” tambahan kalimat Elea membuat Zhafran terpaksa memberikan satu anggukan singkat sebagai isyarat pada Soni untuk menjawab.

Soni menyerahkan map di tangannya pada Zhafran dan mengangguk. “Ya, Tuan. Nomor nona Fera sempat terhubung dengan salah satu nomor kontak yang pernah mengirim teror ke ponsel nyonya.”

***
Cerita ini tidak diebookin ya. Sudah tersedia paketan dengan harga murmer hingga end di Karyakarsa. Yang ga sabaran nunggu updatennya bisa langsung ke sana. Cari dengan judul yang sama.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top