18. Merindukanku, Manis

Di Karyakarsa sudah tamat, ya. Bisa beli fullpaket biar lebih murmer dan bisa akses semua part. Cerita yang ini tidak diebookin, ya. Yang nunggu tamat, silahkan ke Karyakarsa.

Seperti biasanya, Zhafran selalu berhasil menarik perhatian kebanyakan wanita lajang maupun paruh baya yang secara terang-terangan menawarkan putri mereka untuk sekedar mendapatkan perhatian seorang Zhafran Enzio. Yang sebelumnya pernah menyandang status sebagai bujangan paling dicari. Padahal sudah belasan tahun Elea ditunangkan dengan pria itu. Seolah mereka sengaja membuta dengan fakta tersebut. Bahkan hingga di detik ini, dengan Elea yang telah resmi menjadi istri sah Zhafran. Dengan pesta pernikahan yang paling begitu diimpikan oleh nyaris seluruh wanita di negeri ini. Nyaris. Karena sejujurnya itu bukan pernikahan impian Elea. Yang menciptakan beban di pundaknya untuk memegang kesempurnaan pernikahan ini meski tak ada cinta dalam rumah tangga mereka.

Pegangan tangan Zhafran di pinggang Elea semakin merapat begitu keduanya melewati para pemuda yang secara terang-terangan menunjukkan tatapan memujanya pada sang istri. Ujung bibirnya berkedut menahan diri untuk tidak menyarangkan tinju di mata semua orang. Namun cukup merangkul pinggang sang istri dengan posesif, seharusnya lebih dari cukup bagi pria dengan berbagai macam pikiran liar mereka bahwa Elea Enzio adalah miliknya. Istrinya.

“Zhafran?” Suara pria paruh baya yang menyeruak di antara kerumunan menyambut keduanya dengan kedua lengan membuka dan senyum lebarnya. Memeluk pria itu dan menepuk pundak putra dari sahabatnya tersebut. “Anne baru saja memberitahu, Om. Kalau kau yang akan datang. Padahal Om sangat merindukan mamamu.”

Zhafran memberikan senyuman hormatnya pada sang paman. “Selamat, akhirnya paman memiliki seorang menantu.”

“Calon,” koreksi Ibra. “Pergilah ke depan, pesta akan segera dimulai. Meja paling depan sebelah kanan.”

Zhafran mengangguk. Membawa Elea melewati Ibra Mahart menuju meja yang berada tak jauh posisi keduanya. Meja yang berada tepat di depan panggung dengan dekorasi bunga berwarna biru muda dan putih. Senada dengan gaun dan jas pasangan yang mulai berjalan naik ke panggung dan segera mendapatkan perhatian seluruh undangan.

Elea berusaha melepaskan jemari Zhafran yang mengisi sela-sela jarinya di pangkuan pria itu, tetapi Zhafran malah menyeret kursi pria itu lebih dekat dengan kursinya. Menundukkan kepala dan berbisik di kepalanya. “Kau ingin ke toilet saat pesta bahkan belum dimulai?”

Elea berhenti meronta, ujung matanya melirik sinis dengan sindiran sang suami. Ia memang selalu beralasan pergi ke toilet untuk melepaskan diri dari pria itu. Membiarkan pria itu melakukan apa pun yang disuka.

Setelah acara penukaran cincin dan para tamu dipersilahkan untuk menikmati hidangan, barulah Elea benar-benar memiliki kesempatan untuk melepaskan diri dari Zhafran. Namun sekali lagi itu menjadi sebuah angan-angan.

“Kenapa? Kau juga ingin ikut ke toilet?” desisnya tajam saat Zhafran pun ikut bangkit berdiri.

Zhafran mengangguk dengan mantap dan tegas. Menangkap pinggang Elea dan membawa wanita itu menjauh dari meja.

Elea benar-benar dibuat tak berkutik. Zhafran benar-benar mengantarnya keluar dari kemeriahan pesta. “Toilet di sebelah sana,” beritahunya ketika Zhafran membawanya ke sebelah kiri sementara penunjuk arah mengarah ke kanan.

“Di sana toilet umum.”

Kening Elea berkerut. Menatap lorong pendek di depan mereka, yang kemudian berbelok ke kiri lagi. Dua pintu ganda ada di kedua sisi. Tangan Zhafran merogoh ke dalam saku jas dan mengeluarkan kartu berwarna perak dan biru untuk membuka pintu.

Kerutan tersamar di antara kedua alisnya, meski begitu ia tak akan menunjukkan keheranannya dengan akses Zhafran yang dimiliki di pesta ini. Ibra Maharth adalah keluarga paling dekat dengan mertua perempuannya. Sama seperti Zhafran dan Fera, keduanya berteman sejak kecil. Membuatnya teringat akan kisah cinta Fera dan Zhafran yang harus kandas karena dirinya. Karena perjodohannya dan Zhafran.

Sebuah tempat tidur, set sofa yang nyaman dan berbagai fasilitas layaknya hotel bintang lima. Elea tak perlu meragukan kenyamanan yang ditawarkan oleh kerajaan bisnis yang diturunkan pada suaminya tersebut. Zhafran memiliki nyaris setengah gedung di kota ini.

Menemukan satu-satunya pintu yang ada di ruangan tersebut, Elea gegas melepaskan tubuhnya dari lilitan lengan Zhafran dan berjalan menuju pintu kamar mandi tersebut. Sengaja berlama-lama di sana meski urusannya sudah selesai. Menatap wanita cantik dengan polesan make up dan gaun berwarna maroon yang semakin menyempurnakan penampilan fisiknya. Yang berbanding terbalik dengan batinnya yang hancur dan remuk redam.

Kedua matanya menyiratkan luka yang tak akan pernah sembuh. Bahkan semakin hari semakin memburuk. Mata terpejam, ketika samar-samar ingatan malam itu muncul di benaknya. Suara langkah kaki di antara kegelapan, menyusul langkah kakinya yang berderap meninggalkan rumah menuju carport. Hingga sapu tangan yang membekap mulut dan hidungnya.

Mata Elea terbuka dengan keras, tergelagap oleh napasnya sendiri. Matanya berusaha membuka selebar mungkin, meyakinkan pantulan dirinya di cermin adalah dirinya. Yang tengah berada di kamar mandi di ruangan istirahat khusus pemilik pesta. Dan ada Zhafran yang sedang menunggunya di balik pintu.

Napas terengah Elea perlahan kembali tenang, meraih tasnya dan berjalan keluar. Nyaris bertabrakan dengan dada Zhafran yang berada tepat di depan pintu.

“Kenapa kau lama sekali?” Suara Zhafran setengah membentak dengan kecemasan yang melekati kedua mata pria itu.

Elea hanya menjawab dengan tatapan dinginnya. Kemudian berjalan melewati sang suami. Begitu ia mencapai pintu, pria itu kembali menangkap pinggangnya dan merangkulnya dengan posesif.

“Apa ini juga salah satu bentuk penyesalanmu?” Ada dengusan yang terselip. Elea berusaha menepis kehangatan yang mulai menyentuh hatinya dengan semua perhatian Zhafran yang sekarang seolah hanya tertuju padanya. 

Zhafran menghela napas tanpa suaranya. Tak memberikan jawaban apa pun karena hanya akan membuat keduanya kembali terlibat dalam pertengkaran, yang selalu ingin dihindarinya.

Begitu keduanya bergabung di tengah pesta, keduanya seketika terjebak di tengah kerumunan. Tubuh Elea sempat terdorong ke depan dan kembali ditangkap ketika tiba-tiba pencahayaan di seluruh ruangan menjadi berubah meremang. Langkah Elea segera terhenti dan seluruh tubuhnya menegang, tubuhnya berbalik dan memeluk Zhafran. Menenggelamkan wajahnya di dada pria itu. Yang kemudian kedua lengan pria itu memeluk tubuh mungilnya yang gemetar ketakutan. 

Elea berusaha menahan jeritan dengan menggigit bibirnya, ketika suara bisikan itu berdengung di kepalanya benar-benar terdengar di telinganya. 

“Merindukanku, manis," bisik suara berat di telinga Elea.

Seketika Elea menyadari tubuh yang ia peluk bukanlah Zhafran. Aroma parfum yang merasuk ke dalam hidungnya juga bukan milik Zhafran. Penguntit itu telah kembali. Jeritan pun berhasil lepas dari bibirnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top