14. Pengakuan Cinta Fera

Part 14 Pengakuan Cinta Fera

Zhafran sama sekali tak berminat membuka pesan atau menanggapi panggilan Fera yang masih tak berhenti membuat ponselnya bergetar. Namun, ketika interkomnya berbunyi dan ia menjawabnya. Sekretarisnya menyampaikan pesan dari Fera yang mengejutkannya.

“Nona Fera sedang berada di QueenMall, melihat ibu dan istri Anda berbelanja.”

Wajah Zhafran menggelap. Menatap ponselnya yang bergetar dan menampilkan nama Elea. Memaksa tangannya terulur menyambar benda itu dan menjawab panggilan dari Fera.

“Apakah aku berhasil mendapatkan perhatianmu?” Suara Fera menjawab dari seberang. “Mamamu dan Elea terlihat sangat bersenang-senang.”

Zhafran bangun berdiri, menyambar jasnya dan dengan langkah besar-besarnya menyeberangi ruangan menuju pintu. “Jika kau menyentuhnya, akan kupastikan membuatmu menyesal, Fera.”

Fera tertawa. “Kau meninggalkan tasku pada resepsionis. Aku sudah memastikannya dipecat dari pekerjaannya, Zhafran.”

Bibir Zhafran menekan dengan keras. Belum pernah ia merasa semuak ini ketika berhadapan dengan Fera. Ia sangat mengenal wanita itu dengan baik. Sisi terbaik dan terburuk dari wanita keras kepala dan ambisius itu. Yang akan menghalalkan secara cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Sekarang yang benar-benar membuatnya menjadi masalah adalah keinginan wanita itu terhadapnya. 

“Dan aku akan memastikannya mendapatkan pekerjaannya kembali. Di sana atau di perusahaanku.”

Fera mendengus. “Kau lebih memperhatikannya, Zhaf.”

“Aku akan melakukannya. Hanya agar kau tahu, bahwa aku bukan target yang tepat untukmu.” Zhafran mengakhiri panggilan tersebut. Langsung menekan nomor kontak mamanya yang tak diangkat. Hingga di panggilan ketiga. Ia pun menghubungi papanya, yang langsung dijawab di deringan ketiga.

“Apa papa tahu di mana mama dan Elea sekarang?”

“Kenapa?”

“Aku tak punya banyak waktu, Pa. Katakan saja.” Suara cemas Zhafran terdengar mendesak. Yang membuat Luciano akhirnya memberitahu lokasi terakhir sang istri dan menantunya tersebut.

Begitu duduk di balik kemudi, ia langsung menekan pedal gas dalam-dalam. Meninggalkan basement kantornya secepat mobilnya melesat pergi. Tak lebih dari lima belas menit, ia sudah mendekati gedung pusat perbelanjaan tersebut. Dan tepat ketika ia mematikan mesin mobil, ponselnya berdering. Panggilan dari sang mama.

“Hallo, Ma.”

“Zhaf?!” Suara histeris mamanya menjawab dari seberang. Di selimuti dengan kecemasan yang begitu kental. “Istrimu. Dia pingsan di toilet.”

Zhafran tercekat dengan keras hingga tubuhnya menegang. “Di mana mama sekarang?”

“Di rumah sakit. Kami baru saja sampai.”

“Elea?”

“Dia baru saja ditangani dokter. Mama baru sempat menghubungimu. Semuanya begitu tiba-tiba.”

“Rumah sakit mana?”

“Mama tidak tahu namanya. Sekitar lima menit dari Mall.”

“Zhafran mengerti, Ma.” Zhafran mengakhiri panggilan dan gegas kembali menyalakan mesin mobil. Tak sampai lima menit sampai di sana.

Kecemasan tak berhenti membuat dadanya melumpuh ketika bayangan-bayangan terburuk yang akan menimpa Elea muncul di benaknya. Sama seperti yang dirasakannya malam itu. Kakinya terus bergerak, menyeberangi lobi rumah sakit yang luas. Berbelok di ujung mengikuti penunjuk arah yang akan membawanya ke UGD. Begitu memasuki ruang gawat darurat tersebut, ia mengedarkan pandangannya dengan liar. Langsung menemukan sang mama yang berbicara dengan pria berjas putih tak jauh dari posisinya.

“Apa yang terjadi, Dok? Bagaimana keadaan istri saya?” Napas Zhafran terengah ketika bertanya pada sang dokter. Sebelum kemudian tubuhnya lemas dan dadanya sesak melihat tubuh Elea yang berbaring di ranjang pasien di samping mereka.

“Zhafran?” Anne sempat terkejut dengan kemunculan sang putra yang begitu tiba-tiba, tetapi kembali tenang dengan cepat. “Elea sudah baik-baik saja.”

“Anda suaminya?” tanya sang dokter.

Zhafran mengangguk.

“Bolehkah saya bicara dengan Anda?”

Zhafran menoleh pada sang mama, yang kemudian mengangguk dan berjalan mendekati ranjang pasien Elea. Sementara sang dokter membawa Zhafran ke tempat yang lebih jauh.

Kening Anne berkerut dalam menatap punggung sang putra, dan kemudian menghela napas rendah dan panjang.

*** 

Zhafran kembali tak lama kemudian, dengan wajah yang lebih kusut. Sejenak kegeramannya pada Fera mereda karena kecemasannya pada Elea yang lebih besar. Namun, amarah itu kembali melunjak ketika melihat Fera yang berdiri di samping ranjang pasien dengan Elea yang masih memejamkan mata.

Wajahnya kembali menggelap, dalam dua langkah besarnya berhasil mendekati Fera. "Ma, bisakah Zhafran minta tolong untuk menjaga Elea lebih lama lagi?"

Anne yang merasa janggal dengan amarah yang membara di kedua mata sang putra hanya mengangguk pelan. Terkejut ketika Zhafran menyambar lengan Fera dengan kasar dan menyeret wanita itu pergi.

"Zhaf? Ada apa ini?"

Anne masih bisa mendengar suara rintihan Fera. Dengan kening yang berkerut cemas. Perubahan interaksi keduanya tadi malam dan sekarang  tentu saja membuatnya bertanya-tanya. Ditambah ia sempat mendengarkan setengah percakapan Fera dan Elea di restoran. Sepertinya ada sesuatu yang cukup serius di antara ketiganya. Yang ada hubungannya dengan keguguran Elea.

Mata Anne melebar, dengan firasat di batinnya yang mengejutkannya.

'Apakah putranya berselingkuh dengan Fera ketika Elea keguguran?'

*** 

"Lepaskan, Zhafran. Kau menyakitiku," rengek Fera sementara tangannya yang lain berusaha membebaskan cengkeraman Zhafran yang semakin menguat. Sengaja menyakitinya. "Kau ingin mematahkan tanganku?"

Langkah Zhafran terhenti, menyentakkan lengan Fera dengan kasar hingga wanita itu terhuyung ke belakang, nyaris terjungkal jika tak mampu menyeimbangkan tubuh dengan baik. "Apa yang kau lakukan pada Elea? Apa yang kau katakan padanya hingga dia pingsan?"

Fera meringis kesakitan. Zhafran tak bersikap sekasar ini pada wanita. Terutama pada dirinya. Apalagi sengaja membuat tersakiti secara fisik seperti ini.

"Lihat apa yang kau lakukan padaku, Zhafran?" Ada nada merajuk yang terselip. Menunjukkan pergelangan tangannya yang memerah. "Kau melukaiku? Kau tak pernah semarah ini padaku hingga membuat lecet seujung kuku pun. Lihatlah apa yang kau lalukan sekarang? Kau bukan dirimu yang selama ini kukenal. Kau berubah."

Zhafran hanya melirik sekilas jejak merah di sana. Ia tak pernah berbuat kasar pada wanita mana pun. Tapi yang dilakukan Fera pada Elea jauh lebih buruk. Ia tak peduli melakukan kekasaran itu dengan sengaja atau tidak.

“Jadi karena ini kau merasa bersalah pada istrimu dan marah padaku? Karena kau memenuhi panggilanku dan istrimu keguguran?”

Zhafran cukup terkejut dengan kalimat Fera. "Dari mana kau tahu?" desisnya tajam.

Fera hanya menebak. Melihat Elea yang menyalahkan dirinya dengan penuh emosi, ditambah ketika ia mendengar mama Zhafran yang mengatakan tentang keguguran Elea pada dokter dan sekarang ekspresi tercengang Zhafran membuat tebakannya tepat mengenai sasaran.

Kemarahan berlebihan Zhafran karena kebohongan kecilnya karena tak lebih oleh rasa bersalah dan iba Zhafran pada Elea. “Karena ini kau begitu marah padaku?” ulangnya tak membutuhkan jawaban.

“Enyah dari hidupku dan jangan pernah muncul di hadapanku ataupun Elea lagi, Fera." Zhafran maju satu langkah, kedua matanya yang menusuk tajam tatapan Fera tampak begitu menakutkan hingga berhasil membuat Fera membeku dengan bulu kuduk di tengkuk yang meremang. Membuat bibirnya ikut membeku saking terkejutnya.

"Sekarang, lupakan apa pun itu omong kosong di antara kita berdua. Aku tak peduli kau datang di hidupku sebelum aku dan Elea dijodohkan. Aku tak akan peduli bahkan jika Elea yang datang di tengah-tengah hubungan yang sama sekali tak lebih berarti dibandingkan pernikahanku, Fera. Aku tak akan pernah peduli.”

Sekali lagi Fera tersentak keras dengan kalimat Zhafran yang penuh emosi dan cukup lantang tersebut meski nada suaranya cukup rendah. Tak cukup menarik perhatian seperti suara Elea ketika di restoran. Akan tetapi, rasa malu dan kecewa yang diberikan Zhafran jauh lebih besar dari yang diberikan Elea. Menamparnya dengan lebih keras. 

Mata Fera mengerjap, butuh beberapa saat lebih lama untuk menelaah kesyokannya.

"Jika memilih pernikahanku membuatku harus kehilangan pertemanan kita, aku tak akan berpikir dua kali untuk mempertahankan pernikahan kami. Termasuk jika harus memutuskan hubungan apa pun itu di antara kita."

"Z-zhaff?" Suara Fera terbata. Sebelumnya Zhafran hanya menyakiti fisiknya, sekarang pria itu sengaja menghancurkan perasannya. "A-aku tak percaya kau mengatakan hal sekejam ini padaku, Zhaf."

"Anggap saja kau sedang bermimpi dengan mata terbuka."

Air mata Fera mulai meleleh, jatuh ke pipinya. "Tega sekali kau mengatakan ini padaku. Tega sekali kau!" Tangan Fera terangkat, hendak memukul dada Zhafran. Akan tetapi Zhafran menangkapnya sebelum berhasil menyentuh tubuh pria itu. Yang membuatnya semakin emosi dan menangis tersedu.

"Ada apa ini, Zhafran?" Anne tiba-tiba sudah berdiri beberapa meter dari Zhafran dan Fera. Dengan keterkejutan yang memucatkan wajah wanita itu. "A-apa … kalian memang berselingkuh di belakang Elea?"

"Tidak seperti itu, Ma." Zhafran melepaskan tangan Fera dan mendekati Anne. Yang masih membelalak tak percaya 

Isakan Fera terhenti, berang bukan main dengan penolakan Zhafran. Tak terima penyangkalan pria itu akan perasaannya ataupun perasaan yang belum pria itu sadari.

"Tak ada apa pun di antara kami. Apalagi jika harus disebut perselingkuhan."

Wajah Fera mengeras. Berjalan lebih dekat dan berkata, "Itu tidak benar, Tante. Fera mencintai Zhafran."

***

Di Karyakarsa sudah tamat, ya. Bisa beli fullpaket biar lebih murmer dan bisa akses semua part. Cerita yang ini tidak diebookin, ya. Yang nunggu tamat, silahkan ke Karyakarsa.

Nb : Ada potongan voucher 5k untuk 5 pembeli pertama, ya
Kode vouchernya ZHAFRANELEA

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top