Bab. 4 petir yang menyambar hati
"Apa?" Ucap Zeyna kaget setelah mendengar penjelasan dari Fajri sepupunya itu.
Zeyna merasa terkena serangan jantung yang juga menusuk hatinya. Zeyna mulai lunglai. Ia ingin lari dengan sekuat tenaga namun kakinya melemah dan sulit untuk bergerak.
Fajri hanya melihat Zeyna dengan iba. Seharusnya ia tidak memberitahu hal ini pada Zeyna. Tapi ini penting untuk Ayahnya yang sedang koma di rumah sakit.
"Zezey?" Ucap Fajri memastikan keadan Zeyna.
"Faji, bagaimana?" Tanya Zeyna dengan lesu.
Memang hanya mereka berdua yang menggunakan nama kecilnya. Walaupun ada banyak temannya yang tau. Tap, teman-temanya merasa lebih nyaman dengan nama panggilan yang biasa.
"Zeyna!" Ucap lelaki dibelakang Zeyna itu kaget. Hingga segera membopong Zeyna. Fajri terdiam dan kaget tidak bisa melakukan apa-apa.
"UKS! UKS! Woy! Dimana UKS? Ini semua salah Lo?" Fajri terhentak. Dan membantu Hadhi membawa Zeyna ke UKS.
Inilah hal yang tidak di inginkan Fajri. Namun, ibunya keukeh untuk menyampaikan kabar ini pada Zeyna. Bagaimana tidak? Ibu Zeyna menelponnya hingga 23 kali, itupun Fajri dalam keadan sedang presentasi di depan ketua OSIS, hingga ditegur oleh ketua OSIS. Walaupun, jabatan Fajri hanya sekertaris OSIS.
POV Ibu Zeyna
Air mata terus mengalir, di pipi manis wanita paruh baya dengan kacamata bulatnya terlihat dimatatanya banyak harapan dalam keputus asa'an wanita itu. Sesekali ia memutar tangannya, melihat arlojinya.
Tatapan tidak pernah habis kepada ruang UGD itu. Entah apa yang dilakukan orang-orang berseragam hijau itu. Namun, ia berharap keajaiban datang dan malapetaka segera berakhir.
Pukul 8.00 pagi Zeyna sudah berangkat sekolah, Ibu segera merapikan meja makan.
"Treng!" Piring di meja tempat ayah makan terjatuh hingga melukai mata kaki ibu Zeyna. Perasaan yang tidak karuan menghampiri apakah?
"Ah, sudahlah. Aku harus positif dalam berfikir agar keluarga ku selalu baik baik saja." Batin ibu Zeyna.
Mesin cuci berbunyi kencang lalu tiba-tiba suaranya memelan. Itu pertanda bahwa cucian baju ibu sudah siap diejemur.
Ibu memang sudah biasa mencuci dan menyiapkan pekerjaan rumah dari mulai dari jam 5 pagi usai sholat subuh. Tapi, ketika ibu akan membuang sampah ke luar.
"Heum, tiba-tiba mendung ya? Perasaan tadi pas aku antar bekal Zeyna keluar rumah cerah ya, kira-kira Zeyna telat nggak ya sekolahnya." Batin ibu Zeyna yang kini semakin merasa tidak enak.
Ketika ibu sudah menyiapkan baju untuk di jemur di dalam dapur. Suara telpon berdering. Seketika ibu mendengar suara dari sana bagaikan petir yang menyambar saat itu. Walaupun awan mendung, petir kali ini tidak berasal dari awan itu tapi dari kabar di telpon itu.
Baju ayah Zeyna yang akan dijemur ibu kini lepas dan terjatuh dari tangannya. Gemericik hujan menemani buliran air mata yang mengalir di pipi paruh baya itu.
"Ayah." Ucap ibu dengan Lirih.
***
Mata Zeyna menyipit, sebuah bayangan lelaki yang gagah itu terlihat di tembok. Seraya melambaikan tangan pada Zeyna, air mata Zeyna mengalir.
Ia masih tidak tau apa yang terjadi, seakan pikirannya belum pulih kenapa ia berada di ruangan ini. Ia kembali memejamkan mata, dan pikirannya membayangkan apa yang tadi Fajri katakan.
"Apakah ini mimpi?" Batin Zeyna.
"Aarghh!" Sesak di dada kembali datang, ia berusaha bangkit dengan badan yang lunglai. Ia sangat ingin berlari. Tapi, kakinya begitu lemas. Entah sebab tangis dan emosi yang meluap dan tertahan atau yang lainnya.
"Aku harus kuat demi ayah. Ayah pasti menunggu. Dan membutuhkan dukunganku." Batin Zeyna, sambil menyeka air mata Zeyna menguatkan diri.
Pintu perlahan dibuka, Zeyna harus kuat dan semangaat untuk ayahnya. Tapi, setelah dibuka ada lelaki yang menunggunya. Mengetahui hal itu lelaki itu segera menghampiri Zeyna. Tapi, Zeyna kembali ke ruangan mencari bayangan. Karna Ina baru ingat ada lelaki yang melambai tadi. Seingatnya pintu baru saja ia buka dan tidak mendengar siapa yang masuk dan keluar.
"Zezey?" Tanya Fajri. Zeyna bingung dan terus mencari.
"Zey, ayo pulang, aku disuruh pulang sama kamu. Kamu kemana aja sih. Yuk." Ucap Fajri memegang tangan Zeyna dan langsung membawanya.
Zeyna mencoba berpikir untuk tidak memikirkan hal buruk.
"Apa mungkin itu Fajri tadi, apa dia tau saat aku mulai siuman. Hmm," batin Zeyna.
"Loh, kok kerumah Ji, bukannya ke rumah sakit ya?" Tanya Zeyna pada Fajri yang dibalas dengan senyum.
"Ji, jawab gue mau ketemu ayah gue ji." Tegas Zeyna yang dibonceng oleh Fajri.
"Kami nih kenapa? Nggak ada yang sakit ko kerumah sakit. Ayah kamu sehat ko tadi telpon aku suruh pulang sama kamu. Ayah kamu bilang, aku harus jagain kamu." Fajri menjelaskan semuanya seakan itu hanya mimpi. Zeyna bingung.
Matahari kini tidak mau menampakan dirinya. Kenapa? Awan pun tak mendung untuk suasana yang indah, awan biru tadi pagi sudah tak terlihat, hanya awan putih yang mulai menggelap.
Seakan ada duka dibaliknya. Jalanan basah oleh air hujan, apakah langit telah menangis. Tapi, kenapa? Apakah karna mimpi buruk tadi. Tapi, kenapa aku bermimpi di ruang UKS? Batin Zeyna terus bertanya-tanya, ada apa dengan semua ini?.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top