Chapter 16
Iri terbeliak. "Apa!? Ap maksudmu!? Sebenarnya apa maksud semua ini!? Kenapa Azka bisa ada did Dimensi Masa, padahal jelas-jelas aku melihatnya mematung di London bersama teman-temanku!?"
PErtanyaan deras melluncur dari mulut Iri dengan penuh emosi. MArah, sedih, senang, semuanya bercampur jadi satu dengan situasi yang tak dapat Iri jelaskan. Mirai ini ... sebenarnya mau apa dia?!
"Bukankah sudah kubilang sebelumnya Iri? Aku hanya ingin memberi kebahagiaan pada masa depan seseorang. Dan, kau tidak bisa menutup-nutupi—apalagi berbohong pada apa ynag kau impikan di MAsa Depan di hadapanku," ujar MIrai. "Hati kecilmu menginginkannya, bukan? Kau juga mengingkan Ibu dan Ayahmu bersamamu di masa depan. Tapi, aku tidak punya kuasa untuk menghadirkan sesuatu yang sudah di lain dunia. Jadi, inilah keinginanmu sekarang, Gadis Waktu."
Iri tak kuat. Ia tidak bisa memilih antara Azka atau keselamatan dari waktu kedua dunia. Egois, memang. Tapi, hatinya terlalu kuat untuk memilih si pemuda.
"Iri ...."
Sang gadis menahan napas. Suaranya ... suaranya membuatnya hilang akal! Senyumnya meluluhkan hatinya. Wajah tampannya membuat mata Iri tidak bisa berpaling barang sedetik pun.
"Iri! Sadarlah! Kau tidak boleh termakan rayuannya!" panggil Ren. Tapi, Iri tak mendengar. Telinganya penuh dengan lantunan meodi dari tiap ucapan mulut Azka.
"Iri, bergabunglah denganku. Mari kita nikmati masa depan bersama-sama. Bukankah itu yang kau inginkan?" ucap Azka sembari mendekat.
"Tidak!" Ren sontak berteriak. "Iri! Jangan dengarkan dia! Kau tidak boleh meninggalkan tugasmu Iri! Nasib dua dunia ada ditanganm—Hhmmph!!
Mirai membungkam mulut Ren dengan tangan lentiknya. "Ya, ya. Sudah cukup kau berbicara, Anak Waktu. Kenapa kau tidak biarkan dirimu menikmati indahnya mimpi dan harapan yang jadi kenyataan? Tak bisakah kau lihat Gadis Waktumu sedang sangat gembira?"
"Hmmphh!! Mmmmmpphh!!!"
"Ayo, Iri. Raihlah tanganku. Terimalah aku menjadi masa depanmu."
Kalimat singkat yang berhasil menghipnotis seluruh raga dan pikiran. Iri benar-benar jatuh ke dalam buaian. Ren panik kala tangan berbalut sweter itu terulur mendekati tangan yang terajukan pada sang gadis. Mulutya dan tubuhnya telah terbungkam dan terikat oleh sebuah tali bercahaya yang sangat kencang. Anak itu tidak bisa apa-apa selain terbaring di atas tanah dengan mata terbeliak.
"Ayolah, ayolah, ayolah, Iri! Pikiran kita saling terhubug, perasaan kita saling menyatu. Kau pasti tahu apa yang harus kau lakukan. Jangan genggan tangan sosok ilusi itu!"
Bagai tersengat aliran listril, Iri terdiam. Mirai dan Azka memandang heran. Ada apa dengan gadis ini?
Iri merasakan sesuatu mengaliri dirinya. Berbisik ke dalam jiwanya, dan entah bagaimana alam bawah sadarnay memilih untuk mendengarkan bisikan itu dan mengambil alih raganya. Membuat Iri meanrik kembali tangannya yang hampir menyentuh Azka, dan menoleh ke belakang. Ren yang kini sudah melemaskan pundaknya yang tegang berhasil membuat Iri terkejut.
"Ren!" Dia berlari ke arah anak itu sambil mengambil panah dari punggungnya. Dia tidak menggubris seruan Azka yang juga mengejarnya. Gadis itu malah memutar sedikit tubuhnya dan melesatkan beberapa anak panah untuk mencegah Azka semakin mendekati dirinya.
Iri melihat jalannya menuju Ren benar-benar terbuka. Bocah yang disandera tak berdaya itu melihatnya, dan Iri juga menatapnya. Yang ada di kepalanya searang adalah membebaskan Ren, dan menjernihkan pikiran.
Tapi, sayang, kemudahan yang ada di depan mata tak selamanya benar-benar mudah. Azka mendadak muncul menghadang jalan, membuat Iri kaget dan melompat ke belakang. "Menyingkir dariku!"
"Kenapa kau begini, Iri? Apa kau membenciku?" tanya Azka sedih
Ugh! Kalau ini memang benar-benar hanya ilusi, maka Mirai memang tidak main-main dalam mengombang-ambingkan hatinya. Harus berapa kali lagi Iri menggigit bibir bawahnya untuk tetap menyadarkan diri?!
"A—Aku tidak pernah membencimu. Sama sekali tidak! Tapi, untuk apa aku menyukai seseorang yang bahkan hanya sebuah ilusi belaka!?" Iri menarik busurnya. Satu, dua, tiga panah melesat dan hampir menusuk tubuh si pemuda. Namun, semuda serangan itu berhasil ditangkis dengan dua bilah belati yang sudah tergenggam di tangan Azka.
"Cukup!" Seseorang berteriak sebelum Iri kembali menyerang. Dia menoleh ke arah Mirai yang masih serius memperhatikan. Berbeda dari beberapa saat yang lalu, kini wajah oriental itu kehilangan sinarnya, dan terlihat lebih muram. Bibir mungilnya tak lagi menekuk ke atas melainkan ke bawah, dan alisnya sedikit menekuk ke dalam. "Cukup, Gadis Waktu. Aku tidak sekalipun mengijinkanmu untuk membuat kerusuhan di tempat ini."
Iri menjawab dengan ketus, "Maaf, Yang Mulia. Tapi, makhluk ciptaanmu sendiri yang membuat dadaku berdenyut perih sekaligus berbunga-bunga." Dia mendengus dengan tersenyum miring. "Apa-apaan ini? Mengapa hal yang jelas-jelas hanya tipuan mata bisa begitu menghujam dada?"
"Kenapa kau tidak menerimanya saja? Bergabung dengannya, dan melupakan semua masalah yang ada." Mirai tetap berusaha menahan amarah. Dia kembali melembutkan suara. "Kau bisa hidup bahagia dengannya kan? Kenapa malah menyusahkan dirimu sendiri?"
"Karena kebahagiaan tidak akan sempurna tanpa teman, sahabat, dan keluarga," jawab Iri. "Lebih baik aku mematung bersama teman-temanku daripada harus berbahagia sendir dengan ilusi yang bahkan tidak akan bertahan lama. Begitu aku melupakan impian itu, maka sosok Azka akan menghilang, bukan?"
Mirai menatap tajam Iri. Kemudian tertawa dengan suaranya yang lembut menggoda. "Kau benar-benar hebat, Iri," ucapnya. "Kalau begitu, mari kita lihat seberapa besar keteguhan hati ata s pilihanmu itu."
"Serang dia."
++++
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top