Chapter 15
Iri dan Ren berjalan melalui jalanan setapak di Kota Nol menuju Alun-Alun Kota. Seperti biasa—sejak Iri datang ke sini—tempat ini berasa seperti milik mereka berdua. Taka da orang lain. Benar-benar hanya si Gadis Waktu dan si Anak Waktu.
Ren meminta Iri di belakangnya untuk mempercepat langkah. "Ayo, Iri. Kita harus bergegeas."
Namun, pita-pita transparan menghadang jalan mereka dengan tiba-tiba. Era muncul diiringi kerlipan cahaya dan cantiknya benang warna-warni yang membentuk rambut indahnya. Sosok wanita itu tidak lagi terlihat transparan seperti saat Iri bertemu pertama kali dengannya.
Rambutnya putih keemasan dengan beberapa rambut di samping kanan yang terkepang. Surai elok itu semakin cantik dengan hiasan-hiasan kecil yang menempel, juga tiara unik berhiaskan bulan sabit.
Angin berhembus pelan. Mengibaskan gaun biru putih panjang berbahan tipis milik Yang Mulia. Gaun berenda dan bermanik yang memantulkan cahaya semakin membuat sang ratu nampak sangat molek. Leher putihnya terhiaskan kalung berpermata, begitupun dengan kulit lengannya yang begitu mulus.
Hologram waktu yang berputar sempat muncul beberapa saat di balik pungung Era, sebelum cahaya emas dan biru meletup pecah menyilaukan pandangan.
"Senang melihatmu bisa bertahan sejauh ini, Iri Frost," ucap Era dengan kaki yang masih melayang beberapa senti di atas permukaan tanah.
"Yang Mulia!" Ren di depan Iri langsung berlutut hormat.
Era melirik Anak Waktu yang menghormat padanya. "Baguslah, Ren. Sebagai Anak Waktu dari Iri, kau berhasil melindunginya. Aku tidak menyangka kau memang bisa sekuat itu."
"Te-terima kasih, Yang Mulia Era! Pujian Anda sangat berarti bagiku!" sahut Ren kegirangan.
Iri mengernyitkan dahi. Semerendah itukah Ren pada Ratu satu ini?Apa ia tidak terlalu berlebihan?
"Era—maksudku—Yang Mulia Era, ada apa sampai Anda menemui kami di sini?" tanya Iri.
Era menatap Iri lekat-lekat, dan itu membuat si gadis merasa tak nyaman. "Iri, Ren, kalian berdua sudah mendapatkan sebagian dari apa yang kalian cari, bukan? Permata Masa Lalu dan Permata Masa Kini sudah ada di tangan kalian. Hanya tersisa Permata Masa Depan."
Ren membenarkan. Iri tetap menyimak.
"Berhati-hatilah kalian. Masa Depan memang menyimpan banyak harapan dan mimpi-mimpi indah. Tetapi, mereka jugalah yang membuat kalian para manusia tersesat pada jalan kegelapan," tutur Era. "Ingatlah, Iri. Jangan mudah percaya dengan perkataan Sang Masa Depan—"
"Kenapa? Apa salah kalau kita memimpikan sesuatu untuk masa depan kita?" Iri memotong pembicaraan. Membuat Ren panik dan menyikut lengannya.
"Iri! Jangan menyela saat Yang Mulia berbicara!" bisik Ren.
"Masa Depan tidak seindah mimpi kekanakkanmu, Gadis Waktu. Mereka hanyalah bualan imajinasi yang jauh dari kepastian. Kenapa kau harus membuang-buang waktumu untuk memikirkan hal yang di luar kemampuanmu?"
Iri menganga tak percaya. Apa-apaan dengan perkataan Era tadi?! Ucapannya seakan-akan berkata bahwa bermimpi itu taka da gunanya dan hanya buang-buang waktu.
Ingin Iri berteriak, Hey! Kau pikir darimana kita para manusia bisa bertahan sampai sekarang kalau bukan dari mimpi-mimpi yang menjadi penyemangat hidup!? Tapi, Ren sudah dulu membungkam mulutnya hingga Iri tidak bisa bernapas.
"Ma-Maafkan kami, Yang Mulia. Kami akan menuruti nasehat Anda." Ren berusaha mencairkan ketegangan yang mulai dibangun gadis ceroboh di sampingnya. "Ijinkanlah kami melanjutkan perjalanan, Yang Mulia. Agar semua masalah di Dimensi Masa dan di Dunia Iri—di Bumi bisa segera terselesaikan."
"Memang itulah yang seharusnya kalian lakukan." Era melayang lebih tinggi. "Bergegaslah!"
Ren membungkuk hormat lalu pamit dengan tergesa. Tangan Iri ia tarik hingga membuat sang gadis terkejut. Tanpa basa-basi, Ren menggiringnya ke atas Alun-Alun dan mempersiapkan diri untuk berteleportasi menuju destinasi mereka berikutnya.
Kerlap-kerlip mulai menghiasi pandangan. Sedetik sebelum Iri berpindah tempat, gadis itu melihat Era yang terlihat sedikit aneh di matanya.
Gadis itu melihat cahaya gelap mengelilingi separuh dari tubuh Sang Ratu dari segala waktu.
++++
Setelah sebelumnya pemandangan didominasi oleh langit hitam, kini langit terlukiskan dengan warna jingga dan semburat-semburat kemerahan. Iri takjub, matanya mengedar menatap angkasa yang begitu indah.
"Langit senja?"
"Banyak orang di duniamu percaya kalau waktu pergantian siang ke malam adalah waktu di mana harapan harapan kita akan cepat terkabul," sahut Ren. "Itulah mengapa Memori Masa yang dipebuhi harapan dan impian memiliki cakrawala sang jingga."
Entah mengapa, tapi perjalanan mereka dari titik awal hingga ke Gerbang Masa terasa tidak memakan waktu lama. Berbeda dengan saat di Masa Lalu—yang memakan waktu hampir satu jam—di Masa Depan, Iri seakan hanya berjalan dua puluh menitan saja.
"Apa mimpi kalian?"
Sama seperti sebelumnya, seorang penjaga Gerbang Misterius menanyakan mereka suatu hal. Kali ini, berkaitan dengan mimpi dan masa depan.
"Tak pa. Tak perlu kalian jawab. Karena, semuanya bisa terlihat dan terungkaptana perlu diucapkan."
Iri sedikit tak paham dengan kalimat itu. Namun, setelah itu mereka bisa masuk ke dalam Gerbang Waktu tanpa ada kesulitan. Gadis itu bisa melihat mimpi-mimpinya sejak kecil. Cita-citanya yang ingin menjadi seorang ilmuwan, impiannya untuk mendapatkan beasiswa, keinginannya untuk hidup bahagia—semua terlihat. Iri bisa mendengar semua harapan itu telantun bagaikan doa di telinganya.
Entah kenapa, tapi melihat semua mimpi-mimpi ini membuat dirinya sedikit bahagia. Inikah kesenangan yang selama ini terpendam dan tertutupi awan kesengsaraan?
Iri dan Ren mendarat dengan lembut di atas ubin berwarna merah muda pucat. Tempat yang Iri yakini sebagai Menara Waktu ini terlihat begitu indah. Dindingnya putih bersih dihiasi gantungan Kristal dan bunga warna-warni yang cantik
Sangat berbeda dari Menara Waktu sebelumnya, yang satunya terlihat menyesakkan, dan satunya lagi terlihat menyeramkan.
Ren menggandeng Iri. Mereka berdua pun berjalan menuju pintu besar berwarna abu di depannya. Lantas, begitu pintu tersebut terbuka, pemandangan ruangan luas dengan bunga mawar besar berwarna merah muda melayang beberapa meter di tengah. Bunga tersebut mengeluarkan tulisan-tulisan yang tak dapat Iri baca, juga memunculkan roda-roda gigi dan jarum-jarum penunjuk jam yang berputar-putar di udara.
Mawar merah muda itu melepaskan salah satu kelopaknya. Benda tipis itu serta merta terbang mendekati Rend an Iri yang keheranan.
Begitu kelopak tersebut menyentuh lantai, benda tersebut terurai dan berputar-putar ke atas. Tak butuh waktu lama sampai Iri melihat sosok yang terbentuk dari pecahan kelopak mawar itu.
Seorang wanit berambut coklat panjang berhiaskan hiasan rambut berbulu di pucuk kepala, dan beberapa jepitan di sisi kanan dan kiri juga belakang kepala yang tersanggul, mulai nampak. Gaunnya yang lantas terbentuk dari kelopak ajaib terebut memeiliki warna senada dengan mawar besar di tengah ruangan. Bagian leher dihiasi bulu putih hingga ke atas dada. Lengan gaunnya berbentuk terompet, serta bagian bawahnya ... cukup terbuka dengan bagian samping kanan yang panjangnya hanya sebatas paha. Kainnya yang tipis cukup membuat Iri menganga dengan beberapa bagian tubuh sang Ratu yang terkekspos.
Sentuhan terakhir menimbulkan ikat pinggang besar dan berpita merah, serta berpermata hijau. Mawar merah muda yang mekar di pinggang kanannya mengakhiri perwujudan sosok sang Masa Depan.
"Senang melihatmu sampai di sini, Gadis Waktu." Sang Ratu tersenyum ramah. "Aku Mirai—sang Masa Depan. Kau pasti mencariku untuk mendapatkan Permata Masa, bukan?" Suara langkah kaki yang dihasilkan dari sandal berhak ratu terdengar menggema di ruangan.
Iri terpaku di tempat. Terpana dengan kemolekkan Mirai, dan tatapan dari iris ungunya yang menenggelamkan dirinya. Gadis itu cepat-cepat menyadarkan diri, dan menjawab, "B—Benar, Yang Mulia. Kami datang ke sini untuk meminta pertolonganmu demi mencari inti waktu yang hilang."
Ren menambahkan, "Jika Anda berkenan, Yang MUlia Mirai. Kedua dunia sangat bergantung pada bantuanmu dan kekuatanmu. Semua orang mengharapkan MAsa Depan yang damai darimu"
Iri memperhatikan sang Ratu. Bibirnya tipis berwarna merah ceri. Kalau dilihat-lihat, sosoknya seperti seorang ratu atau permaisuri kerajaan Cina.
Mirai tetap mengembangkan senyumnya. "Aku senang kau berkata seperti itu," kekehnya. "Memori Masa Depan, dan Menara Waktu yang bisa seindah ini adalah karena harapan-harapan kalian. Masa Depan selalu dipenuhi keindahan—kami selalu berusaha memberikan kedamaian dan mimpi-mimpi yang tercapai."
"Oleh karena itu, Iri." Gadis yang tersebut namanya menyahut, dan kembali mendengarkan. "Aku punya sebuah hadiah untuk semua perjuanganmu saat ini."
Jentikan jari lembut menggugurkan satu lagi kelopak mawar. Iris Hazel Iri dan iris biru Ren mengikuti pergerakan si kelopak yang jatuh di samping Mirai. Sama seperti perwujudan MIrai sebelumnya, kelopak kedua ini juga terurai begitu menyentuh tanah.
Iri terus menyaksikan keajaiban sihir di depannya penuh pukau. Namun, seketika matanya terbeliak saat sosok yang terbentuk muali semakin jelas. Ia menahan napas, dan menutup mulutnya yang terbuka tanpa disadari.
"Ba—Bagaimana bisa—" Pandangan Iri benar-benar tefokus pada pemuda bersurai pirang dan berkulit putih mulus indah. "Azka!? Bagaimana bisa kau ada di sini!?"
Ya. Pemuda itu adalah Azka. Seorang lelaki yang dulu telah berhasil menyelamatkan nyawanya di sisi sebuah jembatan. Dialah orangnya—yang menarik tubuhnya dan menggagalkan usahanya unuk bunuh diri. Seoorang laki-laki yang sampai saat ini membuat Iri tak bisa berpaling hati darinya.
"Iri, aku menawarkanmu sebuah kesepakatan," ucap Mirai lembut. "Kembalilah ke duniamu bersama Azka. Tinggalkan semua beban tanggung jawab ini dan hidup bahagialah di tempat yang kau inginkan bersamanya!" Mirai lalu melanjutkan, "Atau, kau bisa tetap berpetualang, menyelamtkan dunia bersama Anak Waktumu, dan berpisah dengan Azka untuk selamanya."
++++
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top