28

Ryena lenyap dari masa itu, beberapa saat setelah dia menyerahkan seluruh kekuatannya untuk dirinya sendiri.

Entahlah akan berada di mana dirinya berakhir, nantinya. Dia hanya mampu berpikir betapa lucunya dia karena masih mampu memikirkan itu saat ini.

Apakah dia akan berakhir berada di Nirvana bersama Dewa-Dewi lainnya? Ryena tidak yakin bahwa dia layak berada di sana, walau sebesar apapun dia berkorban untuk negeri ini.

Tetapi jauh dalam hatinya, Ryena yang pasrah akan segalanya memang memiliki setitik harapan untuk itu.

Ryena ingin tetap hidup dan kali ini sebagai manusia biasa pada umumnya.

"Ryena!"

Suara Ibunya memanggilnya untuk tersadar dari lelapnya. 

Saat membuka matanya, Ryena mendapati langit-langit rumahnya. Dia berada di atas tempat tidur lamanya, tempat tidur yang memang tidak empuk, tetapi memang familier dengannya. Saat mencoba bangun dalam posisi duduk, dia juga merasa bahwa tubuhnya terasa agak sakit, tidak sesegar sebelumnya.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya ibunya yang tidak segera dijawab oleh gadis itu.

Ryena lebih tertarik untuk memeriksa seisi rumahnya yang sepertinya memang tidak memiliki perubahan yang berarti. 

Apa yang telah terjadi?

"Ryena...?"

Ibunya tetap memanggil walau Ryena beranjak dari tidurnya dan berjalan ke arah pintu.

Bagian luar juga, tampak normal.

Apa yang sebenarnya telah terjadi...?

Di saat bersamaan, Ryena juga merasa bahwa kepalanya terasa lebih ringan. Dia menyentuh kepalanya, sebelum akhirnya menyadari bahwa rambutnya telah kembali menjadi pendek.

Apakah semua itu hanya mimpi?

"Kau kenapa?" tanya ibunya sembari menghampiri Ryena.

"Ayah mana?" tanya Ryena.

Ibunya mengajak Ryena untuk masuk kembali dalam gubuk mungil mereka, lalu menuntun Ryena untuk kembali duduk di tempat duduknya.

"Ayahmu sedang di alun-alun desa, berkumpul bersama yang lain."

Ryena menatap ke arah lampu minyak mereka yang padam, lalu menjawab, "Oh. Ada perayaan apa, memangnya?"

Mungkin itu memang hanya mimpi panjang....

"Kau lupa apa yang terjadi?"

"Apanya? Memangnya ada apa?" Ryena bertanya balik.

Ibunya menghela napas, lalu beranjak ke arah lemari usang tempat mereka menyimpan selimut mereka. Beberapa saat kemudian, ibunya kembali menghampirinya, lalu menyerahkan gulungan kertas yang diikat oleh pita emas.

Jantung Ryena langsung berdebar kencang. Hal ini karena Ryena langsung menyadari bahwa semua yang terjadi bukanlah mimpi belaka.

Apa ini?

Apakah dia ke masa saat Kerajaan Cahaya baru mengundangnya ke istana?

"Kau membawa ini, saat kami menemukanmu di depan rumah kita," ucap ibunya, seolah membaca pikiran Ryena. "Ibu tidak bisa membaca, tapi Ibu yakin kalau Ibu membaca tulisan 'Shin' di sana."

"Nona Shin ..." Suara Pangeran Zephran tiba-tiba melintas begitu saja di telinganya.

"Ah, iya ... ini pemberian pangeran."

Ryena pikir ibunya akan antusias, tetapi ibunya malah hanya diam. Tak ingin membuat ibunya menunggu lebih lama, Ryena segera membuka gulungan kertas itu dan membacanya dalam diam.

Harusnya dia bisa membacanya, mengingat dia telah kembali di masa yang benar.

Nona Shin, aku pikir kau tidak akan pernah sudi membuka ini.

Baru kalimat pertama dan Ryena hampir saja tertawa.

Dan kau membukanya, aku senang.

Aku tidak tahu kapan kau kembali, aku pasti akan menunggumu.

Aku dan ayahku berencana merancang negeri yang lebih baik. Kami mendiskusikannya, bahkan sebelum kepergian dan kepulanganmu.

Semuanya percaya bahwa penyakit Z adalah awal dari kehancuran negeri ini, tetapi kami mempercayaimu. Jadi kami tetap melanjutkan.

Menulis ini tanpa memikirkan bahwa kau akan pergi, benar-benar sulit. Baru berpikir tentang perpisahan saja, aku sudah merindukanmu.

Maaf, aku hanya mengutarakan apa yang kupikirkan saat ini. Tolong tetap lanjutkan membacanya.

Tahu saja kalau aku hampir berhenti membacanya, pikir Ryena.

Saat kau kembali nanti dan negeri ini sudah bebas dari penyakit Z, apakah kau bersedia kembali ke Kerajaan Cahaya dan membantu kami?

Ryena menaikkan sebelah alis. Tunggu, Pangeran Zephran meminta bantuan? Ini mencurigakan sekali.

Jangan-jangan ...

Apakah kau tidak bisa sedikit mempertimbangkan perasaanku dan menjadi--

Ryena berhenti membaca. Gadis itu menjauhkan kertas itu dari pandangannya.

Sial, aku sudah membacanya.

"Kenapa?" tanya Ibu Ryena saat melihat Ryena memperlihatkan gelagat yang aneh begitu membacanya.

"Tidak ada, bukan apa-apa!" balas Ryena dengan cepat. "Aku ingin bertemu Ayah. Boleh aku ke alun-alun?"

"Tapi kau baru bangun," imbuh ibunya sambil menghela napas.

"Aku ingin ketemu Ayah," ucap Ryena sungguh-sungguh.

Malam itu, dia tidak sempat memastikan bahwa ayahnya memang sehat. Walaupun ayahnya sampai bisa berjalan jauh sampai ke alun-alun desa, entah mengapa Ryena tetap ingin memeriksanya lebih dulu.

"Ya sudahlah," jawab ibunya sambil menghela napas. "Sebentar."

Ryena yang hampir pergi kembali ditahan oleh ibunya. Baru beberapa saat menunggu, ibunya memberikan Ryena sebuah karung.

"Ini apa?"

"Rambutmu. Ibu mengguntingnya tadi pagi," jelas ibunya. "Lagipula kau sudah tidak punya kekuatan penyembuh, ibu pikir tidak masuk akal kalau kau memanjangkan rambut. Tadi ibu mencobanya dan tidak berefek apa-apa."

Ryena seperti mendengar nada kurang senang ketika ibunya mengatakan bahwa dia tidak memiliki kekuatan penyembuh. Saat itu, Ryena langsung paham. Tidak semua orang bisa disadarkan oleh satu momen yang tak terlupakan dalam hidupnya. Mungkin ibunya juga seperti itu. 

Gadis itu tidak ingin berdebat, tetapi sebenarnya itu membuatnya sedikit sedih.

Padahal, Ryena menganggap kekuatan itu bukanlah anugerah yang patut diagung-agungkan. Hidupnya saat ini, dengan kedua orangtuanya di sisinya dan perdamaian negeri ini sudah lebih dari kekuatan itu.

"Tetap hati-hati. Kita tidak tahu apakah masih ada monster serigala yang hidup," pesan ibunya.

Ada beberapa kesimpulan yang Ryena dapatkan dari kata-kata ibunya. Pertama, kekacauan karena penyakit Z memang berdampak sangat besar sebelumnya. Kedua, kekacauan itu telah berakhir, terbukti dari ayahnya yang malah berkumpul di alun-alun desa. Ketiga, ibunya mencoba menyembuhkan dirinya tadi pagi, tetapi tidak berefek. Keempat, ibunya tahu bahwa Ryena adalah biang dari padamnya kekacauan di negeri ini karena penyakit Z. Dan kelima, biarpun tidak mengatakannya secara langsung, ibunya ingin Ryena tetap punya kekuatan itu.

Namun, Ryena agak senang. Setidaknya kali ini ibunya tidak mengatakannya terang-terangan dan tidak akan memaksanya lagi.

Kerumunan terlihat mengepungi alun-alun, sampai-sampai Ryena tidak bisa melihat keberadaan ayahnya.

"Eh? Mengapa kau ada di sini?" Riuka orang pertama yang melihat Ryena dan menghampirinya.

"Mencari ayahku. Kenapa ramai begini?" tanya Ryena.

"Menunggu rombongan kerajaan. Mereka akan datang, katanya," jawab Riuka. "Kenapa kau ke sini? Kalau ada yang melihatmu, bisa-bisa--"

Terlambat. Ryena tidak sengaja bertukar pandang dengan salah satu warga desa. Orang yang kemudian menjadi pengeras suara yang membuat perhatian terpecah belah.

"Wah! Di sana ada Ryena, Penyembuh kita!"

Perhatian warga-warga kini tidak lagi pada jalan yang mereka duga sebagai arah datangnya rombongan kerajaan, melainkan kepada Ryena.

"Aku sudah tidak memiliki kekuatan," ucap Ryena sambil tersenyum menyayangkan.

Saat Ryena merasa sedang dikepungi dari berbagai sisi yang bersiap-siap memintanya menyentuh mereka untuk sekadar mencoba, rombongan istana datang. 

Dan bertepatan dengan itu, Ryena menemukan Pangeran Zephran di salah satu kereta kuda itu.

*

Berkat hal itu, Ryena bisa lolos dari warga-warga yang tampaknya tidak mempercayainya. Ayahnya membantunya meloloskan diri, dibantu Riuka juga.

"Kurasa nanti kita harus memperlihatkannya secara langsung, kalau kau memang tidak memiliki kekuatan lagi," jelas ayahnya.

"Eh, itu sungguhan? Bagaimana ceritanya?" tanya Riuka ingin tahu.

"Ceritanya panjang," jawab Ryena pendek. "Dan lagipula siapapun yang mendengarnya, pasti akan bingung."

"Ryena."

Suara dari belakang, membuat Ryena menoleh. Gadis yang memanggilnya itu adalah Fercie, adik angkat pangeran yang merupakan tumbal di ulang tahun pangeran yang ke-14 silam. Wajahnya yang menatap Ryena tidak senang, tidak membuat Ryena kesal. Lagipula Ryena tahu bahwa Fercie juga tidak akan pernah mengingat bahwa dia adalah tumbalnya. Ingatannya juga telah dihapus, bersama ingatan-ingatan satu kerajaan.

"Kenapa?" tanya Ryena.

"Pangeran ingin bertemu denganmu," jawab Fercie yang malah membuat Riuka berkedip beberapa kali ke arah Ryena.

Pangeran ingin bertemu denganmu?! Itu yang terbaca di mata Riuka.

"Di mana?" tanya Ryena.

Fercie menunjuk ke arah tempat yang dekat dengan jurang tempat Ryena terjatuh. Di sana memang ada sosok Pangeran Zephran yang memunggungi mereka.

Riuka juga otomatis menatap ke sana dan tidak bisa menahan senyumnya. Ryena hanya memutar bola matanya malas.

"Baiklah." Ryena menatap ke arah ayahnya yang sebenarnya bingung dengan keadaan yang menimpa anak gadisnya saat ini. "Ayah, aku ke sana dulu, ya."

"Iya. Hati-hati."

Belum sempat Ryena pergi lebih jauh, Fercie berbisik kepadanya, "Terima kasih karena sudah menyelamatkan pangeran dan negeri ini."

Ryena melemparkan senyum tipis, "Ya, tentu saja."

Lalu, dia kembali menghampiri pangeran.

.

.

.

"Selamat sore, pangeran," sapa Ryena.

"Sore. Aku sudah bilang kau akan berhasil," sahut Pangeran Zephran dengan yakin.

Saat berbalik, mata mereka bertemu.

Ryena hanya mengangguk, lalu menunduk. Saat ini dia bukan lagi siapapun selain seorang warga desa. Dia bukan lagi penyembuh atau siapapun yang pantas menatap mata pangeran secara langsung.

Pangeran Zephran memperhatikannya dari ujung kepala hingga ujung kakinya. "Kau membuatku teringat saat pertama kali kita bertemu."

"Mengapa?" tanya Ryena, tetap menunduk.

"Penampilanmu sama."

Ryena hampir tersinggung dengan kata-kata pangeran, seandainya Pangeran Zephran tidak langsung melanjutkan dengan pelan.

"Bedanya, kau tidak menggunakan penutup wajah."

Pangeran Zephran melemparkan senyuman.

"Ya, seperti inilah saya sesungguhnya," balas Ryena dengan tatapan datar.

"Aku tetap mencin--"

"Saya tidak punya kekuatan untuk menyembuhkan lagi," potong Ryena secepat mungkin. "Hanya seperti ini."

Pangeran Zephran terdiam selama beberapa saat, "Kau sudah membaca surat dariku?"

Ryena menatap ke arah mata pangeran sejenak, lalu membalas, "Belum."

Ryena tidak berbohong juga. Ada banyak hal yang ditulis oleh pangeran, tetapi Ryena tidak membacanya sampai selesai.

"Kau membuangnya?" Pangeran tampak gelisah.

"Tidak, masih ada di rumah saya," jawab Ryena.

Pangeran Zephran menghela napasnya. Benar-benar mudah ditebak.

"Intiny, di surat itu, aku mengatakan bahwa aku memiliki perasaan ini hanya terhadapmu. Bukan karena kau memiliki kekuatan, tetapi karena kau adalah dirimu, Nona Shin," ucapnya sungguh-sungguh.

"Pangeran selalu berbicara tentang perasaan, setiap kita bertemu," ucap Ryena dengan nada kesal.

"Aku hanya mengatakan apa yang ada di kepalaku," sahut Pangeran Zephran tanpa merasa bersalah.

Ryena menghela napasnya, lalu berpikir selama beberapa saat.

"Berapa umur pangeran sekarang?" tanya Ryena.

Walau penuh dengan tanda tanya, Pangeran Zephran tetap menjawab, "Lima belas? Kenapa?"

"Apakah pangeran tidak berpikir kalau itu usia yang muda untuk melamar anak gadis orang?"

Wajah Pangeran Zephran langsung memerah, "N-Nona Shin? Jadi kau sudah membacanya?"

"Belum!" bantah Ryena.

"Baiklah, baiklah, kau belum membacanya," sambung pangeran cepat-cepat.

Ryena memalingkan wajahnya, "Tiga kali lagi."

"Maksudnya?" tanya Pangeran Zephran, bingung.

"Coba lagi tiga kali purnama saat kita ulang tahun. Saya akan mencoba mempertimbangkannya."

Pangeran Zephran mengerjap beberapa kali, sebelum akhirnya senyumnya mengembang dan dia bertanya dengan antusias, "Benarkah?"

Ryena mengangguk, "Iya, coba saja peruntungan pangeran."

Saking terlalu senangnya, Pangeran Zephran hampir saja merentangkan tangannya dan memeluk Ryena. Namun Ryena yang dasarnya mudah membaca Pangeran Zephran, dengan sangat mudah menghindari.

"Apa-apaan itu?!" seru Ryena dengan kesal.

"Hanya menunjukkan kebahagiaanku," jawab pangeran apa adanya.

"Saya tidak suka dipeluk. Dan apakah pangeran tahu kalau ada beberapa orang yang menyaksikan sikap pangeran?" tanya Ryena dengan nada menantang.

Pangeran Zephran baru benar-benar memeriksa sekitarannya.

"Ah, ada ayahmu. Apa aku boleh menyapanya?" tanya pangeran.

"Sapa saja."

Tanpa bisa Ryena baca, kali ini Pangeran Zephran meraih jemarinya dan menuntunnya menuju ke arah tiga orang yang memang menyaksikan mereka sedaritadi.

"Jangan tarik tangan--"

Ucapan Ryena terhenti saat melihat pangeran berbalik dan memperlihatkan wajahnya yang paling bersinar dan bahagia di negeri ini.

Baru kali ini, Ryena merasa bahwa nama kerajaan itu--Cahaya--sangat merepresentasikan Pangeran dari kerajaan itu. Pangeran Zephran sangat bersinar.

Ah, sudahlah, pikir Ryena.

Ada ayahnya yang nyaris melotot begitu melihat anak gadisnya digandeng oleh pangeran dari Kerajaan Cahaya. Ada pula Riuka yang rahangnya sepertinya bersiap-siap terjun bebas ke atas tanah. Dan juga ada Fercie yang menatap mereka dengan senyuman yang dibuatnya.

Ada atau tidak pun perasaan nyaman dari Pangeran Zephran, Ryena pikir dia harus mencoba membalas perasaannya, walau sedikit. Memang, saat inipun, sudah ada pemikiran dari Ryena sendiri, bahwa dia ingin merasakan perasaan yang sama terhadap pangeran.

Dalam hatinya, Ryena berharap dengan sangat, agar segera memiliki rasa itu.

***END***

20 Oktober 2018

a/n

AKHIRNYA SELESAI JUGA HIKS.

Ending yang kugunakan dalam ZEMBLANITY adalah ending pertama alias, aku belum pernah mencoba menggantinya atau membelokkannya.

Dan kalian sudah bingung setengah mati dengan alur ini.

Untuk yang kemarin bertanya, "Apakah kejadian yang menimpa Ryena akan terjadi terus menerus?" Jawabannya adalah "IYA" karena memang itulah tujuan dari ZEMBLANITY ini.

Semoga kalian suka sama endingnya!

I tried my best. Kan aneh kalau tiba-tiba Ryena suka sama pangeran setelah 2x / lebih penolakannya, kan? Karakter Ryena itu konsisten, dong.

Jadi, apakah kalian suka dengan ZEMBLANITY?

Dan apakah kalian akan kapok baca ceritaku yang lain setelah putar-putaran nggak jelas kayak gini? :'D

Seperti yang kalian tahu sekali, semua ending di ADK series itu yang paling bahagia dan realistis versi aku.

So, aku harap kalian nggak terlalu mengharapkan bakal ada keajaiban tiba-tiba aku nulis extra part ADK Series, padahal nggak ada badai dan topan lewat. 

Sebelum aku tutup untuk chapter ini, pengin nanya dong.

Sebenarnya ada bagian yang kurang ngeh nggak sih di cerita ini? (biar aku bisa memperbaikinya di lain kesempatan)

Lalu, di chapter mana kalian mulai ngeh kalau Ryena = Dewi Penyembuh?

Komennya ditunggu yaaaa.

Aku akan update catatan terakhir dengan judul ZEMBLANITY nanti yaaaa. Untuk menjelaskan arti Zemblanity dan darimana aja ideku buat nulis cerita ini. Mohon jangan dihapus dari perpustakaan dulu~

Arigachu~!


Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top