20

.

.

Ryena termenung diam malam itu.

Setelah menyaksikan langsung bagaimana darah ayahnya tersemprot ke arahnya, suara ibunya yang menjerit habis setelah mereka membongkar seluruh isi tenggorokannya. Dan Ryena tidak bisa berbuat apapun selain menjerit meminta mereka berhenti.

Ayah dan ibunya tidak lagi bergerak, bersuara ... tidak lagi bernapas.

"Kemari, sembuhkan ayah dan ibumu, kalau kau ingin mereka hidup."

Ryena mencoba berdiri walau dengan kelelahan. Langkahnya gemetar ngeri setiap dia merasakan darah hangat yang mengenai kulitnya. Ryena benar-benar ingin menangis sekarang, tetapi dia tahu apa yang harus dilakukannya. Menyembuhkan mereka.

Ryena menyentuh tangan Ayah dan Ibunya, lalu begitu menyadari bahwa tidak ada sedikitpun energi yang bisa disalurkan kepada mereka, Ryena mulai menangis.

Tidak mungkin.

Ayah dan ibunya ...

"Kenapa tidak sembuh? Jangan-jangan rumor tentang keluarga Shin itu hanya dibuat-buat?" simpul mereka, sedangkan Ryena mengepalkan tangannya kuat-kuat, menahan amarah.

"Kalau begitu perjalanan jauh kita sia-sia?"

Salah satu dari mereka menatap Ryena dengan tatapan menyeringai, "Tapi, bukankah ada seorang gadis cantik di sini?"

"Kepada siapa kita akan menjualnya? Kepada bangsawan?"

"Berapa harganya kira-kira? Dua puluh keping emas?"

"...ti," bisik Ryena pelan.

"Huh? Apa yang kau katakan, Sayang?" tanya orang itu sambil mengangkat dagu Ryena dan mulai menggerakkan jemarinya, menyentuh leher Ryena dengan intens.

"Mati!" seru Ryena sambil menggenggam tangan orang itu dari lehernya, menancapkan kukunya sedalam yang ia bisa. Kalau bisa sampai terkena tulangnya. "Manusia seperti kalian harus dimusnahkan. MATI!"

Hawa tidak enak mulai muncul di sekitar mereka. Semuanya semakin parah saat Ryena memutuskan untuk melepas semua kegundahan yang sebelumnya memang dia rasakan sebelum menghadapi kelompok orang-orang ini. Mereka semua, bahkan dengan kuda-kuda mereka, terjatuh di atas tanah yang telah diresapi darah.

Tubuh mereka melemah, sementara tubuh Ryena terasa makin kuat. Semuanya terjadi secepat itu. Saat mereka merasa terancam, mereka segera menyeret kuda mereka untuk menjauh ke arah sebaliknya.

Namun, karena kegelapan yang semakin kelam dan cahaya yang menjadi sangat remang karena lebatnya pohon, mereka tidak mendapatkan kesempatan itu.

Ryena saat ini bukan lagi terlihat seperti representasi Dewi Penyembuh, tetapi Dewi Kematian.

Mencoba kabur dari Ryena, mereka semua tidak menyadari bahwa maut telah menunggu di depan mata.

Jurang. Kali ini tidak ada Dewa-Dewi yang mengawasi mereka. Mereka tidak akan menemukan kesempatan yang sama seperti saat Ryena jatuh ke jurang dan malah diberkahi oleh Dewi Penyembuh.

"Sampai jumpa di neraka."

Ryena berbalik untuk menyaksikan jasad Ayah dan Ibunya. Didekatinya dan dicobanya lagi untuk menyembuhkan mereka. Akan tetapi, hasilnya nihil.

Mereka tidak bangkit dari kematian mereka.

Sejenak, Ryena merasa bahwa langitnya telah runtuh di atas kepalanya. Kenyataan yang diterimanya terlalu tiba-tiba. Ryena tidak sanggup memikirkan apa yang akan terjadi kepadanya besok. Ada satu tekanan di hatinya yang memaki dirinya sendiri, menyalahkan segala keegoisan dan ketidakpeduliannya terhadap orang lain.

Padahal, dialah yang paling tahu dan mengerti bahwa menyesal adalah hal yang terbodoh yang bisa dilakukannya.

Ryena memejamkan matanya, duduk depan kedua orangtuanya. Berharap mendapatkan pencerahan untuk masalahnya kali ini.

Berharap, dia akan bertemu kembali dengan Dewi Penyembuh, sekali lagi.

Tolonglah, Dewa. Sekali saja. Pertemukan aku lagi dengan Dewi Penyembuh ....

Doanya terbalas.

"Ryena." Seseorang menyapanya.

Ryena yang sedang menunduk sambil memejamkan mata itu, langsung membuka matanya. Didapatinya seorang wanita di depannya, dengan pakaian khas bangsawan, gelang-gelang emas dan segala hal yang berbau kemewahan, berada di depan matanya.

"Dewi Penyembuh?"

"Kau tahu, sudah tidak ada gunanya lagi kau menyesal, kan?" tanyanya balik.

"T-tapi ini ..."

Dewi Penyembuh meraih jemari Ryena, mengenggamnya kuat-kuat. Ryena bisa merasakan betapa hangatnya jemari-jemari yang lentik itu.

"Sekarang, daripada menyesal, kau punya hal lain yang lebih penting untuk dikerjakan."

Cahaya putih muncul di antara jemari mereka. Selanjutnya, semua hal menjadi putih.

*

Saat Ryena terbangun, dia menemukan bulan purnama di atasnya. Ada sesuatu yang empuk di bawahnya yang ternyata adalah permadani rumput yang cukup hijau.

Ryena mencoba untuk bangkit dari tidurannya, digenggamnya rumput itu kuat-kuat, lalu menangis dalam duduknya.

Tanpa mau tahu dimana dirinya berada sekarang, Ryena menangisi segalanya. Semua yang ada di dunia ini sudah terasa seperti tidak ada artinya. Semuanya tidak lagi berguna. Dan memangnya apa lagi alasannya untuk hidup sekarang? Dia tidak memiliki siapapun lagi.

Mengapa sekarang Ryena masih bisa merasakan udara yang menerpanya? Mengapa saat ini Ryena masih bisa merasakan rambut-rambutnya di kulitnya? Mengapa?

Ryena tadinya ingin meminta Dewi Penyembuh untuk menyembuhkan ayah dan ibunua. Dan jika memang Dewi Penyembuh tidak sanggup, sebenarnya Ryena ingin memintanya untuk mengambil kekuatannya sekalian, agar tidak ada yang bisa menghalangi jalannya untuk bertemu dengan orangtuanya.

"Kau tidak apa-apa?"

Ryena yang sedang menangis sesenggukan itu langsung terbungkam. Dia kenal dengan suara ini dan dia juga kenal dengan suasana di tempat yang sedang dipijaknya.

Ryena tidak bisa berhenti menintikkan air matanya. Dia tidak mengerti mengapa ada suara yang mirip dengan suara Pangeran Zephran di belakangnya, dia juga tidak mengerti mengapa Dewi Penyembuh mengirimkannya kemari.

Karena, Ryena telah kembali ke Kerajaan Cahaya.

"Apakah kau tidak apa-apa, Nona--"

Suara itu terasa sangat dekat, membuat Ryena buru-buru menutupi wajahnya, mencegah Pangeran Zephran melihat wajahnya.

"Mengapa pangeran masih baik dengan terhadap saya? Padahal saya telah mengatakan hal-hal yang menyakitkan perasaan pangeran. Mengapa?"

Pangeran Zephran tidak menjawab. Ryena yang perasaannya sedang kacau balau dengan semua kenangan buruk yang menimpanya, tidak menyangka bahwa Pangeran Zephran menyelimuti Ryena dengan jubahnya.

"Apa yang sedang kau bicarakan?"

Ryena sadar bahwa pangeran akan berjalan di depannya dan berjongkok di depannya. Firasatnya akurat, karena dia memang memiliki bakat terpendam untuk membaca gerak-gerik Pangeran Zephran.

Oleh karena itu, Ryena meraih sudut jubah itu dengan cepat, lalu menutupi wajah bagian bawahnya.

"Saya menyesal. Karena keegoisan saya, kedua orangtua saya tewas dibunuh saat perjalanan pulang," cerita Ryena sambil menunduk.

"Apa yang terjadi?" tanya Pangeran Zephran tidak mengerti. "Dan bagaimana kau bisa masuk kemari? Tidak ada prajurit gerbang yang mengabarkan ...."

Ucapan Pangeran Zephran terhenti saat dia menyadari bahwa Ryena ingin menyampaikan sesuatu.

"Saya ... saya tidak tahu, Pangeran Zephran. Yang membawa saya kemari adalah Dewi Penyembuh," jawab Ryena.

"Bolehkah aku menanyakan sesuatu lebih dulu?" tanya Pangeran Zephran, mengalihkan topik karena rasa penasaran yang menyelinap.

"Apa?"

"Mengapa kau bisa tahu siapa aku?"

Ryena tersentak kaget mendengar pertanyaan Pangeran Zephran. Ditatapnya mata sang pangeran dan langsung menemukan jawaban dalam maniknya. Sejauh ini, membaca manik Pangeran Zephran adalah hal yang mudah untuknya, tetapi sekarang, Ryena tidak yakin bahwa Pangeran Zephran sedang bercanda.

Ryena tidak yakin bahwa pangeran akan bertingkah seperti ini karena penolakan yang dilakukannya beberapa saat yang lalu.

"Apakah pangeran ... mengenal saya?" tanya Ryena, yang sebenarnya cukup terpukul dengan itu.

"Tidak, karena itu aku bertanya darimana kau mengenalku. Tidak ada siapapun orang asing yang mengetahui namaku," jawab pangeran.

Orang asing ...

Sekarang, dirinya adalah orang asing.

Rupanya, dianggap orang asing oleh orang lain sangat menyakitkan. Ryena tidak tahu apakah ini efek karena kini dirinya merasa sendirian atau dia juga akan merasakan hal yang sama seandainya orangtuanya masih di sini, tetapi ini pastilah adalah balasannya.

Ini pasti karma untuk dirinya karena menyakiti hati pangeran, begitu pikir Ryena.

"Saya Ryena Shin," ucap Ryena pelan-pelan, sembari memperhatikan raut wajah pangeran untuk mencari kebohongan di sana, tetapi Ryena tidak menemukannya.

Pangeran Zephran sangat mudah terbaca untuknya. Dan pangeran benar-benar tak mengenalinya.

"Tadi kau membicarakan tentang Dewi Penyembuh. Apa maksudmu sebenarnya?" tanyanya lagi.

Ini pasti mimpinya. Kekuatannya untuk membuat Pangeran Zephran melupakan wajahnya tidak berdampak sampai separah ini, kan? Buktinya tadi pangeran masih mengatakan bahwa semuanya tetap sama, ingat atau tidaknya dirinya dengan wajah Ryena.

Lalu mengapa?

Ryena mendongak menatap bulan yang nyaris purnama.

Berapa malam dia tertidur sampai-sampai pangeran melupakannya secepat itu?

Ryena merasa bahwa itu adalah malam yang sama, tetapi dia harus memastikan lebih dulu.

"Pangeran ... berapa hari lagi sampai ulang tahun pangeran yang ke-15?"

Jika Pangeran Zephran menjawab tiga hari, itu artinya dia memang berada di malam yang sama.

Pangeran Zephran menekuk keningnya. "Memangnya kenapa?"

Ini pasti benar-benar karma untuknya.

"Berapa hari?" tanya Ryena lagi.

"Masih ada tiga," jawab Pangeran Zephran yang membuat Ryena tersentak.

Dia masih berada di malam yang sama.

Atau mungkin tidak.

"Masih ada tiga kali bulan purnama sebelum hari ulang tahunku," jawab sang pangeran setelah yakin menghitungnya dengan benar.

Tiga kali bulan purnama sebelum ulang tahunnya.

Bukankah itu berarti ...

Dewi Penyembuh membawanya ke masa lalu?

***TBC***

18 Agustus 2018

a/n

Semoga kalian paham apa yang mau Ryena ceritain di sini haha.

Ok, aku lanjut lagi.

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top