17
Tengah malam, di tengah hutan, keluarga Shin dipaksa keluar dari kencana mereka.
Ryena menatap tajam satu persatu dari orang-orang yang menariknya paksa keluar dari kencana, mengingat segala garis dan lekuk wajah orang-orang yang menyeretnya dalam situasi ini.
Kalau saja nantinya ada hal buruk yang tidak diinginkan, Ryena bersumpah akan mengutuk mereka semua sampai mati.
"Sudah kubilang, tidak sia-sia menunggu mereka di sini," ujar salah satu dari mereka sambil menatap Ryena dengan senyuman sinis.
"Kau hanya sedikit beruntung karena mereka kembali. Peluang mereka kembali kan sangat sedikit," balas yang lain dengan ketus.
"Kurasa aku bisa mengerti mengapa Dewi Penyembuh mengutusmu untuk menjadi perwakilannya." Orang itu mengatakan demikian sambil melihat Ryena dari ujung rambut ke ujung kaki. "Kau sangat cantik, pantas dengan gambaran tentang Sang Penyembuh selama ini."
Ayah Ryena menghalangi Ryena dan menatap satu persatu dari mereka dengan penuh kebencian. "Kalau kalian menginginkan harta, ambil saja kuda dan kencana itu!"
Ryena mulai berpikir keras tentang apa yang harus dilakukannya sekarang. Di hutan yang sangat lebat, cahaya bulan yang sangat minim dan juga pengepungan yang jelas tak menguntungkannya. Kekuatan pengendalinya juga sepertinya tidak bisa digunakan saat ini. Mereka ada pada buntu yang dapat menarik mereka pada ujung yang buruk.
"Kami menginginkan putrimu, Tuan Shin. Harta apa lagi yang lebih berharga dari itu?"
Ibu Ryena menarik Ryena mendekatinya, "Ryena, pergilah sejauh-jauhnya. Jangan berbalik ke belakang," bisiknya.
"Aku tidak mau!" balas Ryena langsung.
"Kenapa kau selalu membantah ucapan orangtuamu?" tanya Ibu-nya dengan nada marah, tetapi ekspresinya tidak memperlihatkan demikian.
Ryena bisa membacanya, Ibunya sedang merasa takut saat ini.
Dan walaupun tidak memiliki pemikiran yang sama dengan Ibunya dan hampir berselisih pendapat setiap waktunya, Ryena tidak menyukai rasa yang dirasakannya saat ini. Terluka karena melihat ibu kandungnya ketakutan.
"Ryena, dengarkan ibumu," pinta ayahnya, yang rasanya baru kali ini sependapat dengan ibunya.
"Kemarilah, Ryena," pinta orang itu, yang membuat Ibu Ryena langsung mendekap putrinya kuat-kuat.
"Ryena, bisakah sekali saja, kau mendengarkanku?"
Ryena yang sedaritadi berusaha menahan dirinya, akhirnya bertanya dengan nada gemetaran, "Mengapa Ibu suka sekali memintaku melakukan hal yang tidak kusukai?"
"Semua yang ibu lakukan itu, semuanya untuk kebaikanmu sendiri."
Dan mimpi buruk bagi Ryena selanjutnya adalah saat melihat salah satu dari mereka, mengayunkan parang yang mereka bawa ke arah ayah Ryena.
"AYAH!"
*
Sementara itu di Kerajaan Cahaya, Pangeran Zephran tidak bisa tidur dengan nyenyak.
Jendela kamarnya entah mengapa bisa terlihat sangat mengiurkan untuk dijelajahi. Langit malam dan semua yang menghiasinya, semuanya terlihat seperti mengundangnya untuk pergi.
Mungkin, semua itu karena dia mengetahui bahwa seseorang yang berharga untuknya berada di luar sana.
Kasurnya yang empuk dan selembut kain sutra rasanya tidak bisa menggodanya untuk tertidur. Penyesalan yang dalam sedaritadi seolah menyalahkannya tanpa henti, terlebih karena dia hanya bisa berakhir melihat punggung Ryena saat gadis itu hendak pergi.
"Mengapa aku mengatakannya tadi?" sesal Pangeran Zephran sedalam-dalamnya.
Seandainya dia tidak mengatakannya, dia yakin bahwa Ryena pasti masih berada di dalam istana ini, sedang terlelap dan satu hal itu cukup membuatnya tenang karena setidaknya gadis itu aman di tempatnya.
Pangeran Zephran tidak tahu sehebat apa Ryena sampai sanggup membuatnya melayang tanpa menyentuhnya, dan juga bisa menghapus ingatannya tentang wajah gadis itu. Pangeran Zephran melupakan wajah gadis itu hanya dalam beberapa saat setelah Ryena memintanya untuk melupakannya.
Terbangunlah Pangeran Zephran dari baringnya, lalu dihampirinya cermin besar yang ada di dekat jendela.
"Kau bodoh sekali, bukan begitu cara memikat hati gadis liar sepertinya." Bayangannya mengatakan demikian dengan senyuman lebar yang mengerikan.
Pangeran Zephran belakangan muak bercermin karena dia hanya akan melihat ilusi sisi lain dirinya yang mengajaknya berbicara dengan kata-kata yang kasar dan menusuk. Suara itu berasal dari dalam kepalanya, suara monster yang berdekam dalam dirinya.
Ryena menjebaknya dan monster itu tidak lagi bertransformasi dan mengusik fisiknya setiap malam. Namun, sosok itu tetap ada, berdekam dalam tubuhnya dan mengotori pikirannya.
"Diam!"
"Wow, tenang, Zephran. Kau ditolak karena ulahmu sendiri, aku sama sekali tidak terlibat. Jadi, jangan melampiaskan kekesalanmu kepada orang yang tidak bersalah," ucap bayangannya sendiri sambil tertawa, mengejeknya.
"Kau ikut memanas-manasiku tadi!"
"Oh ya? Seingatku aku hanya mengatakan realitanya. Gadis itu menggunakan kekuatannya karena sangat tertekan dengan keberadaanmu. Sejak awal, dia memang terlihat tidak menyukaimu, kan?" ejeknya.
Pangeran Zephran hanya terdiam karena ucapan sisi lainnya memang sepertinya benar. Ryena juga langsung mengatakan bahwa dia memang tidak tertarik dengannya.
"LEPASKAN AKU!"
Suara gema suara dari kejauhan tiba-tiba saja masuk ke dalam pikiran sang Pangeran. Hal yang membuatnya tersentak adalah saat dia menyadari bahwa suara itu adalah suara Ryena.
"Kau yang melakukannya?" tanya Pangeran Zephran dengan kesal.
"Jangan menuduhku. Seharusnya kau bersyukur karena kekuatanku masih melekat persis kepadamu, karena berkat itu kau bisa mendengar suaranya, kan?"
Pangeran Zephran semula tidak ingin mempercayai sisi lainnya yang belakangan ini memang terus-terusan mengganggunya dan mengajaknya berbicara setiap malam. Namun entah mengapa, firasatnya memintanya untuk mendengarkan.
Saat Pangeran Zephran berjalan ke arah pintu, suara itu kembali menahannya.
"Eh? Kau bisa meloncat dari jendela langsung, lalu berlari cepat menghampirinya, dan kau memilih lewat pintu, menuruni seribu anak tangga yang sudah retak dan naik kuda yang bau itu? Kau memang bodoh," ejek suara lainnya lagi.
"Apakah ini siasatmu untuk membuatku membunuh diriku?" tanya Pangeran Zephran.
"Ah, iya. Itu siasatku, kalau kau melakukannya pada siang hari saat aku tidak bangun," jawab sang monster dari pikirannya. "Kalau kau mati, aku juga akan mati, bodoh. Aku belum ingin mati sampai aku mendapatkan seribu selir yang can--"
Pangeran Zephran memanjati jendela dan mengabaikan segala ucapan konyol sang monster. "Sayangnya aku tidak berencana mencari selir."
Dia melompat turun dari tempat yang cukup tinggi, merasakan angin yang dahsyat dan saat mendekati tanah, dia akan bersiap-siap dengan apapun yang terjadi dengannya. Dan hal yang mengejutkan, dia berhasil mendarat nyaris sempurna tanpa merasakan sakit di kakinya.
"Kau tidak berbohong," ucap Pangeran Zephran agak terkejut.
"Kalau kau tidak mempercayaiku, mengapa kau melompat?" tanya sang Monster dengan nada kesal.
"Itu karena aku pernah terjatuh dari sana, sebelum kau masuk di tubuhku. Dan buktinya aku masih hidup," jawab Pangeran Zephran. "Baiklah, sekarang ke arah mana?"
"Yang jelas, kau harus keluar dari istana dulu."
Mungkin, itu pertama kalinya Pangeran Zephran mengikuti saran dari sisi lainnya dengan sangat yakin.
***TBC***
8 Agustus 2018
a/n
Cerita ini ketebak ga sih? Wwkwkkww.
Oke, see ya next chp <3
With a really big love,
Cindyana
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top