Episode 9
WEIRD GUY
|16/12/27|
Suara riuh orang-orang di sekitarku seolah teredam oleh gelembung yang kuciptakan sendiri. Menutupi diriku dan melindunginya dari dunia luar agar aku bisa fokus dengan pikiranku sendiri mengenai hal-hal aneh yang beberapa hari ini menimpaku. Sebenarnya apa yang disembunyikan oleh zio di masa hidupnya? Kenapa setelah kematiannya begitu banyak hal janggal yang menimpaku.
"Zack!!" Suara Haidar hampir membuatku terlonjak. Aku tersadar dan membuat gelembung imajiber yang kuciptakan seolah-olah pecah akibat suara Haidar yang begitu keras.
Aku menoleh ke arahnya yang duduk di sampingku.
"Kau kenapa?" tanya Haidar padaku, "Akhir-akhir ini kau sering bengong," lanjutnya.
"Aku baik-baik saja kok." jawabku lalu memasukan bakso yang sedari tadi telah berada di atas sendok ke dalam mulutku.
"Kau tak bisa berbohong pada kami, Zack. Kami sudah mengenalmu sejak SMP. Dan kami sudah hafal sifatmu. Aku yakin kau merahasiakan sesuatu dari kami," ujar Griz yang duduk di depanku.
Kurasa memang benar ucapan gadis berponi ini. Kami sudah berteman selama lima tahun dan banyak menghabiskan waktu bersama. Tentu saja banyak hal yang telah kami ketahui satu sama lain, termasuk mengenai hal-hal detail seperti ketika salah satu dari kami menyembunyikan sesuatu.
"Rahasia apa? Aku tak menyimpan rahasia apapun." Aku mengelak dengan mulut penuh.
"Sudahlah Griz. Mungkin dia memang tak bisa membaginya pada kita. Jangan ganggu privasinya." Kali ini Fino tampak berpihak padaku. Setelah memberikan komentarnya, ia kembali memakan semangkok baksonya yang tinggal setengah.
"Aku hanya bingung mengenai hal-hal yang akhir-akhir ini terjadi padaku?" Aku mulai menceritakan keluh kesahku, tapi ... tentu saja aku tak akan menceritakan seluruhnya.
"Memangnya ada apa?" Griz bertanya dengan wajah penasaran.
"Orang itu menemuimu lagi?" tanya Haidar.
"Siapa?" Griz bertanya.
"Orang yang memberikan Zack uang dan ponsel waktu itu," jawab Haidar melihat ke arah Fino dan Griz.
"Kalau dia ... kau benar. Aku kembali bertemu dengannya kemarin. Bahkan dia mengantarkanku ke sekolah," jawabku dengan nada santai.
"Bagaimana bisa?" tanya Haidar dengan nada tinggi hingga membuat para siswa yang tengah duduk di meja makan menatap ke arah kami.
"Kau membuat semua orang terganggu, Haidar," ucap Fino di sela-sela kegiatannya meminum ice tea menggunakan sedotan.
"He ... he ... maaf."
"Panjang ceritanya." Aku menoleh ke arlojiku. "Dan sebentar lagi, jam pelajaran dimulai. Tak akan cukup jika dijelaskan," kataku berusaha menghindar untuk tidak menceritakan pertemuanku dengan Pak Endrico. Kurasa aku lebih suka memanggilnya dengan panggilan itu. Aku tak perduli dengan nama aslinya.
"Ahh ... kau ini." Griz tampak kecewa mendengar kalimatku barusan.
"Ngomong-ngomong aku boleh menginap di rumahmu malam ini?" tanya Haidar. Ada apa dengan bocah ini? Kenapa dia tiba-tiba ingin menginap di rumahku.
"Tapi aku ada urusan nanti." Aku tak berbohong, aku memang ada rencana untuk membuka flashdisk yang kemarin kudapatkan.
"Tenang saja, aku akan datang nanti malam."
"Terserah kau saja." Setidaknya, nanti malam aku ada teman bermain game atau yang lain. Jadi, aku tak terlalu memikirkan hal-hal buruk yang sebenarnya belum tentu akan terjadi.
"Kalian ikut?" Haidar menawari Griz dan Fino.
"Aku ada tugas," jawab Griz dengan mulut penuh.
"Sama," kata Fino.
Baiklah, hanya Haidar. Semoga tak ada hal-hal aneh nanti malam selama Haidar menginap di rumahku.
Kami semua berhasil menghabiskan semua makanan yang kami pesan sebelum akhirnya bel masuk berbunyi. Semua murid membubarkan diri dari kantin, membawa nampan berisi makanan mereka ke tempat yang telah disediakan lalu meninggalkan kantin.
Kami berempat berpisah, pergi ke kelas masing-masing. Griz pergi ke kelasnya IPA 1 dan Fino ke IPS 3 sementara aku dan haidar di IPA 4. Entah kenapa aku selalu sekelas dengannya semenjak SMP.
Kelas berlangsung lancar, aku berusaha fokus pada seluruh mata pelajaran yang yang diajarkan agar tak mendapatkan hukuman lagi. Ditambah kali ini pelajaran biologi kesukaanku, jadi aku lebih antusias mengikutinya.
Tak terasa jam pelajaran berlangsung cepat. Bel pulang sekolah pun berbunyi. Aku pulang menggunakan Bus karena menolak ajakan Haidar untuk pulang menggunakan motornya. Lagipula dia tak membawa dua helm. Jadi, kurasa aku lebih aman jika naik bus. Meskipun resiko-resiko lain bisa saja terjadi seperti kecopetan misalnya, karena aku pernah mengalaminya dulu. Dan itu menjadi pelajaran bagiku untuk tidak menaruh ponsel di saku saat berada di dalam angkutan umum.
***
Aku berhasil menemukan laptop lamaku di gudang bawah tanah. Membawanya ke kamar dan meletakan di atas lantai karena tak mau mengotori meja belajarku. Debu yang menyelimutinya cukup tebal dan ketika dibuka untungnya bagian dalamnya masih lumayan bersih. Aku menggunakan tisu untuk membersihkan.
Sebenarnya aku sedikit ragu, apakah benda ini masih berfungsi atau tidak. Soalnya sudah tiga tahun aku menaruhnya di gudang dan tak pernah sekalipun membersihkannya. Dulu kerusakannya hanyalah dua tombol yang tak dapat berfungsi serta kecepatan yang sedikit melambat. Untuk diriku yang selalu tak sabaran, itu sangat menjengkelkan sehigga aku memutuskan untuk membeli laptop baru.
Ok, sudah bersih. Aku menekan tombol power setelah memasang charger di badan laptop guna mengisi baterai. Sebuah tulisan muncul, menandakan laptop ini masih bisa digunakan. Kini hanya menunggu laptop ini menampilkan tampilan beranda.
Aku memasukan flasdisk ke port USB. Lalu tiba-tiba muncul lingkaran dengan tulisan 'connecting' di dalamnya. Lingkaran itu berkedip beberapa kali.
Aku menunggu hampir lima menit tanpa melakukan apapun hingga akhirnya sebuah video muncul, tepatnya panggilan video, menampilkan sosok pria bertopi yang mengenakan penutup mulut berwarna hitam.
"Akhirnya kau membukanya Zack. Dan itu berarti kau harus siap dengan apapun yang kuperintahkan,"ucap pria itu dengan posisi duduk, di depannya terdapat sebuah meja kosong berwarna putih. Di sampingnya, ada seorang pria --dengan posisi berdiri-- yang pernah kulihat tempo hari di sekolah dan hampir membuatku celaka.
"Kalian siapa?" tanyaku spontan.
"Kami adalah penentu nasibmu selanjutnya. Jadi, dengarkan baik-baik! Karena aku tak akan mengulangi ucapanku." Suaranya begitu tegas dan berat. Cukup untuk membuat lawan bicaranya merasa terintimidasi.
"Sabtu esok, seseorang akan menjemputmu dan mengantarkanmu ke Bank Jayabaya untuk mengambil safe deposit box milik Ardhy pamanmu. SDB milik Ardhy hanya bisa dibuka oleh keluarganya yang memiliki kata sandi serta bisa melewati pemindai retina dan sidik jari."
"Aku bahkan tak tahu apapun. Zio tak pernah memberitahuku mengenai apapun."
"Itu bukan urusanku. Yang jelas, besok jam 9 pagi kau harus bersiap untuk pergi dengan kami. Turuti kemauanku dan kau akan selamat. Tak ada polisi atau apapun. Atau kau akan dengan mudah kami lenyapkan."
"Kau yang membunuh pamanku?"
"Sebenarnya aku berniat membunuhnya. Tapi, seseorang terlebih dahulu membunuhnya."
"Kau bohong."
"Bukan urusanku untuk meyakinkanmu."
"Beritahu aku siapa pembunuhnya, aku akan melakukan apapun yang kau mau besok."
"Sayangnya aku tak menerima negosiasi. Selamat sore Zack."
Panggilan terputus.
TBC
---------------
Thanks for waiting this episode, hope you enjoy and willing to vote and comment.
If you find a mistakes grammar or typo, please inform the author.
Love you guys.
💕Vee Corvield💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top