Episode 8

SUSPECT

|15/12/27|

Aku duduk di pinggiran kasur dengan tangan yang terus saja kugerakan untuk memutar-mutar flasdisk guna melihat setiap inchi dari sisinya. Menimbang-nimbang apakah akan mencari tahu isi flasdisk ini atau tidak. Aku ragu, bagaimana jika flashdisk ini berisi virus yang akan menginfeksi laptopku dan seseorang dapat dengan bebas mengakses laptopku dari jauh. Itu mengerikan.

Suara ketukan pintu terdengar, aku menoleh ke arah pintu kamar yang tak tertutup, menerka-nerka siapa orang yang berada di balik pintu. Aku yakin seratus persen jika itu bukan teman-temanku, karena mereka pasti akan langsung masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu. Aku beranjak dari tempatku duduk lalu berjalan menuju pintu depan sambil membawa flasdisk di tangan lalu memasukannya ke dalam saku.

Aku membuka pintu depan yang masih belum diperbaiki, hanya ditutup dengan kayu seadanya yang ditempel dengan paku untuk menutupi bagian bolong akibat kaca yang pecah.

Sedetik setelah aku membuka pintu, terlihat Pak Reno dan Kak Almira yang mengenakan seragam lengkap. Aneh memang, memanggilnya dengan sebutan kak. Tapi ... dia sendiri yang memintaku untuk memanggilnya dengan sebutan itu, jadi mau bagaimana lagi? Lagipula aku juga sudah akrab dengannya, meskipun beberapa hari ini dia bahkan tak pernah mengunjungiku. Aku sendiri tak menyalahkannya karena ia juga pasti masih sangat berduka sama sepertiku.

"Zack," panggilnya dengan suara lembut karena melihatku yang hanya terdiam selama beberapa detik tanpa mempersilahkan mereka masuk.

"Oh, silahkan masuk!" Aku mempersilahkan mereka berdua untuk masuk ke rumah. Meskipun aku sendiri belum tahu jelas apa maksud kedatangan mereka ke rumahku. Tentu tak sopan jika langsung menanyakan tujuan mereka tanpa mempersilahkan masuk terlebih dahulu. Tapi, kurasa ini ada hubungannya dengan kasus kematian zio. Tentu, memangnya mau apa lagi mereka ke sini selain karena hal itu?

Setelah mempersilahkan mereka duduk, aku juga menawari mereka minum meskipun akhirnya mereka kompak untuk menolak tawaranku, alhasil aku mengurungkan niat untuk pergi ke dapur.

"Kami datang ke sini untuk memberikan perkembangan kasus tentang kematian Ardhy yang kebetulan diserahkan kepadaku oleh komisaris Sony. Dia mempercayakan kasus ini kepadaku dan Almira." Benar dugaanku.

"Jadi?" Aku benar-benar ingin langsung ke intinya saja, tanpa banyak intro atau kata pengantar.

"Hasil autopsi beberapa hari lalu sudah keluar, dan menunjukan jika Ardhy tertembak pada bagian jantungnya. Luka yang ditimbulkan diperkirakan berasal dari senjata jarak jauh." Ia memberikan jeda. "Posisi penembak berada di lantai dasar, dan berada di kamar hotel. Kami baru menyelidikinya tadi pagi dan menemukan kaca yang berlubang, tepatnya dilubangi sebagai jalan peluru untuk ke luar. Dia sangat profesional."

"Kalian berhasil menemukan pelurunya?"

"Tidak,  tapi kami berhasil mendapatkan cctv yang merekam terduga pelaku berada di hotel depan rumah ini. Di sebrang jalan."

"Lalu?"

"Untuk saat ini kami masih mencari tahu keberadaan sosok pria bertudung itu. Beberapa cctv mati dan hanya satu yang berhasil menangkap sosoknya meskipun tak jelas."

"Jadi kalian benar-benar yakin dia pelakunya?" tanyaku.

"Kami masih menyelidikinya, Zack. Jika kami telah menangkapnya, kami akan melakukan introgasi dan kupastikan dia akan mengaku." ujar kak Almira.

"Boleh aku melihat rekaman cctvnya?"

"Boleh," kata Pak Reno lalu menyodorkan ponselmya yang berisi sebuah salinan video dimana terdapat orang yang dicurigai sebagai pembunuh. Aku hampir terlonjak setelah melihat sosok itu hingga membuat Pak Reno dan Kak Almira menyadari ada yang tak beres denganku.

"Kau mengenalnya?" tanya mereka dengan kompak.

"T ... t... tidak," jawabku tersendat. Sial. Aku tak bisa mengontrol intonasiku. Aku yakin mereka akan curiga dengan jawabanku.

"Kau yakin?" tanya Pak Reno. Benar dugaanku, dia curiga.

"Jika aku kenal, maksudku ... tahu tentang dirinya pasti aku akan menjelaskan pada anda," jawabku sesantai mungkin.

"Baiklah. Padahal aku sedikit berharap dengan reaksimu tadi. Kukira kau tahu tentang pria itu." Pak Reno tampak kecewa dengan pernyataanku yang tak sesuai dengan ekspektasinya.

"Tidak," jawabku lebih tegas kali ini.

"Dari hasil alat deteksi wajah, pria ini bernama Adam, usianya 33 tahun. Tak ada informasi lagi selain itu. Dia seperti hantu, dan aku khawatir jika dia adalah pembunuh bayaran," jelas Pak Reno.

"Jika mungkin, suatu saat nanti kau melihatnya. Kau harus menelponku atau paling tidak, kau harus berusaha menghindar darinya," ujar Kak Almira kali ini.

Aku tak bisa berkomentar apapun mengenai hal ini. Aku hanya bisa berpikir 'untuk apa seorang terduga pelaku mendatangiku dan memberikanku sejumlah uang serta ponsel? Bahkan ia juga pernah mengantarkanku ke sekolah.' Entah mana yang benar. Tapi yang jelas aku tak bisa seratus persen percaya dengan video itu, pun dengan Pak Endrico  alias Pak Adam. Entah yang mana, nama yang sebenarnya.

"Zack ...," panggil Pak Reno menyadarkanku dari lamunan.

"Maaf."

"Kau harus berhati-hati dengan orang itu." Pak Reno memperingatkanku.

"Baik, pak. Ngomong-ngomong, saya boleh bertanya sesuatu?"

"Pada saat kejadian penembakan zio, anda di mana?"

"Malam itu saya ada kencan di sebuah cafe tak jauh dari rumah saya, kenapa?"

"Tak apa,"

"Baiklah, kami pamit pergi. Saya masih ada urusan lain. Jaga dirimu baik-baik, Zack. Jika kau mendapati hal-hal yang janggal, kau bisa menelfonku atau Almira."

"Baik, pak."

Ia menepuk pundakku lalu berjalan ke luar rumah. Aku tak mengantarkan mereka. Membiarkan mereka pergi begitu saja meninggalkan rumahku.

Aku menutup pintu, dan kembali ke kamarku. Berbaring di tempat tidur dan menatap langit-langit. Aku masih mengenakan seragamku, membiarkannya lusuh karena terlalu malas untuk menggantinya.

Pikiranku melayang, memikirkan semua informasi yang kuterima hari ini. Kenapa semuanya jadi rumit setelah kematian zio? Apa yang sebenarnya terjadi?

Apa hubungannya dengan Pak Endrico ahh ... Pak Adam maksudku, kenapa ia bisa berada di hotel itu? Apa memang benar jika dia pelakunya?

"Aarrgghhh ...."

Aku berteriak. Pikiranku kalut, tak ada seorangpun yang bisa kupercaya untuk berbagi masalah. Teman-temanku tak akan mungkin kulibatkan dalam hal ini karena, kurasa cukup berbahaya. Mengingat pria yang tadi pagi di sekolah membawa senjata seolah ingin membunuhku, jadi ... aku yakin ini bukan masalah sepele. Kurasa, aku harus bersiap dengan keadaan yang suatu saat nanti bisa lebih buruk.

TBC

---------------

Thanks for waiting this episode, hope you enjoy and willing to vote and comment.

If you find a mistakes grammar or typo, please inform the author.

Love you guys.
💕Vee Corvield💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top