7. Foreign

BAGIAN TUJUH

Sekarang, kita hanyalah orang asing dan selamanya akan seperti itu.

"Hei!" Yuna mendongak, lalu mendengus sebal sambil memutar bola matanya malas. Cowok itu lagi. Yuna merasa dunianya seakan semakin sempit, kenapa ia selalu bertemu dengan cowok menyebalkan ini?

"Ngapain lo di sini?" ketus Yuna. Selera makannya jadi menurun meskipun bakso baru saja ia habiskan beberapa menit yang lalu. Hanya tinggal Pop Ice rasa coklat favoritnya dan itu pun masih tinggal setengah lagi.

"Gue mau duduk boleh?"

"Bukannya masih ada tempat kosong yang lain?" benar, padahal masih ada bangku kosong yang masih tersisa termasuk tempat yang diduduki Yuna.

Ia tidak bersama dengan Aria seperti biasa pada hari ini. Kebetulan cewek itu seperti biasa berkencan dengan pacarnya lagi. Siapa lagi jika bukan Eden?

Oke, kembali pada cowok itu. "Gue gak kenal sama yang lain. Di sini gue cuman kenal sama lo."

"Terserah lo deh." pasrah Yuna.

Cowok itu --Koga-- tersenyum, membuat Yuna terpaku. Senyuman yang sangat menawan. Sama seperti pertama ia bertemu dengan cowok itu saat ia menjadi murid baru di kelasnya. Lalu, ia duduk di depannya.

Yuna berdehem, menetralkan detak jantungnya yang memompa lebih cepat daripada biasanya tanpa sebab. Ia ingin tersenyum-senyum sendiri tapi Yuna tahan, karena ia takut wajahnya seperti orang tolol.

Koga mulai memakan bakso pesanannya dengan lahap. Yuna memperhatikannya dalam diam sambil menyeruput sisa minuman yang digenggamannya.

Sudah lama Yuna mengagumi pemilik iris coklat tersebut. Ia menyukai mata berwarna coklat itu. Tetapi ia tidak bisa menyelamnya terlalu dalam. Ia merasakan ada sesuatu yang janggal dari iris coklat itu. Seperti sebuah luka.

Luka yang disimpan rapat-rapat.

Merasa seperti diawasi, Koga mendongak, memastikan perasaannya benar atau tidak. Yuna salah tingkah, lalu ia memalingkan wajahnya.

Sekarang ia ketahuan.

"Ngapain lo liatin gue? Fans berat gue ya, tapi diam-diam?" goda Koga sambil menaik turunkan alisnya dengan jahil.

Yuna semakin salah tingkah. "Idiiih jangan ngarep lo!"

"Alah jangan munafik deh lo! Apa jangan-jangan lo suka sama gue ya? Tapi lo malu." goda Koga lagi.

"Terserah lo deh!" Yuna ada kesempatan untuk kabur, karena minumannya sudah habis tak bersisa. Lalu ia segera beranjak pergi.

Setelah merasa cukup jauh dari kantin, ia berhenti. Yuna memegang dadanya, jantungnya berdegup sangat cepat, tidak seperti biasanya. Rasa ini sama persis saat dirinya menyukai Souma.

'Apa bener yang dikatakan Koga? Gue mulai suka sama dia? Tapi nggak mungkin!' batin Yuna semakin menjerit.

Yuna menutup wajahnya malu.

Kaki jenjang Yuna terus menyusuri mall bersama Aria tanpa minat. Ia mengenakan kaos putih yang dipadupadankan dengan kemeja kotak-kotak berwarna hijau sebagai jaket. Dan topi berwarna putih yang bertengger cantik di kepalanya. Mulutnya mengemut lolipop rasa mangga, kelihatan seperti laki memang padahal sebenarnya rambut cewek itu sangat panjang sampai sepunggung berwarna coklat dan ikal.

Mau beli novel, sudah banyak ratusan koleksinya yang terpajang di rak bukunya. Beli baju, koleksi bajunya sudah menumpuk di lemari dan sebagiannya belum ia pakai yang di beli oleh ibunya tercinta.

Ingin makan tetapi perutnya sudah kenyang. Sepertinya perutnya sudah tidak bisa menampung makanan lagi karena kepenuhan. Ia sudah makan terlalu banyak di kantin sekolah!

Oh Tuhan! Yuna harus membeli apa hari ini?

"Kita mau kemana sih? Daritadi kita muter terus." keluh Aria.

"Nggak tahu. Gue males beli sesuatu." cuek Yuna.

Perjalanan mereka akhirnya membawa ke sebuah tempat. Sebuah tempat bermain, banyak orang dewasa dan anak-anak berada di sana. "Bagaimana kalo kita naik roller coaster aja? Lagipula, kan, gak tinggi banget. Gimana Yun, lo mau?"

Yuna melihat tempat tersebut. Sepertinya benar. Roller coaster itu tidak terlalu tinggi. Mungkin karena berada di indoor. Jika di outdoor Yuna tak berani. Ia takut akan ketinggian. Usul Aria tidak terlalu buruk.

"Yaudah ayuk!"

Mereka mulai memasuki tempat tersebut lalu berhenti di tempat pembelian tiket.

"Ternyata lo di sini." Yuna menoleh, mencari asal suara dari seseorang yang ia kenal. Sosok yang familiar.

Lagi. Kenapa ia selalu bertemu dengan cowok ini?

Cowok itu bersama dengan Eden, membuat Aria berpekik senang.

"Yun, lo naik roller coaster sama Koga aja ya, gue mau sama Eden."

"Eh eh." belum sempat Yuna merampungkan kalimat, Aria sudah menggandeng lengan Eden. Yuna melongo.

Matanya terkesiap ketika tangannya ditarik oleh seseorang. Disaat itu juga, jantungnya tiba-tiba berdetak tak karuan kembali, geli tapi menyenangkan. Rasanya sama seperti yang kemarin.

"Eh eh lo ngapain tarik-tarik tangan orang segala?" protes Yuna. Ternyata yang menarik tangannya adalah Koga.

"Lah, kan Aria nyuruh gue naiknya sama lo."

"Tapi gue gak mau!!" rengek Yuna lalu melepaskan tangan Koga yang menggenggam tangannya. "Gak mau!"

"Ish! Harus ikut!"

"Gak mau!"

"Yaudah mending gak usah aja, gue sih mau naik."

"Bodo amat! Gak peduli."

"Dah! Selamat menyendiri." Koga menjauhi Yuna sambil melambaikan tangannya. Ia tersenyum yang terasa menyebalkan sekaligus menenangkan. Ayolah, kenapa baru-baru ini ia merasa senyuman itu sangat tampan hari ini!

Yuna menggerutu dalam hati, merutuki kebodohannya. Apa yang tampan dan keren bagi cowok itu? Yang ada menjengkelkan!

"Kita naik roller coaster aja gimana?" Yuna menoleh, mencari asal suara yang sangat familiar itu. Matanya membelalak kaget. Ternyata dugaannya benar, Souma dan Sonia ternyata. Pasangan yang begitu serasi menurutnya.

Cewek itu menutup sebagian wajahnya dengan topi. Souma dan Sonia tidak boleh tahu kehadirannya. Ia belum siap untuk bertemu dengan mereka. Lalu ia memalingkan arah.

"Eh, Yuna? Lo ada di sini ternyata!" sialan. Sonia mengetahui keberadaannya!

"Emm anu--gue lagi nungguin Aria di sini." kata Yuna canggung, lalu menggaruk tengkuk kepala yang sebenarnya tidak terasa gatal.

Ketika manik mata Yuna bersiboborok dengan manik mata Souma, cowok itu malah memalingkan pandangannya. Pandangan yang Yuna dapatkan hanyalah kehampaan, dingin, dan beku. Souma seperti menganggapnya sebagai orang asing.

"Kalo gitu gue duluan ya. Bye!" Sonia pamit lalu menarik kembali tangan Souma yang sedari ia gandeng. Yuna membalasnya dengan senyum canggung dan melambaikan tangannya. Tak lama bunyi helaan nafasnya terdengar.

"Sampai kapan lo akan seperti ini? Gue kangen sifat lo yang dulu. Sosok yang begitu hangat. Namun sekarang sifatmu jadi beku seperti es."

To be continued...
***

Vote terus cerita ini! Karena itu adalah penyemangatku:)

Jangan lupa tinggalkan jejak yang berarti:)

See you❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top