15. Song for You

“Lagu memang mengandung curahan hati, jadi kalau gue nyanyi berarti gue lagi curhat.”--Koga Abimana Dewantara.

***

Dengan cepat, Koga segera membawanya ke kamar hotel. Secara bersamaan, Aria baru saja keluar dari kamar mandi, mungkin cewek itu telah selesai melakukan ritualnya. Cewek itu terkejut ketika kakaknya membawa Yuna ala bridal style.

“Eh, ngapain itu anak lo gendong? Jatuh?” tanya Aria seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk.

“Udah tahu kenapa pake nanya segala, sih?! Lihat gak gue kenapa?” geram Yuna sambil berteriak, ia tak habis pikir dengan Aria yang bernotabene sebagai sahabatnya. Mungkin cewek itu sedang ‘Telmi’ alias; telat mikir!

Koga segera membaringkan Yuna di kasur, lalu Yuna segera mengubah posisinya menjadi duduk. Ia memegang kaki sebelah kanannya yang sakit sambil meringis kesakitan.

“Sebentar gue ambil obat dulu di kotak P3K,” Aria segera mengambil kotak P3K yang ada di dalam backpack, lalu segera mengeluarkan salep anti pegal linu.

“Untung gak berdarah cuma keseleo dikit, palingan besok juga sembuh, deh,” cewek itu segera mengoleskan salep tersebut ke kaki Yuna yang begitu mulus, putih dan bersinar layaknya mutiara. Koga bersiul begitu mengetahui betapa indahnya kaki cewek tadi yang ia gendong itu.

“Kenapa liat? Suka? Mending lo pergi aja, deh. Hush hush sana!” Yuna tersenyum penuh kemenangan, Aria mengetahui jika ia tak nyaman diperhatikan terus oleh cowok di depannya ini. Dasar cowok mesum.

Koga menghela napas pasrah, lalu ia segera keluar dari kamar hotel tersebut dengan meninggalkan rasa kecewa, namun di sisi lain ia juga merasa lega karena cewek yang dicintainya tidak terjadi apa-apa.

Aria menyenggol bahu sahabatnya, “Lo, sih, pake dress kependekan, jadi si Koga kayak gitu, deh,” cibir Aria, rasanya keinginannya jadi mencuat ingin membelikan bahan kain tambahan untuk baju cewek itu.

Sedangkan Yuna hanya cengengesan, lalu menunjukkan jari telunjuk dan tengah membentuk sebuah peace. “Sori.”

“Lagian, sejak kapan lo mulai suka pake dress?  Bukannya dulu lo bilang gak suka?” tanya Aria dengan penuh keheranan. Yang dikatakan Aria memang benar, padahal Yuna selalu memakai gaya casual, yang sesuai dengan dirinya.

“Hmmm---” Yuna mengetukkan dagunya menggunakan jari telunjuk. “Gak tahu, sih. Tadi gue ambil baju asal-asalan aja, lagian juga gue pengen dong keluar dari zona nyaman sebentar.”

“Gue kira karena lo terpaksa,” setelah mengatakan itu Aria menghela napas pasrah, tebakannya salah. “Gue tahu, lo suka gak nyaman kalo pake dress kayak begituan. Tapi, jangan dipaksain, lebih baik jadi diri lo sendiri. Kalo nyaman lakukan, kalau nggak, ya, jangan.”

“Tadi Koga suka lihat kaki lo itu, orang lo jarang pamerin kaki,” celetuknya asal-asalan. Blush. Pipi Yuna merona layaknya tomat ranum. Sialan Koga, dasar cowok mesum!

***

Sang mentari sudah berada di ujung barat, bersiap akan segera pulang ke tempat peraduannya, menyisakan langit berwarna jingga kebiruan hingga akhirnya berubah gelap sempurna dipenuhi taburan bintang berkilauan bak permata dan bulatan hitam perak yang menggantung bak primadona. Ya, sekarang waktunya sudah malam, begitu cepat rupanya.

Di bawah naungan langit yang sudah gelap, mereka berempat memutuskan pergi ke restoran untuk makan malam. Keinginan mereka jadi semakin mencuat ketika cacing di dalam perut mereka sudah meronta-ronta tak karuan meminta jatah makanan hari ini, mengeluarkan sebuah suara yang begitu menganggu indra pendengaran mereka. Sungguh, itu sangatlah menganggu.

Mereka memesan makanan seafood  yang katanya paling favorit di restoran tersebut yang berupa udang, lobster, dan kepiting yang disiram dengan saus pedas asam manis dalam satu paket dicampur aduk menjadi satu, tak lupa dengan jus nanas sebagai penetralisirnya. Sungguh benar-benar paket komplit untuk mereka yang sudah kelaparan.

“Silakan dimakan!” ujar pelayan dengan senyum ramah setelah memberikan pesanan mereka kemudian pergi.

Mata Koga berbinar, bahkan air liurnya nyaris saja akan menetes. Siapa yang tak tergoda dengan makanan yang seenak itu?

“Kebiasaan ini anak, liat makanan pasti langsung main sikat,” cibir Aria, Koga menoleh kepada adik resek nya itu kemudian kembali menatap makanan yang sudah ada di depan mata, mencoba tak peduli dengan sindiran pedas dari sang adik.

Koga mulai memegang makanan yang sudah ada di depan mata, “Eitss!” cowok itu menghentikan aksinya.

“Apalagi, sih?!” cowok itu sudah geram, padahal sebentar lagi ia akan memakannya. Menyebalkan.

“Do’a dulu sebelum makan,” celetuk Yuna, Koga menggaruk kepalanya canggung, ia jadi melupakan kebiasaan yang sering ia lakukan di rumah; berdo’a sebelum makan. Sedangkan Eden hanya bisa geleng-geleng kepala dan masih setia dengan wajah datarnya, Aria juga melakukan hal yang serupa.

Mereka berempat mulai berdo’a, dan seperti dugaan sebelumnya Koga yang duluan mengambil makanan tersebut. “Yeee main sikat aja lo! Gue duluan yang lihat!” Teriak Yuna tak terima, baru saja ia akan mengambilnya tetapi cowok itu mendahuluinya. Menyebalkan.

Namun sepertinya Koga tak peduli dengan wajah tak berdosanya, “Siapa cepat, dia dapat!” ujarnya seraya memakan tangan kepiting dengan rakus. Tak lama ia tersedak, “Uhuk uhuk! Air air! Gue butuh air! Woy ambilin dong jangan diem aja!” teriaknya sambil tersedak, dengan gerak cepat, Aria langsung memberikan sebotol air mineral, lalu Koga meminumnya sampai tandas hanya dalam waktu 10 detik. Mereka terkejut sambil mulut yang ternganga lebar.

Meminum 1 botol air mineral dalam waktu 10 detik? Mengagumkan.

“Gila! Lo pake mantra apa huh sampe minum secepat itu?” tanya Yuna heran. Baru pertama kali ia melihat kejadian langka, mungkin bisa dibilang ini adalah keajaiban dunia.

“Udah biasa dia minum secepat itu, tapi baru lihat gue 10 detik udah habis, biasanya 20 detik, tuh, baru beres,” ujar Aria lalu mulai mengambil bagian pertama dari kepiting yang sudah disiram dengan saus asam pedas.

“Namanya peningkatan, dong! Harus ada perubahan!” ujar Koga setelah menghabiskan makanan yang ada di mulutnya, ia mulai meminum jus nanas untuk menetralisir.

Butuh beberapa waktu yang lama hingga akhirnya makanan tersebut sudah tandas. Mereka cukup menikmati makanan yang sudah ada di dalam perutnya.

Tak lama beberapa gerombolan mulai menaiki panggung, mengalihkan atensi mereka. Sepertinya band musik yang akan menyanyikan sebuah lagu.

“Selamat malam semuanya! Hari ini kita akan manggung lagi, nyanyi seperti biasa. Namun, sebelum itu silakan bagi yang ingin ikut bernyanyi di sini, silakan ke depan! Dipersilakan!” ujar salah satu dari perwakilan grup tersebut.

“Ada yang mau nyanyi gak? Tuh, mumpung disuruh ke depan!” ujar Aria, ia malas maju ke panggung karena perutnya sudah terlalu kekenyangan.

Yuna mengusap perut yang agak mengembung layaknya ada janin di dalam sana, “Gak, ah. Gue udah kekenyangan, jadi males ngelakuin apa-apa.” ujarnya, serupa dengan Aria dia juga sangat malas untuk pergi kemana-mana saat ini.

Cewek itu kembali  mengusap perutnya, “Perut gue udah gede, nih, sepertinya gue mau lahiran. Anterin gue, yuk, ke Rumah Sakit!” serunya. Ia mulai ngaco dalam berbicara. Kelakuan itu membuat ketiganya hanya bisa geleng-geleng kepala.

“Yaudah gue aja, deh,” Koga segera berdiri. “Udah lama gak nyanyi.”

“Lo bisa nyanyi?” tanya Yuna, ia baru tahu jika cowok itu bisa bernyanyi.

“Gak, gue bisa kentut. Ya nggak, lah! Gue bisa nyanyi! Gimana, sih, lo?!” geramnya, sedangkan  Yuna hanya cengengesan. Tak lama Koga mulai ke panggung, menghampiri salah satu dari grup band tersebut.

“Ya! Sekarang sudah ada, nih, yang mau nyanyi. Katanya lagu ini buat doi yang ia cintai, nih, asyik! Skuy, lah, silakan menikmati lagunya!”

Koga segera duduk, lalu ia meminta ingin menggunakan gitar sambil bernyanyi. Tak lama petikan gitar terdengar. Restoran yang tadinya ramai menjadi senyap dalam sekejap. Mereka mungkin ingin menikmati suasana yang baru tercipta, sepi namun syahdu.

Ku ingin disayangi,
Sepenuh hati,
Sedalam cintaku,
Setulus hatiku.

Mata cowok itu langsung tertuju kepada Yuna. Namun cewek yang ia tatap itu masih bergeming. Belum mengerti arti dari tatapan Koga.

Ku ingin memiliki,
Kekasih hati,
Tanpa air mata,
Tanpa kesalahan.

Bukan cinta yang melukai hidupku,
Dan meninggalkan diriku, lagi.

Tolonglah aku dari kehampaan ini,
Selamatkan cintaku, dari hancurnya hatiku,
Hempaskan kesendiriannya tak pernah berakhir.

Bebaskan aku, dari keadaan ini,
Sempurnakan hidupku, dari rapuhnya jiwaku,
Adakah seseorang yang melepaskanku, dari kesepian ini.

Cewek itu masih diam.

To be continued...

Aku sedang males pidato ehehe...:v

See you next chapter! Jangan lupa tinggalkan jejak vote ya!


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top