03. My Husband!
Keluar dari sebuah mini market, Yumi langsung meringis karena terik matahari. Padahal, kemarin hujan dari subuh sampai malam, genangan air bahkan belum surut. Namun, hari ini cuacanya benar-benar panas. Dua kantong plastik ukuran sedang dijadikan Yumi sebagai pelindung kepalanya. Dia harus menyebrang untuk membeli makanan lain.
Genta berdiri dengan tidak nyaman. Dia yang sedang menjelaskan persentasi saat meeting terganggu dengan getar ponselnya. Dia lupa mensilent nada ponselnya. Sudah lebih dari sepuluh panggilan yang terlewat, ponselnya masih saja terus bergetar. Dengan terpaksa, Genta meminta waktu untuk mematikan ponselnya.
Saat melihat nama Yumi, tidak pikir panjang Genta langsung menjawab panggilan tersebut.
"Ada apa Yumi? Saya sedang rapat." jawab Genta cepat.
"Maaf, Pak, saya yang menolong istri Bapak. Istri Bapak tadi kecalakaan." sahut pria dari seberang panggilan.
Menjauhkan ponselnya, Genta melihat lagi nama yang tertera di sana. Benar, nama Yumi yang sedang meneleponnya ini.
"Maksud Bapak apa? Di mana Yumi?" tanya Genta sedikit mulai was-was. Apa Yumi sedang mengerjainya?
"Ooh, jadi nama istri Bapak, Yumi?" pria itu memastikan. "Biar saya kasih tahu ke bagian administrasi agar mencatat biodata mbak Yumi. Sekarang mbak Yumi belum sadar, Pak."
"Maksud Bapak, apa?"
"Istri Bapak kecelakaan, tertabrak motor di depan minimarket. Saya membawanya ke rumah sakit swasta, dipanggilan terakhir cuma ada nama my husband dengan tanda seru lebih dari tiga, saya langsung menelepon Bapak sebagai suami mbak Yumi." jelas pria itu sedikit menahan kesal. "Saya tunggu Bapak di sini."
"A-apa! Yumi kecelakaan?" tentu saja Genta sangat kaget. Tadi pagi gadis itu masih sempat mengganggunya saat mencuci mobil.
"Saya tunggu Bapak di sini, lokasinya akan saya share." ulang pria itu, langsung memutuskan panggilan.
Genta yang panik segera kembali ke ruang rapat. Wajahnya yang panik membuat semua orang menatapnya bertanya.
"Maaf, pak Dewan dan Bapak Ibu sekalian, saya tidak bisa mengikuti rapat ini, keponakan saya kecelakaan. Saya harus ke rumah sakit." izin Genta pada atasannya.
Atasan Genta yang melihat kepanikan di wajah anak buahnya memberi izin. Begitu memasuki mobilnya, dengan kecepatan di atas biasanya dia menjalankan kendaraanya. Genta menuju rumah sakit dengan kekhawatiran akan keadaan Yumi. Gadis itu benar-benar ceroboh, bagaimana bisa diusianya yang sebentar lagi menginjak angka dua puluh, Yumi masih bertingkah seperti bocah berumur sepuluh tahun.
Setelah memarkirkan mobil, Genta menuju ruangan yang telah diberitahukan pria tadi. Berlari, sesekali berhenti untuk bertanya pada perawat yang lewat, akhirnya dia menemukan ruangan di mana Yumi di tempatkan.
"Permisi," sapa Genta.
Pria yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya berjengit. Lalu, dia berdiri.
"Suami mbak Yumi?" tanya pria itu.
Dengan ragu, Genta mengangguk sambil mengangsurkan tangan. "Saya Genta."
Pria itu membalas jawabat tangan Genta. "Tama,"
"Terima kasih, pak Tama, sudah menolong Yumi." ucap Genta. Kedua pria itu duduk di kursi samping ranjang Yumi.
"Sebenarnya saya juga hampir menabrak mbak Yumi. Saat motor yang menbrak mbak Yumi kabur dan tubuh mbak Yumi sedikit ke tengan jalan, saya hampir menabraknya juga kalah saja tidak kuat menginjak rem."
Tubuh Genta tersentak mendengar yang menabrak Yumi kabur. "Apa pelakunya tidak dikejar?" ada kemarahan di suara Genta.
Tama menggeleng. "Saya tidak tahu, begitu mobil saya berhenti, saya langsung keluar dan membawa Yumi ke sini dibantu beberapa warga."
"Sekali terima kasih, pak Tama. Biar nanti saya cari tahu." ucap Genta. Dia lalu berdiri melihat keadaan Yumi.
Gadis itu tertidur dengan luka lecet dibeberapa bagian tubuh. Sepertinya tidak ada luka serius dari pengamatan Genta yang awam masalah medis. Dia akan menanyakannya pada dokter saat jam periksa nanti.
"Kalau begitu saya pergi dulu," pamit Tama yang ikut melihat keadaan Yumi.
"Terima kasih, pak--"
"Panggil Tama saja."
"Terima kasih, Tama."
Tama hanya mengangguk dan berbalik menuju pintu.
"Apa! Kenapa bisa kabur lagi! Cari dan tangkap dia! Atau kalian saya pecat!"
Genta mengernyit mendengar ucapan Tama yang berbicara lewat telepon. Bahkan ketika pria itu sudah keluar, suara bas penuh emosinya masih terdengar samar.
Duduk di samping Yumi, Genta menghela napas. Bagaimana jika kedua orangtua Yumi tahu kalau anaknya mengalami musibah. Mereka pasti tidak percaya dan kecewa padanya. Yang tidak bisa menjaga amanat.
"Saya masih ingat kamu sering minta gendong kalau sakit dulu, sekarang kamu jadi gadis ceroboh begini." poni Yumi dimiringkan, Genta bisa melihat benjol yang membiru di dahi kanan Yumi. "Semoga otak kamu tidak geser, saya sudah pusing sama kelakuan kamu, Yumi."
Merasa terganggu dengan gerakan di sekitar wajahnya, Yumi perlahan membuka mata. Silau dan buram yang dia dapatkan ketika bangun. Wajah seseorang yang belum terlihat jelas ada di depannya seperti sedang memandanginya.
"Yumi?"
Suara bariton yang syahdu dan merdu itu, Yumi sangat mengenalinya.
"Yumi, kalau masih pusing jangan dipaksa. Kamu tidur lagi saja." ucap Genta yang melihat Yumi berusaha membuka mata.
"Om Gege," lirih Yumi. "Om Gege sakit." tangisnya langsung pecah. Yumi terisak-isak begitu tubuhnya mulai terasa sakit.
"Iya-iya, saya tahu." Genta langsung menenangkan. "Kamu jangan nangis, kalau nangis nanti tambah sakit."
Tangisnya tidak berhenti, Yumi malah semakin terisak sampai batuk. "O-Om Gege sakit." rengeknya.
Genta tidak tahu harus bagaimana. Dia kelabakan menghadapi Yumi yang sedang menangis sambil merengek.
"Saya panggil dokter ya, biar kamu diperiksa." ujarnya, yang langsung keluar.
Masuk bersama seorang dokter dan perawat, Genta kembali menenangkan Yumi yang sedang diperiksa.
"Adiknya tidak apa-apa, Pak, hanya syok dan luka memarnya akan membaik dalam tiga hari." jelas Dokter.
Genta meringis mendengarnya. "Apa tidak ada luka dalam, Dok?"
Dokter itu menggeleng sambil tersenyum. "Tidak ada, Pak. Hanya lecet dan memar saja. Setelah infusannya habis, adik Bapak bisa dibawa pulang."
Genta mengangguk dan mengucapkan terima kasih saat dokter dan perawat pergi. Dia kembali menghampiri Yumi yang masih terisak.
"Mungkin dua jam lagi infusnya habis, kamu bisa pulang."
"Mau pulang sekarang aja, Om. Di sini baunya gak enak." rengek Yumi lagi.
"Iya, tunggu infusannya habis dulu."
"Om ...."
Akhirnya, karena Yumi yang terus merengek ingin pulang. Tidak menunggu sampai cairan infus habis, Genta membawa Yumi pulang. Mau tidak mau dia pindah rumah untuk sesaat sampai, keadaan Yumi pulih. Genta tidak memberitahu orangtua Yumi, dia tidak mau mereka yang sedang mengurus nenek Yumi khawatir. Karena keadaan Yumi sendiri tidak begitu mengkhawatirkan.
Justru dirinyalah yang harus khawatir. Sejak pulang beberapa jam lalu, keimanannya terus digoda oleh Yumi yang mungkin tidak disadari gadis itu. Seperti saat ini, Genta yang sedang memasak hampir menumpahkan garam pada masakannya. Saat Yumi menyusulnya ke dapur dengan baju kemeja besar selutut, dengan dua kancing atas terbuka. Gadis itu duduk dengan tenang sambil meniupi luka-lukanya.
"Om, nanti ini ngebekas gak ya?" tunjuk Yumi pada lututnya. "Padahal celana levis Yumi cukup tebal, kenapa sampe robek juga ya?"
Mati-matian Genta berusaha agar tidak mentap ke arah gadis Itu.
"Cuma lecet, pasti hilang." sahut Genta singkat. "Yumi," panggilnya.
"Iya, Om?"
Menarik napas, Genta mulai bertanya. "Kamu kenapa kasih nama kontak saya my husband?"
Yumi tersenyum malu-malu dan menuduk sambil menggoyangkan tubuh. "Soalnya, om Gege kan calon suami Yumi. Jadi, Yumi kasih nama my husband aja biar kayak suami beneran. Om Gege is my Husband! Hihihi."
"Astaga Yumi, orang-orang nanti akan berpikiran aneh. Kamu itu lebih cocok jadi anak saya, kenapa kamu masih berpikir kalau saya ini calon suami kamu."
Cekikikan Yumi terhenti. Dia menatap om Gege tandap kedip sebelum menjawab.
"Dokter tadi malah bilang Yumi adiknya Om Gege, gak lihat apa Yumi ini udah pantas jadi istri Om!" ujar Yumi menggebu. Dia sampai memukul meja saking kesalnya. "Yumi heran, kenapa Om kelihatan kayak anak kuliahan, padahal umurnya hampir sama kayak mami. Apa Om punya aji-aji atau ritual khusus? Bapak aja udah kayak pak Raden, nggak ada otot sama sekali. Semuanya lemak, Yumi takut nanti Om direbut cewek-cewek sama tante-tante gatel, kalau setiap harinya makin ganteng dan hot gi--emph!"
"Makan nih, biar cepat pulih." Genta menyumpal mulut Yumi dengan sosis goreng yang sudah hangat.
Padahal gadis itu tadi merengek, sekarang malah menyerocos tanpa jeda. Sepertinya tanda baca titik koma tidak berlaku pada ucapan Yumi. Pertanyaannya juga dijawab dengan jawaban tidak masuk akal oleh gadis itu. Entah Genta harus memberi pengertian seperti apalahi, tubuhnya juga kadang tidak bisa diajak kerjasama jika sudah mendapat umpan dari Yumi.
Umur mereka sangat terpaut jauh. Dia bukan pedofil, Yumi juga bukan anak-anak lagi. Jadi, wajar kalau dia bereaksi terhadap gerakan Yumi, dia juga laki-laki normal yang sudah matang. Tidak ada salahnya jika terjadi sentuhan atau ...
"Om!" teriak Yumi.
"Hah?" Genta tersentak. Pikiran apa tadi? Kenapa dia jadi tidak rasional begini?
Setelah menelan setengan sosisnya, Yumi melanjutkan ucapannya. "Di mana-mana itu sumpal sama bibir kayak di drama-drama sama novel, kalau gak, sumpal pake sosis asli, bukan sosil giling gini!"
"Maksud kamu apa Yumi?" alis Genta mengernyit.
"Om itu gak so sweet kaya om Rustam dan om Langit apalagi om Kurt!" Yumi meniup-niup poninya asal.
Genta yang selesai menata makanan, duduk dengan menelan ludah. Dia berusaha berbicara tenang.
"Kamu itu terlalu berlebihan menonton drama dan membaca cerita, mudah ditipu. Mereka itu hanya membuat karangan fiksi. Membuat orang suka berkhayal, nanti kamu jadi gak waras gara-gara kebanyakan nonton drama dan baca cerita roman picisan penuh khayalan semacam itu."
Tubuh Yumi yang masih merasakan sakit, semakin sakit saat Genta menskakmattnya. Dia tidak terima dan sedikit kesal dengan Genta, garis bawahi, hanya sedikit! Karena rasa cintanya lebih besar melebihi rasa kesal atas ucapan menohok laki-laki itu.
"Om gak nyadar, kita ini juga fiksi, Om. Ada author gak bertanggung jawab bikin cerita romance tapi cowoknya gak peka, mana udah tua lagi. Untung aja ganteng dan awet muda!"
"Sudah-sudah, kamu semakin melantur Yumi, ayo makan. Habis itu kamu minum obat." Genta menyendok nasi dan lauk untuk Yumi.
"Siapa yang ngelantur, Om. Coba aja Om cari di Wattpad judulnya Yumi Udah Gede Om!!!! Pasti ketemu."
"Yumi," tegur Genta saat Yumi berseru tadi. "Ayo makan dan baca doa dulu."
Sambil mengerucutkan bibirnya, Yumi membaca doa dan mulai makan dengan tenang. Tidak ada pembicaraan selama mereka makan.
...
Aku yang ketinggalan up dari semuanya 😥😥😥
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top