01. Om Gege Calon Suami Yumi!
Cerita cinta age up atau cinta beda usia lainnya, bisa kalian baca di lapak Kakak-Kakak author kece yang pastinya keren abis!!!
1. gleoriud Badai
2. Mamak_Muda Embun
3. henzsadewa Turun Ranjang
4. RheaSadewa My Upik Abu
5. Alice_Gio Dikejar Om-Om
6. YunOliviaZahra Bukan Salah Cinta
7. MelianaMell Aisyah's Real Romance
8. hapsari1989 Rentang Waktu
9. wahyuhartikasari Bukan Simpanan
10. MbakTeya Emergency Love
11. deanakhmad Our Short Escape
Jangan lupa Follow biar gak ketinggalan info dari kita-kita gengz!!!
Jangan lupa juga buat Vote, Komen dan Share ya!😘😘😘😘
"So I say Dance for me, dance for me, dance for me, oh, oh, oh ..."
Yumi bernyanyi sambil mengikat tali sepatunya, bibir tipisnya yang dipoles lipgloss tampak mengkilat saat bergerak.
Hari ini, gadis itu akan pergi kencan dengan orang yang sangat spesial dalam hidupnya. Tentunya setelah bapak dan maminya. Hatinya sangat berbunga-bunga, mungkin itu juga yang membuat perutnya mulas pagi ini. Jangan-jangan banyak kupu-kupu terbang di dalam perutnya karena kelopak bunga yang ada di hatinya berjatuhan ke perut.
Aaaaa!! Rasanya dia ingin menjerit sekuatnya saking bahagia.
"Yumi buruan!"
Teriakan merdu maminya dari lantai bawah, membuat Yumi yang sedang menyanyi tersedak. Mami memang paling bakat membuat orang terkena serangan jantung dengan suara enam seperempat oktafnya.
"Iya bentar!"
Buru-buru Yumi memakai tas slempannya.
"Ya ampun!" Yumi berhenti di depan pintu dan menepuk jidatnya. Dia berbalik ke kasurnya lagi. "Hampir aja hape Yumi ketinggalan, kan bahaya. Nanti nggak bisa ambil poto calon suami!" setelah mendapat hapenya, Yumi berlari, mami semakin meninggikannsuaranya.
"Kita cuma mau ke rumah om Genta, kenapa kamu bawa tas sama pakek sepatu?" Imas menatap heran putri satu-satunya ini.
"Ih Mami, biarin aja kenapa sih." Yumi memajukan bibirnya. Menurutnya ini style yang sangat keren. Apalagi yang akan dia temui adalah calon suaminya. Kalau perlu harus dicatat dengan font tebal calon suami!
"Ya sudahlah," geleng Imas. "Tolong kamu bawa nasi itu, Mami bawa ini."
"Kok, bawa nasi segala? Di sana kan udah ada Mam." tanya Yumi, membawa wadah yang berisi nasi dan mengikuti Imas keluar.
"Takut kurang, kamu kan makannya banyak. Mami malu kalau sampai nasi om Genta habis sama kamu."
Hati Yumi tertohok. Perasaan selama ini makannya sedikit, tidak sampai lima piring kok.
"Bapak mana?"
"Sudah duluan, kamu sih lama."
Yumi hanya mengangguk, bapaknya benar-benar tidak sabaran. Pasti di sana bapak sedang berbicara dengan burung-burung om Genta.
Setelah keluar dari pagar rumahnya dan menguncinya kembali, Yumi dan Imas berbelok ke kiri dengan tiga langkah saja langsung sampai. Gerbang kecil itu dibuka dan sambutan kicauan burung langsung menyapa.
"Pacarku memang dekat, tiga langkah langsung sampai ..." Yumi cekikikan sambil menyanyi. "Aww!" jaritnya. Saat gerbang kecil itu tertutup dan mengenai jidatnya. "Mam! Bukannya ditahan malah main lepas aja, Yumi kan belum masuk!" serunya, yang menutup gerbang dengan keras.
Iya. Yumi bukan mau piknik ke taman atau jalan ke mall kok, dengan pakaian sekasual itu. Dia dan keluarganya hari minggu pagi ini diundang tetangga sebelahnya yang jarak tembok rumah mereka saja hanya satu meter.
Genta Fakhrurozi, atau yang dipanggil Gege, itu sih panggilan sayang dari Yumi. Sudah menjadi hak patennya bahwa hanya dirinya saja yang boleh memanggil Genta dengan panggilan Gege.
Genta bukan orang asing bagi Yumi dan keluarganya. Laki-laki yang bulan depan akan memasuki usia kepala empat itu sudah menjadi tetangganya bahkan sebelum dirinya lahir. Laki-laki itu juga yang dulu menimang-nimang Yumi, bahkan saat Yumi berusia lima tahun, Genta sering sekali mengajak Yumi bermain.
Genta sudah menganggap Yumi seperti anaknya sendiri. Dia dan kedua orangtua Yumi menjadi tetangga saat Genta dipindah tugaskan dulu. Namun, semakin bertambah usianya dan usia Yumi, gadis itu malah berlaku aneh padanya. Genta masih ingat, saat Yumi menanyakannya hal paling sulit untuk dijawab melebihi sulitnya negoisasi dengan kliennya.
"Om Gege!"
Teriak Yumi, yang melihat betapa kerennya Genta yang sedang membakar daging dengan kemeja tangan panjang yang digulung sampai siku dan apron warna biru muda.
Om Gege hot banget! Itu sih jeritan hati Yumi, kalau diutarakan langsung, bisa-bisa mami menyuruhnya pulang. Malu-maluin katanya.
Genta yang sedang mengipasi bara api mendongak dan tersenyum, melihat Imas dan Yumi yang baru datang.
"Bukannya salam, malah teriak-teriak kayak Tarzan." tegur Imas. "Assalamualaikum, Gen, maaf ya, Yumi malu-maluin." ucap Imas dan menyerahkan wadah yang dibawanya.
Tuh, kan, mami malah langsung to the point. Yumi segera menunduk malu menjurus ke arah malu-maluin sih lebih tepatnya. Eh, omongan mami memang benar ternyata.
"Waalaikumsalam, Mbak. Nggak apa-apa, saya sudah biasa kok." Genta menjawab dengan senyumnya yang tidak pernah lepas. "Wah, di sini sudah banyak makanan, kenapa Mbak bawa juga?"
Imas mengibaskan tangannya. "Katanya sudah biasa? Kamu pasti tahulah porsi makan si Yumi."
"Mami Ih!" Yumi yang sedang malu semakin dibuat malu oleh Imas yang membuka aibnya.
Genta tertawa. Tawanya sangat enak di dengar, bahkan penyanyi sekelah Ed Sharren saja kalah bagus dengan tawa Genta. Apalagi jika laki-laki itu menyanyi? Pasti sangat-sangat amat sangat bagus. Besok-besok, Yumi akan meminta Genta menyanyikan lagu cinta untuknya.
Hihihi ... pasti romantis abis!
"Ya sudah Mbak, biar sekalian saya panggang. Sudah dibersihkan, kan?"
"Sudah," angguk Imas. "Kalau gitu Mbak siapin piring sama yang lainnya." teringat sesuatu, Imas bertanya. "Mas Diman ke mana ya, Gen?"
"Oh, mas Diman di samping, Mbak. Katanya mau lihat burung."
"Dasar ya, bukannya bantuin malah main sama burung. Ya sudah, Mbak nyusul mas Diman dulu." lalu Imas pergi ke arah samping rumah Genta. Yang memang khusus untuk burung-burung kesayangannya.
Yumi yang berdiri dari tadi menggeser langkahnya seperti kepiting untuk mendekati Genta.
Walau sedang berhadapan dengan arang dan asap, tubuh Genta tetap wangi dengan parfum mahalnya. Keringat yang mengalir di dahi pria itu, rasanya Yumi ingin sekali mengelapnya dengan penuh cinta.
"Apa Yumi? Nanti kamu kena asap kalau dekat-dekat begitu." Genta menjauhkan tubuh Yumi dengan mendorong bahu gadis itu menggunakan kipas.
"Om Gege cocok banget tau gak?" Yumi tersenyum malu-malu.
"Cocok? Cocok apa Yumi?"
"Cocok jadi suami Yumi."
Hampir saja Genta mengipasi ubun-ubun Yumi. Gadis ini benar-benar tidak ada sungkan-sungkannya dengan dirinya. Padahal jarak umur mereka terpaut sangat jauh.
Tidak mendapat respon, Yumi menarik apron Genta, agar laki-laki itu melihatnya.
"Apa Yumi ...?"
"Om Gege cocok jadi calon suami Yumi." ulang Yumi
Gaya itu, Genta memang tidak bisa menang. Yumi yang menunjukan puppy eyesnya sungguh sangat imut.
"Yumi, kamu ini ..." Genta tidak melanjutkan ucapannya saat lemak yang ada pada daging jatuh dan membuat api membesar.
"Om Gege! Kebakaran Om! Ambil air! Ambil air!" heboh Yumi, yang sudah berlari ke arah keran dan mengambil air cukup banyak.
Byur!
"Yu-Yumi ...."
Genta tidak bisa berkata apa-apa lagi. Saat daging dan beberapa seafood telah basah beserta arang yang mati.
"Nah! Akhirnya rumah calon suami Yumi nggak kebakaran!" Yumi bertepuk tangan merasa bangga atas kegesitannya mengatasi suatu kebakaran.
"Dagingnya ..." lirih Genta yang mengipasi wajahnya kerena asap.
"Semuanya sudah siap, daging sama ... lho!" Imas terkejut melihat pemanggang yang basah dan Yumi yang memegang ember sedang menyengir lebar.
"Yumi!!!"
Pada akhirnya, dengan sisa kesabaran yang semakin tipis, Imas memasak daging yang tadinya akan dibakar itu. Percuma saja jika dilanjutkan membakar, rasanya pasti sudah tidak karuan. Sambil sesekali mengomeli Yumi, Imas menyuruh anak gadisnya itu membantunya di dapur.
Yumi yang tidak biasa di dapur, menangis saat mengiris bawang merah dan tambah menangis saat tidak sengaja mengucak matanya.
"Kamu ini ya, sudah diundang malah bikin kacau." omel Imas.
"Yumi kira, huhuhu ... Yumi kira tadi kebaran." isak Yumi.
"Kebakaran, kebakaran matamu."
Yumi masih menangis, mami jika disahuti akan terus mengomel. Bahkan bisa berlanjut sampai besok hari.
"Sudah Mbak, kasiah Yumi. Biar saya saja yang bantu." Genta datang dan langsung menarik Yumi.
"Om Gege ... mata Yumi pedih ..." rengek Yumi manja.
"Sana bilas, terus tempelin batu es." titah Genta yang langsung diangguki Yumi.
Gadis ceriwis itu langsung menuju kamar mandi. Dari dalam, Yumi terdengar seperti sedang mandi alih-alih membilas matanya.
"Gen," Imas melirik Genta tidak enak hati.
"Nggak apa-apa, Mbak."
"Kamu ini," geleng Imas. "Kamu kapan lepas status, Gen? Mbak saja sudah punya anak gadis lho. Ya, walaupun Yumi kayak anak ayam, gak mau diam sama sekali."
Ucapan akhir Imas membuatnya tertawa. Sambil mengiris bawang, Genta menjawab santai.
"Belum nemu yang cocok, Mbak, masih nyaman sendiri."
Imas menerima telenan yang diberikan Genta. Memasukan irisan bawang untuk digoreng.
"Kalau nggak keluar dari zona nyaman mu, bisa sampai tua kamu melajang, Gen. Umur kita cuma beda dua tahun. Kamu nggak kepengin punya anak istri? Ada yang ngurusin, pulang kerja ada hiburan anak sama istri, tidur ada yang nemenin. Kamu nggak pengin kayak gitu?"
"Maulah Mbak, cuma belum sekarang." Genta mencuci tangannya. "Kalau tidur sih, gulingku ada lima di kamar." lanjutnya sambil tertawa pelan.
Imas mendelik. "Kamu ini, ada-ada saja."
Dibantu dengan Genta, Imas memasak banyak menu sampai selesai. Pagi menjelang siang itu dihabiskan keluarga Yumi di rumah Genta. Mereka sudah seperti keluarga satu sama lain.
Sebenarnya, hanya untuk mencuci beberapa piring dan alat lainnya bekas makan tadi bukanlah hal sulit bagi Genta. Dia biasa mengerjakan semua itu sendiri, malah akan lebih cepat selesai jika dia mengerjakannya tanpa bantuan siapa pun.
Namun, Yumi yang ngotot ingin membantu Genta, menetap di rumah laki-laki itu. Kedua orangtuanya sudah pulang sekitar lima belas menit yang lalu.
"Gen, tulis saja ya, apa yang dipecahkan Yumi. Nanti Mbak ganti."
Begitulah pesan yang diucapkan Imas sebelum pulang. Wanita itu tahu, putrinya bisa menjadi mesin penghancur barang jika tidak ada yang mengawasi.
"Om Gege, busanya banyak ya," tangan ramping Yumi memainkan busa sabun pencuci piring.
"Yumi, jangan dimainin. Nanti kerjaan kita nggak selesai-selesai." dengan paksa Genta membilas tangan Yumi.
Waktu yang harusnya hanya limat menit untuk mencuci piring, molor menjadi dua puluh menit. Itu pun baru dua piring dan satu gelas yang dicuci. Genta sama sekali dilarang Yumi untuk membantunya. Katanya ini salah satu usahanya belajar menjadi istri yang baik untuk Genta.
Deg! Deg! Deg!
Dada Yumi seperti mau meletus, sesuatu yang berdetak di dalam sana sangat kuat dan sedikit membuat napasnya sesak.
Bagaimana tidak sesak? Jika Yumi menahan napasnya hampir satu menit lebih ketika Genta memegang tangannya untuk membasuh sabun. Tubuh mereka bahkan menempel, walau hanya lengan dan lengan saja. Anggap saja ini pelukan secara tidak langsung, siapa tahu besok akan terwujud.
"Om, kayaknya Yumi kena serangan jantung deh?" gumam Yumi. "Ini, coba om Rasain."
"Astaga Yumi!"
Buru-buru Genta menarik tanannya. Untung saja baru akan mendarat. Kalau sampai mendarat, bisa-bisa tangan Genta tidak bisa lepas dari sana.
"Kenapa Om? Yumi cuma mau om Gege tau detak jantung Yumi yang kayak mau meledak setiap dekat sama om Gege."
Wajah Yumi sangat polos saat berbicara. Tidak merasa risih dengan apa yang telah ia lakukan tadi.
🚑
Mau bilang Yumi mirip anak monyet tapi gak tega. Yumi kan imut dan menggemaskan kayak anak ayam yang warna warni itu😂😂😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top