Bab 8

Lalu lalang jalanan di kala senja di ibu kota tergambar jelas dari dalam sebuah cafe unik dengan dinding kaca di salah satu sisinya. Meja bar panjang menempel rapih disana dengan dua pasang kursi di setiap ujungnya. Tanaman dengan vas dari sabut kelapa menggantung dia atas meja, sangat cantik dan segar.

Dinding dari batu bata membuat kesan kuno nan aestetik cafe ini. Lampu betbentuk bola menjuntai dari langit-langit, menambah suasana remang yang romantis. Di sana juga tersedia meja kurai untuk empat orang maupun kelompok dalam jumlah yang banyak. Cafe yang cocok untuk tempat nongkrong para mahasiswa untuk mengerjakan tugas maupun tempat menghabiskan waktu untuk pasangan.

Andira sedang duduk di salah satu kursi bar di cafe itu bersama Hans pacarnya. Hari-hari dipenuhi teror tidak membuatnya melupakan hari dimana dia bisa berduaan bersama sang pujaan hati. Meski memang tidak setiap minggu mereka bisa melakukannya. Hanya di waktu-waktu tertentu saat tugas dan kewajiban masing-masing bisa menunggu.

"Sudah lama ya kita ga ke sini," ujar Andira sambil menyeruput milkshake di depannya. Cafe yang memberi sejuta kenangan manis untuk sepasang sejoli ini juga kenangan tentang Rania.

"Terakhir tiga bulan lalu kan?" Hans nampak mengingat-ingat kapan terakhir mereka menghabiskan waktu bersama. Hans dan Andira dekat sudah lama namun mereka baru jadian tiga minggu terakhir ini.

"Masih inget dengan arwah mantan pacar lo?" ledek Andira, senyum puas tersungging di bibir vlogger itu membuat mata Hans tak bisa menghentikan pandangannya.

Mereka pertama berjumpa di sini, bukan cerita romantis karena mereka berjumpa saat Hans menangani kasus tabrak lari di depan cafe ini. Andira yang lagi gabut sedang melamun dan tanpa sengaja ada arwah yang menyita perhatiannya arwah seorang perempuan yang menempel di punggung lelaki ini. Yah, arwah mantan pacar Hans yang belum bisa move on dengan ketampanannya, eh maksudnya dengan hatinya.

Andira membutuhkan waktu cukup lama memisahkan kedua orang itu, meskipun Andira sendiri merasa tidak enak hati memisahkan dua orang yang masih sama-sama memendam cinta. Akan tetapi cinta beda dunia itu tidak baik bagi yang masih hidup. Energi mereka akan menjadi negatif dan kemungkinan mendapat kesialan sangat besar. Jika tidak berhati-hati nyawa bisa menjadi taruhannya.

"Udah deh ga usah bahas yang udah berlalu, gue kan udah move on ke elo." Hans mencubit pipi Andira gemas hingga pipi kanan gadis itu memerah.

"Loh kalian di sini?" kata Joshua mengagetkan sepasang kekasih itu. Perubahan ekspresi Hiro nampak jelas sekali, namun Andira mencoba menenangkannya.

"Hai Jo, kok bisa ketemu di sini. Ada acara apa lu?" balas Andira mencairkan suasana.

"Gue habis ketemuan sama temen lama, yah anggep aja reuni kecil-kecilan. Karena temen gue mendadak ada urusan gue ditinggalin deh di sini sendirian."

Ekspresi Joshua nampak sekali kecewa dengan perlakuan temannya itu. Padahal sebenarnya tidak ada yang namanya teman dan reuni. Dia sengaja mengikuti Andira dari jalan depan rumah Andira. Sore tadi sebenarnya dia hendak mengajak gadis cantik itu pergi, namun Hans sudah menjemputnya duluan.

"Eh, boleh gabung ga? Males banget nih kalau sendirian. Boleh ya, boleh." Belum sempat Andira menjawab, lelaki itu sudah mengambil satu lagi kursi bar dan duduk tepat disamping kiri Andira. Sehingga posisinya menjadi Joshua, Andira, dan Hans.

"Hei, lo ga bisa main gabung gitu aja dong, kita kan belum ngizinin," gerutu Hans. Nadanya sedikit tinggi. Perasaan laki-laki itu memang sensitif dengan Joshua. Sudah sejak lama dia tidak menyukainya. Karena dia tahu pasti Joshua menaruh hati pada sang pacar.

"Ih over protective banget sih lo. Ti ati ntar lo ditinggalin gara-gara sikap berlebihan lo itu." Joshua memang sengaja merecoki hubungan keduanya. Benar sekali tebakan Hans, Joshua memang selama ini mencintai Andira.

"Stop! Kalau kalian berdua ribut mulu, gue cabut ini. Males banget dengerin obrolan kucing dan tikus kalian itu," keluh Andira.

Suasana makan menjadi canggung. Jo terus berbicara kesana kemari. Dia sama sekali tidak memberi kesempatan Hans untukenyela. Lelaki itu hanya diam dan menyembunyikan kekesalannya. Untung saja kekasihnya selalu menggandeng tangannya sehingga emosinya bisa terkontrol.

Jujur Andira sendiri sebenarnya ingin mengusir Joshua tapi dia tidak enak hati. Dia tidak ingin dibilang teman yang tidak sopan. Toh Joshua juga tidak melakukan hal buruk sementara ini.

KLING KLING

Tiba-tiba Joshua mendapat pesan yang membuat wajahnya menjadi pucat pasi. Entah pesan dari siapa, namun yang pasti pesan itu sangat penting. Hingga lelaki yang sedari tadi selalu menyunggingkan senyum itu mengerucutkan mulutnya. Pandangan matanya juga mengeras.

"Maaf sebentar, gue harus menelepon dulu," pamit Joshua.

Seketika itu atmosfer yang menyesaakkan dada Andira menghilang.

"Cih, ngapain sih tuh cecunguk satu ga mati aja. Tenggelem kek di dasar pasifik, ato jadi es di kutub selatan juga ga buruk juga," ujar Hans kesal.

"Hahahaha, lo lucu banget deh kalo pas cemburu." Tawa gadis itu membuat Hans semakin kesal.

"Siapa yang cemburu?"

"Situ lah."

"Gue gak."

"Lah masa gue cemburu sama lo. Kan lo ga belok."

Suasana nyaman yang sedari tadi Hans tunggu, dia dapatkan setelah Joshua pergi dari tempat itu.

"Habis ini cabut yuk, gue males kalo harus dengerin ocehannya lagi," pinta Hans memelas. Akan tetapi Andira menolak, karena dia masih ingin mendengar suara band kesukaannya menyanyi.

Tampak kekecewaan terbesit dari wajah tampan Hans. Lima menit kemudian orang yang mereka bicarakan kembali. Wajahnya terlihat tidak baik. Andira sedikit khawatir, dia menanyakan apa yang terjadi padanya, dan apa dia baik-baik saja, tapi Joshua menepisnya.

Tidak biasanta dia segera berpamitan dengan Hans dan Andira. Lelaki itu beralasan mendadak tidak enak badan dan ingin segera beristirahat.

"Yes, pergi sono yang jauh, jangan kembali-kembali lagi."

KLING KLING

Sebuah pesan dari nomor tak dikenal menarik perhatian Andira.

'Jangan mau dibodohi, lo harus buka mata. Temukan bukti dan tangkap pembunuhnya.' Begitulah isi pesannya.

"Pembunuh? Emang pembunuh siapa? Lo nyembunyiin apa dari gue? Jangan ngelakuin hal yang membahayakan?" todong sang pacar.

"Gue juga ga ngerti maksud pesan ini." Andira nampak memutar otaknya, kembali mengingat pembunuh yang dimaksud pesan itu.

"Apa pembunuh Farid? Tapi mana mungkin," gumaman sang pacar membuat Hans semakin penasaran.

Atas paksaan dari Hans, akhirnya Andira menceritakan semua tentang Farid lalu semua spekulasinya. Gadis itu sendiri memang akhir-akhir ini menerima banyak pesan yang tidak jelas siapa pengirimnya. Teman-temannya yang lain pun juga demikian.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top