Bab 19
Flashback saat penemuan jenazah Farid.
Pov Joshua
"Gila, sumpah Andira bener-bener nemuin jasad. Gue emang mendukung pencarian ini, tapi gue ga seratus persen percaya bahwa ada arwah yang bisa nunjukin tempat kematiannya seperti ini. Pencapaian yang wow menurut gue," gerutuku di TKP.
Di depan sana polisi sedang sibuk membongkar tas berwarna biru dongker yang beberapa rodanya telah hilang. Mereka tampak kesulitan membuka benda itu, dengan sedikit paksaan akhirnya sebuah tangan menjembul keluar disertai bau busuk yang teramat sangat.
Rekan-rekanku saja sampai pergi menjauh karena tidak tahan dengan baunya. Tadi aku juga sudah sempat memotret benda itu. Siapa tau akan berguna suatu saat nanti.
KRINCING
Suara lonceng samar menyita perhatianku. Sebuah gantungan kunci berbentuk kelinci dengan lonceng kecil di bawahnya terlihat menggelinding jatuh. Setelah ku amati, aku seperti pernah melihat gantungan kunci itu. Tapi entah di mana.
"Oh, gue inget." Ponsel yang sedari tadi di genggamanku langsung aku scrol jauh ke bawah. Melihat kembali foto-foto yang aku ambil satu bulanan yang lalu.
Ya, foto itu masih di sana. Nampak tetanggaku sedang menggandeng seorang anak lelaki. Di tangan kirinya dia membawa sebuah koper dengan warna dan gantungan kunci yang sama dengan yang aku lihat sekarang.
"Hei Jo, ngapain lo bengong di sana?" tegur Arka membuyarkan lamunanku.
"Sorry, Bro. Gimana gimana?" dengan mantap kulangkahkan kakiku menuju ke bawah pohon tidak jauh dari tenpatku berdiri. Di sana sudah berjajar rekan satu kerjaanku. Andira duduk dibangku tengah sementara yang lainnya berdiri dengan tatapan tak percaya.
"Kita diminta memberikan keterangan di kantor polisi sekarang," kata Ben. Wajah lelaki itu sedikit pucat.
Terlihat sekali dia masih syok dengan kondisi jenazah yang mengenaskan. Sementara aku masih berkutat dengan foto dan benda-benda yang sama yang ada di hadapanku sekarang.
"Yang benar saja, masa pembunuhnya tetanggaku sendiri?" gerutuku tidak habis pikir.
Aku tidak mau gegabah menyampaikan semua pemikiranku ini. Karena tidak ada bukti nyata, yang ada hanya reka memoriku sendiri. Aku juga masih tidak menyangka bagaimana bisa orang itu tega melakukan pembunuhan dan membuang mayat korbannya di dalam koper seperti ini.
Rasa penasaran yang besar membuatku diam-diam mengambil foto dokumen polisi yang berisi identitas korban saat polisi memintai keterangan. Dari dokumen polisi itu aku mengetahui nama serta alamat rumah korban.
***
Saat libur, aku pergi mendatangi rumah Farid di Cirebon. Tiga jam sudah aku habiskan di jalan. Untung saja rumah Farid sangat mudah ditemukan sehingga aku tidak banyak membuang waktu bertanya kesana kemari.
"Permisi," sapaku di depan pintu kayu di sebuah desa di Cirebon.
"Ya, sebentar," suara wanita paruh baya menguar dari dalam rumah. Tak berapa lama terlihat seorang ibu dengan jilbab berwarna putih membukakan pintu untukku.
"Siapa ya?" tanya wanita itu bingung.
"Perkenalkan saya Joshua dari Jakarta. Apa benar ini rumah almarhum Farid yang seminggu lalu jasadnya di temukan di Bogor?"
"Benar. Mari masuk dulu, Nak." wanita itu kemudian mengantarku ke kursi tamu. Kursi kayu yang nampak sudah berusia sangat tua. Jika di duduki terdengar derit yang membuat telinga kurang nyaman.
"Nak Jo ini siapanya Farid ya?"
"Saya adalah salah satu kru yang kemarin tidak sengaja menemukan jasad anak ibu."
"Oh, dari channel Misteri itu ya? Ada perlu apa, Nak?" ujar wanita bernama Dewi itu ramah. Meski sebenarnya aku tahu dia sangat tidak nyaman dengan kedatanganku ini.
"Mohon maaf sebelumnya kalau kedatangan saya dirasa lancang. Saya hanya ingin mengetahui sedikit banyak tentang anak ibu. Pendidikannya, tinggalnya, orang-orang yang dekat dengannya selama ini. Apa boleh, Bu?" Aku berusaha merangkai kata sesopan mungkin karena aku sendiri tahu benar ini bukanlah perkara yang mudah dijawab.
Nampak ibu tua itu menghela nafas panjang, ada sedikit tetesan air mata jatuh dari mata kirinya.
"Farid itu anak yang rajin dan polos. Dia anak yang sangat ceria. Dia sangat rajin untuk ukuran anak seusianya. Dia tidak pernah mengeluh selama ini. Jadi ibu tidak khawatir dengan dirinya."
"Farid tinggalnya sehari-hari dengan siapa, Bu? ikut Babysitter atau saudara?"
"Saya memamg mempekerjakan satu ART merangkap pengasuh, namun Farid biasanya main ke luar. Lebih sering main ke rumah Om Rehan."
"Apa Fatid tidak memiliki teman?"
"Bukan Nak, bukan karena susah bergaul makanya dia tidak bermain dengan anak sebayanya tapi memang di komplek ini tidak banyak anak yang seusia Farid. Dan karena om Rehan memang tinggal sendiri dan dia suka anak-anak makanya banyak anak yang suka berkunjung ke rumahnya."
"Baiklah bu terimakasih banyak atas penjelasannya."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top