Bab 16

"Hei, Yang. Sadar! Lo kenapa?" Hans memggoncang-goncangkan tubuh Andira sekuat tenaga sementara Bang Dio berlari menuju dapur mengambil air putih.

Mereka berdua baru saja datang dari dinas. Kebetulan mereka menangani kasus yang sama. Karena sudah jam makan siang bang Dio sengaja mengundang Hans untuk mampir. Dengan senang hati lelaki itu menerima tawaran calon kakak iparnya itu. Hitung-hitung dia bisa menemui Andira, pujaan hatinya. Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.

Begitu mereka membuka pintu terpampang pemandangan Andira yang memekik keras serta dia memegang dadanya begitu kencang. Raut kesakitan yang teramat disertai bulir keringat yang mengucur deras dari dahinya membuat Hans dan bang Dio mengambil langkah seribu mendekat ke arah Andira. Berusaha sekeras mungkin untuk menyadarkan gadis itu.

Sekali lihat kedua lelaki ini langsung tahu apa yang terjadi, tebakan mereka tepat Andira memang sedang berkomunikasi dengan Arwah.

"Sakit, sakit sekali." Andira tersadar, namun masih tetap memegang dadanya dengan erat seolah disana ada luka yang dalam dan parah. Padahal tidak ada satupun goresan di dada Andira. Deru nafas vlogger cantik itupun masih belum stabil.

"Mana yang sakit?" tanya Hans cemas.

Bukannya menjawab gadis itu langsung berlari ke kamar mandi. Memuntahkan apa yang ada di perutnya. Dadanya masih terasa sakit. Setelah merasa sedikit tenang dia kembali ke ruang tamu menemui bang Dio dan Hans.

"Sumpah sakit banget.  Untung lo nyadarin gue. Kalau ga gue pasti bakal tau gimana rasanya sakarotul maut," curhat Andira.

"Hush, kalau ngomong jangan sembarangan, Ra. Diamini malaikat baru tau rasa lo." Bang Dio datang dengan segelas air putih hangat.

"Abang tahu ga, tadi itu gue komunikasi sama Farid lagi, tapi gue bukan jadi orang asing. Gue jadi dia. Makanya gue kesakitan seperti itu karena dia ngegambarin detik-detik dia disiksa dan dihabisi orang."

"Terus lo tau wajah orang yang ngelakuin itu?" sambung Hans penasaran. Lelaki itu sudah duduk di samping kanan Andira.

"Sayangnya enggak. Dia pakai masker dan hoodi. Sama sekali tidak terlihat jelas mukanya. Hanya saja gue yakin dia setinggi Hans, dan rumahnya di sekitaran rumah Farid" jawab Andira lengkap.

"Lalu selain itu gambaran apa lagi yang lo dapet?" Karena penasaran Bang Dio memberanikan diri untuk mengorek informasi dari adiknya itu. Andirapun menceritakan detail apa yang dia alami.

"Mungkin kita bisa dapat petunjuk dari kamar itu," ujar Hans.

"Lo bener. Buat apa coba Bocah itu nunjukin kalau tidak penting," tambah bang Dio.

"Nah gue juga curiganya begitu. Tapi lokasinya entah ada di mana dan di rumah yang mana. Bagaimana kita bisa menemukannya?" Raut kecewa tergambar jelas di wajah Andira.

Bang Dio dan Hans hanya menghela nafas panjang. Membenarkan pemikiran Andira.

"Gue ga mau," kata gadis itu tiba-tiba. Hans dan Bang Dio seketika menoleh. Mereka bingung Andira sedang berbicata pada siapa.

"Baiklah asal jangan pas adegan tusuk menusuk. Njir sakit tahu." Terdengar beberapa umpatan keluar dari bibir manis Andira

Fashback Farid

Puzzle pertama.

Ruangan yang sangat luas berinterior klasik dan berdinding abu muda menjadi tempatnya mengerutkan kening. Farid, bocah berperawakan sedang dengan beberapa helai rambut berwarna merah terlihat duduk di meja kayu sambil memainkan bola.

Senyuman diwajahnya menandakan bahwa dia telah mengalami kejadian yang cukup membuatnya bahagia.

“Selamat siang, perkenalkan aku ini orang yang tinggal di depan. Ini ada oleh-oleh. Senang berkenalan dengan keluarga Anda." seorang lelaki memyodorkan sekotak kue. Sepertinya bocah ini memiliki tetangga baru.

"Terima kasih banyak telah mampir, kalau butuh apa-apa Anda bisa mengatakannya pada saya atau istri saya,” kata ayah Farid.

Farid kecil mengamati dari jauh percakapan kedua orang tuanya itu. Om asing itu juga sesekli tersenyum dan menyapa Farid ramah.

Puzzle kedua.

Farid menatap tajam ponsel hitamnya. Matanya tertuju pada game di ponsel itu. Samar terdengar ajakan dari suara yang tidak asing di telinga Andira. Yah suara orang yang sama dengan yang selama ini bersama Farid

Gambaran yang Andira dapatkan tidak hanya sampai di situ.

Puzzle ketiga.

Ia mendengar lelaki yang tinggal di depan rumahnya mengeluarkan motornya. Andira tidak bisa menebak siapa orang itu karena wajah si pria masih samar. Ia nampak mengenakan helm serta masker di wajahnya. Sekali lihat Andira yakin lelaki itu adalah lelaki yang sama dengan yang terlihat tadi.

"Jadi pelakunya tinggal di depan rumah Farid?" pikir Andiraa.

Gambaran langsung berpindah ke beberapa minggu lalu. Tampak lelaki itu  keluar bersama Farid kalau tidak salah ia juga membawa tas yang sama dengan koper tempat jasad Farid ditemukan.

"Tasnya sama. Jangan-jangan itu memang tas saat eksekusi," batin Andira.

Puzzle terakhir.

Faris sedang berada di cafe bersama seorang pria, lagi-lagi wajah pria itu tidak terlihat jelas. Bocah itu nampak sangat akrab dengannya. Mereka terlihat bersenda gurau dengan riangnya. Lelaki itu sedang memamerkan sebuah gelang. Di gelang itu tertulis inisial F.

Andira mengamati dengan seksama gelang itu dia penasaran dimana dia pernah melihat gelang seperti itu. Dia yakin dia tidak bisa menemukan gelang itu di sembarang tempat. Karena gelang seperti itu hanya bisa didapat jika kita memesanya.

"Oh gue tau. Gelang itu gue lihat saat lengan Farid tidak sengaja keluar dari tandu jenazah. Apakah bocah ingin aku mengira bahwa laki-laki ini lah yang membunuhnya?" pikir Andira.

"Gimana, Ra?" tanya Bang Dio saat Andira mulai terlihat kembali ke kesadarannya semula.

"Gue rasa orang yang membunuh Farid adalah orang yang sama dengan yang mencelakai Jo dan Ben," sambung gadis itu. Kedua lelaki di sampingnya nampak terkejut. Bagaimana mungkin kejadian itu ada di circle Andira. Kebetulan macam apa ini.

"Jangan-jangan pembunuhnya juga orang yang lo kenal," sambung Hans.

"Entahlah, gue ga yakin. Gue ga percaya orang di sekitar gue adalah pembunuh."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top