Bab 13

POV Arka

Gue baru pulang dari rumah Ben. Lelaki itu baru pertama kali ini bersikap seaneh ini. Yah, gue yakin semua ini karena teror Anonim itu. Gue yakin dia kali ini sedang menteror Ben. Malangnya Ben, gue harus melakukan sesuatu. Gue ga mau ada lagi yang celaka.

"Hallo, Leo lo ada kenalan hacker atau ahli IT yang hebat ga?" tanyaku saat orang di seberang sana mengangkat panggilan.

"Ada, gue anter. Kapan lo ada waktu? Tapi jangan sekarang gue hari ini lembur," jawab Leo.

Yah, mungkin dengan mencari hacker  gue bisa mencegah hal buruk terjadi lagi, siapa tau dia juga bisa memecahka kasus pembegalan Joshua dan Ben.

***

"Bagaimana kemarin survey lokasinya?" tanya Joshua penasaran.

"Lo yakin lo udah baikan?"

"Yah tentu saja, meski beberapa luka butuh waktu penyembuhan tapi sudah tidak apa-apa kok."

Terror Anonim juga sosok Farid juga masih tetap berlanjut, benda-benda bergerak sendiri, penampakan wanita menyeramkan masih kerap Andira dan kawan-kawan terima. Ben pun masih tetap dihantui rasa bersalah meski dia sudah menemui beberapa psikiater kondang yang dia tau. Semua tidak ada hasilnya, sosok masih sering melayang di depan lelaki berkacamata itu.

"Lokasinya keren parah. Gue yakin pasti penelusuran nanti juga akan meledak," ujar Joshua berbinar. Dia terlihat sangat bersemangat dibandingkan rekannya yang lain saat melihat foto-foto yang ditunjukkan Andira.

Kali ini mereka tidak pergi berempat namun ada beberapa kru baru yang mereka rekrut. Kecelakaan yang menimpa Joshua membuat kerja mereka berantakan. Mereka membutuhkan orang baru yang bekerja tanpa beban.

Kru baru Andira terdiri dari tiga laki-laki dan seorang perempuan. Masing-masing memiliki tugas sendiri-sendiri mulai dari lightning, kameramen dua selain Ben, perlengkapan dan data membantuku.

"Emang kita mau kemana?" tanya Ben.

"Ke rumah Belanda di daerah Banten."

Andira dengan bangga menjelaskan lokasi konten penelusuran mereka berikutnya. Rumah peninggalan belanda kali ini letaknya sedikit masuk jauh ke dalam hutan. Benar, tempat syuting vlogger itu memang sedikit extrim dan menantang fisik. Karena itu jugalah mereka butuh lebih banyak orang untuk membantu. Memang pilihan yang tepat untuk merekrut bala bantuan baru saat ini.

Rencana pengambilan gambar adalah malam nanti. Segala keperluan sudah dimasukkan ke dalam mobil. Doa sudah mereka panjatkan, kemantapan hati untuk melakukan syuting kali ini lah yang terpenting. Fisik yang prima serta kekompakan tiap kru sangat ditekankan.

Mereka diharuskan menempuh jarak yang jauh dan medan yang curam untuk sampai di lokasi tersebut. Perjalanan dari Jakarta memerlukan waktu kurang lebih tiga jam melalui tol. Sementara dari jalan raya ke rumah tua memerlukan waktu tiga puluh menit mengarah ke hutan.

Pemandangan yang luar biasa indah menyambut mereka di sana. Rimbunnya hutan belantara juga megahnya rumah Belanda itu menambah kesan mistis tersendiri.

Rumah itu terdiri dari tiga lantai dan satu basement. Ruang bawah tanah berisi peralatan berkebun dan bengkel yang sudah usang. Lantai satu terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga dan dapur.

Lantai dua dan tida berisi kamar utama, kamar tamu,  kamar anak dan gudang. Di ruangan-ruangan itu hampir sama, hanya ruang kosong dengan beberapa benda yang sudah tidak layak pakai. Di dapur ada beberapa peralatan dapur berserakan, meja dan kursi yang sudah tak lengkap lagi kaki-kakinya.

"Waa, besar sekali rumah ini," ujar Arka. Hawa aneh merasuk ke tubuh lelaki itu. Dia mendadak merasakan dingin yang sangat di sekujur tubuhnya. Andira yang melihat keanehan pada temannya itu memintanya beristirahat di luar ditemani satu kru perempuan yang baru dia rekrut.

"Lebih baik lo di luar aja. Sepertinya penghuni di sini kurang menyukai kedatangan lo. Entah apa yang membuat mereka marah."

"Deg." Kata-kata Andira itu membuatku teringat perbuatan yang dia lakukan sebelumnya. Dia meminta seorang paranormal untuk memberikannya benda yang bisa melindunginya. Mungkin benda itulah yang membuat penghuni di sini tidak menyukai kedatangan kami. Seolah dia mau menantang dengan membawa jimat yang bukan berasal dari daerah sini.

"Baiklah, Dir." Dengan berat hati aku berjalan keluar. Berat hati bukan karena aku tidak diikut sertakan dalam konten namun berat dalam artian sebenarnya. Entah, ada aura seperti menekan. Aku merasa dada begitu sesak dan berat.

Jam menunjukkan pukul tiga sore. Kumandang adzan mendampingi penelusuran mereka. Sesampainya di lokasi mereka memang langsung memulai berkeliling menyurvey tiap ruangan dan memasang beberapa penerangan. Persiapan yang matang menyambut gelapnya malam nanti.

"Gue sama anak-anak akan mengurus bagian lightning ya, lo sama Ben bagian kamera."

Roy dengan sigap mengambil beberapa lampu dan kabel. Dia beserta tiga orang lainnya berpencar memasang penerangan di titik-titik tertentu yang sudah mereka tentukan sebelumnya.

"Baiklah, ayo, Ben." Andira bergegas dengan tas kamera di bahunya.

"Ah, iya. Maaf gimana gimana?" tanya Ben tergagap. Dia sedari tadi memang terlihat melamun dan sibuk dengan pikirannya sendiri.

Entah mengapa Ben sejak tadi bertingkah sangat aneh, dia selalu melakukan kesalahan, mulai dari salah memakai kaus kaki, salah mengambil kunci mobil, hingga salag memasukkan peralatan. Dia tadi memasukkan belanjaan milik Andira, padahal yang seharusnya dia masukkan adalah tas lampu dan kabel penerangan.

"Lo ga papa Ben? Atau ada hal yang mau lo katakan?"

"Gak kok, gak ada."

"Baiklah kalau begitu. Ayo bantu gue pasang kamera."

Dua jam mereka sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Langit mulai meninggalkan cahayanya menyongsong kegelapan tanpa penerangan sedikitpun.

"Aduh," teriak Ben. Kakinya tanpa sengaja terkantuk papan kayu. Darah sedikit mengucur dari ibu jarinya. Seketika semua aktifitas terhenti, mereka mulai membantu mengurus luka Ben. Untung tidak dalam sehingga hanya perlu diberi antiseptik dan dibalut perban sudah cukup untuk menghilangkan rasa sakitnya.

Andira meminta Ben istirahat, namun Ben nampak berfikir keras. Sebenarnya Andira tahu Ben pasti ingin mengatakan sesuatu padanya tapi entah kenapa lelaki berkaus abu-abu itu masih saja enggan melakukannya.

Kru baru menemani Andira mengecek lokasi dan perlengkapan. Setelah pengecekan clear, mereka beristirahat sejenak. Waktu menunjukkan pukul 11 malam. Waktunya mereka untuk memulai pengambilan gambar

"Udah siap guys?" Dengan setelan hitam Andira berdiri berjajar denga

Ben mengambil gambar Andira, sementara aku menunggu di mobil karena tidak enak badan. Ben tetap pada posisinya meskipun kakinya terluka dia tetap bekerja secara profesional.

"Lo bisa Ben?" tanya Andira cemas.

"Gue bisa kok. Yuk mulai."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top