Bab 11

"Dir, masih idup kan lo. Mandi aja lama banget,cepetan dikit dong. Gue telat ni," omel bang Dio.

Dia sudah bersiap dengan handuk putihnya tepat di depan pintu kamar mandi. Polisi tampan itu hanya mengenakan kaus tanpa lengan dan celana kolor selutut. Sekilas orang tidak akan percaya jika pekerjaannya menangani mayat dan kasus pembunuhan super keji. Orang pasti lebih percaya jika dikatakan dia berprofesi sebagai model.

"Ih, bang Dio apaan sih. Mandi itu ritual wajib untuk menenangkan pikiran." Andira nampak keluar dengan santainya mengenakan stelan babydoll pink, semerbak harum sabun menyeruak ke seluruh ruangan.

"Bodo amat, gue telat ya telat." Suara bantingan pintu terdengar disertai umpatan sang kakak. Andira hanya terkikik geli mendengarnya.

Karena di studio tidak bisa dipakai. Sebenarnya studio Andira masih bisa digunakan untuk aktifitas. Akan tetapi kejadian mengerikan itu juga banyaknya polisi dan wartawan membuat tim channel misteri Andira memutuskan untuk sementara seluruh aktivitas baik rapat, mencari data, dan editing dilakukan di rumah masing-masing secara sederhana. Mereka tidak mau ambil resiko jika penjahat itu kembali.

Sambil menunggu sang kakak selesai mandi gadis itu meracik beberapa bahan untuk disulapnya menjadi sesuatu yang layak konsumsi.

"Yah, ga ada apa-apa di sini," keluh Andira. Dia sudah membuka hampir semua tempat stok makanan di rumahnya tapi semuanya kosong. Yang tersisa hanya telur, nasi, kecap dan beberapa bumbu.

"Buat Omurice aja lah. Setelah itu nanti siang pergi ke supermarket deh buat nyetok ulang bahan makanan." Dengan lihai gadis itu mulai menyalakan kompor, memanaskan teflon dan mencapur bumbu, dan nasi. Setelah dirasa cukup enak Andira membungkusnya dengan telur. Dengan hiasan saus di atasnya membuat omurice buatan Andira tidak kalah dengan makanan reatoran bintang lima.

"Wah, baunya enak."

"Ayo sarapan, Bang. Tapi seadanya karena semua bahan sudah habis."

"Ini sudah lebih dari cukup, Dir." Lelaki itu bergegas duduk dan mulai menyantap masakan adiknya. Dia kagum dengan tangan gadis ini, bisa-bisanya rasanya mirip masakan mama mereka dahulu. Rasa yang membuat rindu.

"Gue kangen bisa sarapan bareng-bareng lagi, Bang. Mama dan Papa gimana ya di sana," kata Andira membuat bang Dio tersedak.

"Mereka baik-baik saja dong. Inget Dir orang baik itu pasti akan mendapat tempat yang baik pula saat berpulang. Gue yakin sekali mama dan papa salah satunya. Kita doakan saja mereka terus ya. Agar tempatnya semakin baik dan semakin baik lagi," jawab Bang Dio ramah. Orang tua mereka memang sudah tidak ada di dunia ini lagi akibat kecelakaan satu tahun yang lalu.

"Bang Dio bener."

"Ya Tuhan. Udah jam segini. Gue cabut dulu ya, Dir. Gue sepertinya bakal pulang malam hati-hati jaga rumah ya. Jangan keluyuran ga jelas. Paham!" titah bang Dio.

"Siap, Pak."

Setelah ditinggal pergi sang kakak. Andira teringat ponsel yang dia temukan kemarin. Dia belum sempat membukanya. Karena terburu-buru dia hanya sempat memasukkan pnsel itu ke dalam ranselnya. Dengan susah payah dia berhasil mengambil ponsel itu dari tumpukan struk belanja, struk atm, dan barang tak berguna lainnya.

Andira mencoba membuka ponsel itu namun dikunci. Dia mencoba memasukkan satu persatu nomor yang mungkin Joshua pilih sebagai kata kunci ponselnya. Tanggal lahirnyalah yang menjadi kode pasword pilihan lelaki itu. Dengan mudah Andira berhasil memecahkannya, dia mulai memeriksa satu per satu pesan di ponsel Joshua, mulai dari email, fb, ig, tele, wa, list panggilan, dan perpesanan.

Fakta mengejutkan membuat Andira geleng-geleng kepala, ternyata Joshua mengetahui siapa dalang dibalik teror anonim yang dia juga seluruh rekannya terima selama ini. Meski marah namun dia tetap mencoba membuka pesan-pesannya yang lain. Siapa tahu ada petunjuk.

Sebelum ditemukan kritis Joshua ternyata juga mendapat pesan dari orang tidak dikenal, pesan itu meminta lelaki itu menemuinya. Andira curiga ada yang tidak beres dengan Joshua dan orang itu. Andira lalu mengecek semua pesan dari nomor tidak dikenal itu.

Kebenaran lain membuat Andira tidak percaya, jika Joshua lah yang selama ini memeras pemilik nomor tanpa nama itu.

"Lo ada masalah apa sih Jo? Kok lo bisa main peras orang sembarangan seperti ini," gumam Andira.

KLING KLING

Sebuah pesan masuk ke ponsel Joshua. Dengan sigap Andira membaca pesan yang ternyata pesan tagihan hutang. Gadis ith semakin tidak habis pikir dengan nominal yang tertera di sana. Joshua bisa terlilit hutang sebanyak ini, bagaimana bisa? Begitulah pikirnya.

"Mungkinkah karena ini dia melakukan semua teror itu? karena dia sedang butuh uang." Nominal nya dangat besar, hingga bunganya pun tidak bisa dibayar dengan gaji bulanan konten ini.

Tiba-tiba Andira seperti melayang. Ada sesuatu yang mencoba berkomunikasi dengannya. Gambaran aneh mulai bermunculan dikepalanya. Visualisasi kejadian juga terlihat nyata didepan mata gadis indigo itu.

Tambak Joshua sedang duduk bersama seorang pria. Pria yang belum pernah Andira lihat selama ini, mungkin teman lama Joshua. Mereka tampak mengobrol hangat, si pria tampak sedang menjelaskan suatu produk. Mungkin produk investasi atau properti. Dia sangat piawai dalam berbicara hingga Joshua tergoda bujuk rayunya.

Gambaran berikutnya nampak Joshua menandatangani sesuatu dan telah mentransfer dana dalam jumlah yang cukup besar. Masih terlihat normal, Joshua nampak senang dan bangga.

Gambaran berikutnya ada dua orang berbadan kekar datang ke rumah Joshua. Mereka mulai menghajar lelaki itu. Percakapan pendek Joshua dan dua lelaki asing itu membuat Andira tahu jika rekannya itu melakukan kesalahan dalam investasi dan memiliki banyak hutang. Mau tidak mau dia harus segera mendapat uang, meski harus dengan cara licik.

"Oh ternyata begitu," ujar Andira saat dia kembali ke raganya.

"Jadi lo memeras orang itu untuk ini. Malang banget sih nasib lo. Kenapa lo ga kasih tau gue. Gue bisa bantu meskipun sedikit." Andira menatap ke sudut kosong di depannya.

"Terimakasih Bocah sudah memberitahuku," ujar Andira. Arwah  masih dengan baju terakhirnya. Wajahnya sangat pucat dengan luka terbuka di seluruh tubuhnya.

Andira kembali mengecek pesan di ponsel Joshua. Pesan terakhir yang dia baca adalah Joshua mendesak pemilik nomor itu untuk segera menemuinya dan memberikan uangnya.

"Jangan-jangan dia yang mencelakai Joshua Yah, mungkin saja. Lebih baik aku beritahu yang lain," gumam Andira.

Gadis berpiama pink itu menceritakan temuannya kepada rekan-rekannya dalam grup WA.

"Gue curiga orang bernomor ini yang mencelakai Joshua," tulis Andira.

"Apa buktinya? Itu hanya pesan gak penting, Dir. Menurut gue Farid lebih berpotensi mencelakai Joshua," sanggah Arka.

"Menurut gue juga begitu." Ben menuliskan pendapat yang sama dengan Arka.

Reaksi mereka yang berbeda dengan dugaan, membuat Andira sedih. Mereka yang dia percaya tidak mempercayai kata-katanya. Mereka tetap menyalahkan arwah Farid dalam kasus Joshua.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top