Bab 1

Oktober 2022,
(3 bulan setelah Rania menghilang)

Semburat jingga mulai mewarnai langit, Andira dan ketiga rekannya, Ben, Arka, dan Joshua mulai mengemas beberapa barang kemudian memasukkannya ke bagasi mobil.

Joshua melajukan mobil menuju sebuah villa di Bogor. Jalan masuk menuju villa itu agak susah. Kalau dari arah Bogor, kira-kira 20 menit dari Gadog ada pom bensin di sebelah kiri, di situ ada belokan ke kanan, dari belokan itu sekitar 45 menit kemudian baru sampai lokasi.

Ketika pertama kalinya menginjakkan kaki di villa kamboja, mereka langsung melihat sekitar, merekam setiap sudutnya di memori kepala. Gerbang depan tinggi dan besar, memisahkan jalan umum dengan pekarangan bagian depan villa.

Halamannya sangat luas, hijau rerumputan yang tumbuh tak beraturan mendominasi pemandangan. Beberapa pohon besar tumbuh rindang di sekeliling bangunan besar yang berdiri di tengah-tengah lahan luas ini.

Villa besar berlantai dua, bentuk bangunanya model lama, sepertinya usianya juga sudah sangat tua, tapi masih terlihat kokoh berdiri, meskipun ada beberapa bagian yang sudah rusak. Langit-langit villa sudah tidak nampak utuh lagi, banyak lubang di sana sini.

Di sebelah kanan ada bangunan seperti bungalow yang bentuknya memanjang, beratap tanpa dinding sekeliling, sepertinya dulu diperuntukkan untuk kegiatan luar ruang.

Ketika sedang asik menjelajah pemandangan, tiba-tiba pintu besar bangunan utama terbuka, lalu muncul seorang bapak dari dalam.

"Neng Andira ya?" ucap Bapak itu sambil tersenyum.

"Iya Pak. Lalu, ini teman-teman saya, tiga laki-laki di belakang sana bernama Ben, Arka dan Joshua" Andira menjawab sumringah.

Dia dan rekan-rekannya kemudian menyalami orang yang bertanggung jawab penuh terhadap segala hal yang di lakulan di villa ini dengan sopan.

Seorang bapak betubuh tinggi kurus, berkaca mata, nyaris seluruh rambutnya tertutup uban, mengenakan kemeja lengan pendek, celana panjang hitam.

Setelah itu mereka berkenalan, bapak yang sangat ramah ini bernama Pak Alim, umurnya 79 tahun. Beliau adalah orang yang dituakan di desa tempat Vila Kamboja ini berada.

Bagi keempat orang ini meminta izin sebelum melakukan penelusuran adalah hal wajib, baik meminta izin pihak desa maupun penunggu yang tak kasat mata.

Bulan mulai menemani perjalanan mereka. Sebelum syuting dimulai Pak Alim mengajak Andira dan kawan-kawan berkeliling, dengan sabar beliau menjelaskan semua tentang villa ini dan segala isinya. Hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan di tempat ini.

Bangunan utama, villa dua lantai. Di lantai dasar ada ruang tengah besar, tiga kamar tidur, dua kamar mandi, ada dapur di belakang.

Lantai dua, ada tiga kamar tidur juga, dua kamar mandi, ruang santai keluarga, dan teras besar memanjang dari kiri ke kanan, teras ini menghadap pemandangan pegunungan puncak yang sangat indah. Secara garis besar, villa ini sangat bagus dan luas meski jika malam tiba kengerin mewarnai setiap sudut tempat ini.

Di belakang Villa, ada bangunan berukuran jauh lebih kecil dari bangunan utama, tapi gak terlalu kecil juga. Mungkin dahulunya dipakai untuk para penjaga villa.

Jam menunjukkan pukul 11 malam, Ben, Andira, Joshua, dan Arka sudah bersiap membuka vlog mereka. Ben memegang kamera dan Arka berdiri di samping Joshua, membantu lelaki itu membawa penerangan. Tepat sekali Andira sudah tepat dua bulan memulai konten misterinya ini. Meski subscriber belum banyak namun keempat orang ini berusaha keras mengembangkan vlog mereka.

Kali ini mereka hanya berempat tidak lagi ditemani oleh pak Alim, karena beliau harus menghadiri acara yang cukup penting. Sebelum pergi beliau berpesan untuk tidak berperilaku sombong dan harus tetap sopan di manapun berada.

"Wow, bisa masuk ke dalam ga sih?" kata Andira di depan sebuah kamar yang tertutup. Kamar ini satu-satunya kamar yang masih memiliki pintu utuh dan tertutup, pintu kamar yang lain sudah hilang entah kemana. Tapi pintu itu sama sekali tidak bisa dibuka.

"Arka ngerasain ga, yang ada di ruangan itu?" tanya gadis indigo itu pada salah satu rekannya.

"Tadi sempet ada sekelebat bayangan, dua orang bener ga sih? Seorang lelaku tua sepertinya, yang satu ga tau ga terlihat jelas," kata Arka.

Kemampuan yang dimiliki Arka tidak seperti Andira. Jika Andira bisa melihat, merasa, dan berkomunikasi dengan arwah sementara Arka hanya terkadang bisa melihat sekilas namun tidak jelas.

"Ya kamu benar, Ka," pinta Andira.

Saat itu Andira melihat arwah seorang lelaki yang wajahnya hancur sebagian dengan satu tangan memegang parang. Lelaki itu sudah berumur, kira-kira dia hidup sekitar tahun tujuh puluhan, terlihat dari baju yang ia kenakan.

Sebenarnya yang menyita perhatian Andira bukan arwah itu namun ada satu arwah lagi yang sejak mereka datang sudah memandang gadis berhoodi hitam itu dengan pandangan menusuk. Aura negatifnya juga sangat pekat. Berkali-kali Andira menghindari komunikasi dengannya.

"Udah, Ra," ujar Arka mengagetkan.

Lelaki itu menunjukkan hasil karyanya ke kamera. Arka menggambar seorang kakek dengan rambut acak-acakan, tangannya yang kanan tidak ada, dan di kepalanya terlihat sebuah lubang seperti bekas hantaman benda tumpul. Di sampingnya ada seorang nenek dengan baju terusan yang sudah terkoyak sebagian, rambutnya setengah dicepol. Di lehernya seperti ada bekas sabetan parang.

"Jadi ia tinggal di desa sebelah? Kerjaan dia itu mencari rumput di sekitar villa ini, dulu. Suatu hari ada perampokan, Ia menjadi korban saat itu," terang Andira.

Kaca di samping seperti dilempari batu. Kamera kemudian menyorot sekilas lalu beralih ke Joshua yang sedang menelusuri ruangan-ruangan yang lain.

"Lihat guys, berantakan semuanya. Aku akui dulu pasti ruangan ini sangat bagus, lihat sofa-sofa itu, ditinggalkan begitu saja. Sayang sekali ya," ujar Joshua di depan kamera.

Hantu lelaki tua itu adalah satu dari tiga hantu yang dapat berkomunikasi baik dengan Andira dan tim. Mereka menghabiskan waktu empat jam untuk menelusuri setiap jengkal villa itu sekaligus mengambil gambar yang bagus untuk konten.

Jam menunjukkan pukul tiga pagi. Tim merasa kelelahan, mereka memutuskan beristirahat sejenak di depan pintu masuk sebelum akhirnya berpamitan untuk pulang. Baru lima menit mereka duduk tiba-tiba Andira bertingkah aneh. Ben menyadari gelagat tak biasa dari Andira, dia mulai menyalakan kamera dan merekam seluruh tingkah Andira.

Andira terlihat seperti kesurupan, namun sebenarnya yang terjadi adalah ia sedang berkomunikasi dengan makhluk di sana. Kondisi tersebut bukan hilang kesadaran atau mengalami kesurupan.

"Kamu siapa?" tanya Joshua sambil memegang tubuh gadis itu.

"Tolong," ucap Andira lirih, sangat lirih hingga hampir tidak terdengar sama sekali.

"Iya, boleh tahu dulu namamu siapa?"

Terlihat Andira hanya menggeleng dan berulang mengucap kata tolong. Semenit kemudian gadis itu kembali sadar. Sambil membenarkan bajunya, dia menatap sebuah tempat di sudut ruangan.

"Udah tau namanya?" Kata pertama yang ditanyakan Andira kepada Joshua.

"Belum, dia ga mau nyebutin nama. Hanya menggeleng dan meminta tolong."

"Oke. Jadi yang tadi masuk itu seorang bocah laki-laki. Arka lihat ga?" Pandangan Andira beralih ke Arka, lelaki itu hanya menggeleng.

"Wujudnya seperti kita, memakai baju moderen, tidak seperti kakek tadi. Tidak begitu jelas. Kaki kirinya dari lutut hingga mata kaki itu ga ada. Lalu bajunya bagus ya, ada gambar mobil di sana. Rambutnya rapi namun di sana ada luka parah yang mengeluarkan darah dan bau yang ga enak. Lalu aku melihat ada bekas sayatan di lehernya."

"Digorok?" tanya Ben.

"Mungkin. Kepalanya itu tidak bisa lurus ke atas agak miring, dia seperti kesusahan menegakkan kepalanya."

"Gila, lehernya putus maksudmu?" sambung Ben.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top