🐈 Part 9 🐈
Your Wife Is Mine
Part 9
🐈🐈🐈🐈🐈☁☁☁🐈🐈🐈🐈🐈
Illy memeras handuk yang baru saja dicelupkan ke dalam air hangat, lalu meletakkan pada kening perempuan paruh baya yang terbaring lemah di atas ranjang. Pagi-pagi sekali, ia mendapatkan kabar dari ayahnya jika perempuan yang telah melahirkannya ke dunia itu tengah sakit. Buru-buru ia mendatangi kediaman orang tuanya. Sampai di sana, sudah ada dokter yang menangani. Faktor kelelahan dan banyak pikiran menjadi pemicu sang ibu mengalami ini semua.
Pandangan Illy beralih pada ayahnya yang saat ini duduk di ujung ranjang—memijat kaki sang ibu. Ia Bangkit, lalu mendekat dan berjongkok di depan ayahnya. "Ayah sudah makan?" Tangan Bilal digenggamnya erat, menunggu jawaban.
"Belum," jawab Bilal dengan suara lesu.
Illy tersenyum dan menepuk tangan ayahnya. "Illy masak dulu, ya. Ayah harus makan." Sungguh tidak tega melihat keadaan orang tuanya seperti ini. Ia merutuki diri sendiri karena tidak dapat melakukan apa-apa.
Wajah pucat sang ibu, juga wajah lesu sang ayah, membuat hati teriris, ingin menangis saat melihat keadaan mereka. Namun, ia tidak akan melakukan hal itu di depan keduanya.
Illy bangkit, bermaksud untuk ke dapur. Namun, cekalan pada tangan membuatnya berhenti. Ia menoleh dan melihat ayahnya yang menatap sendu. "Ada apa, Ayah?"
"Apa ... adik kamu tahu tentang ini?" Illy menggeleng, menimbulkan embusan napas dalam dari sang ayah.
"Jangan beri tahu adikmu. Ayah tidak mau jika ia mengalami kendala dalam kuliahnya." Sorot mata yang ditunjukkan sang ayah menyiratkan permohonan. Ya Tuhan, tidak pernah melihat ayahnya seperti ini.
"Pasti." Cekalan pada tangan Illy pun terlepas. Ia segera berjalan ke dapur untuk memasak. Dibukanya kulkas dan melihat bahan-bahan di dalam.
Rupanya, hanya tinggal sedikit bahan yang ada. Perempuan dengan rambut tergerai itu pun memutuskan hanya memasak sayur bening, bakwan udang dan bakwan jagung. Sederhana, tetapi cukup untuk mengganjal perut sementara. Mungkin, nanti ia akan ke minimarket dan belanja.
Hampir satu jam berkutat di dapur, Illy pun menyelesaikan kegiatan masaknya. Baru saja menata hasil masakan di meja makan, ponselnya berbunyi. Keningnya terlipat kala melihat nama Rizal di sana, dengan segera ia menerima panggilan itu.
"Halo, Kak." Suara Rizal menyapa dari seberang sana.
"Iya. Ada apa, Zal?" tanya Illy.
"Kak. Beasiswa Rizal dicabut," ucap sang adik dengan suara lirih.
"Apa? Kok bisa?" Jangan tanyakan bagaimana terkejutnya Illy saat ini. Ia pikir, adiknya hanya memberi kabar keadaan dirinya dan kuliahnya di luar sana yang membuatnya harus berjauhan dengan keluarga. Akan tetapi, malah membawa sebuah kabar yang sulit dipercaya.
"Rizal juga tidak tahu, Kak. Tiba-tiba saja tadi Rizal dipanggil dosen dan memberitahukan kalau beasiswa Rizal dicabut." Suara sedih dari seberang sana semakin menyayat hati Illy. Napasnya tiba-tiba saja terasa sesak.
"Apa nilai kamu turun?" Ya, dugaan Illy hanya itu. Memang, apa lagi?
"Sejauh ini, nilai Rizal baik-baik saja, Kak. Makanya Rizal bingung." Hening di antara keduanya. "Kak, Rizal hanya ingin memberitahu Kakak. Tapi jangan memberitahu Ayah. Rizal enggak mau Ayah khawatir."
Illy mengangguk meski adiknya tidak akan tahu. "Lalu kamu bagaimana?" tanyanya. "Kakak bantu biaya kuliah kamu."
"Enggak, Kak. Kakak sudah membantu Rizal masalah uang sehari-hari Rizal. Rizal enggak mau merepotkan Kakak lebih banyak lagi." Illy terharu akan ucapan sang adik.
Memang, Nicky tidak pernah absen memberikan uang saku tambahan untuk adiknya ini. Mengingat itu, bagaimana kelanjutan kuliah sang adik? Di saat Nicky dipenjara, ada-ada saja masalah yang datang.
"Kak, Rizal cuma membutuhkan teman bicara, karena Rizal membutuhkannya," Rizal kembali berucap, mencoba menenangkan kakaknya agar tidak merasa khawatir akan dirinya.
"Lalu kamu?" tanya Illy lagi. Jika adiknya menolak bantuan darinya, lalu apa yang akan digunakannya untuk membayar uang kuliah?
"Mungkin Rizal akan mencoba mencari pekerjaan, Kak. Paruh waktu mungkin." Illy menghela napas dalam. Tidak pernah menyangka bahwa hal ini akan terjadi.
"Jaga kesehatan, Zal." Jawaban 'iya' mengakhiri obrolan dengan sang adik. Illy meletakkan ponsel secara kasar ke atas meja makan, menumpukan satu tangan pada meja, yang lainnya memijit kening. Entah kenapa tiba-tiba saja pusing melanda. Kejadian akhir-akhir ini yang ia alami sungguh di luar kendali. Mulai dari Nicky yang ditangkap polisi, toko kedua orang tuanya terbakar, dan saat ini, tiba-tiba saja beasiswa adiknya dicabut tanpa alasan yang jelas.
Illy menarik napas dalam, satu nama terlintas. Bara. Ya, siapa lagi memang? Jika semua peristiwa yang menimpa suami dan kedua orang tuanya adalah ulah Bara, tidak menutup kemungkinan jika dalang di balik pencabutan beasiswa sang adik adalah orang yang sama. Entah kenapa, laki-laki itu melakukan semua ini. Kemarahan kini kembali menghampiri, tangan mengepal di atas meja. Buku-buku putih yang terlihat cukup jelas menggambarkan.
"Illy." Panggilan ayahnya membuat Illy tersadar, ia menoleh ke arah sang ayah yang terlihat mendekat. "Kamu kenapa?"
Senyum terbit seketika di wajah Illy, ia buat sebaik mungkin agar terlihat natural. "Illy baru selesai masak, Yah. Ini tadi mau panggil Ayah setelah meletakkannya di meja," ucapnya setenang mungkin. Ia tidak ingin memperlihatkan kegelisahan mengenai kejadian yang menimpa Rizal juga kemarahan mengenai Bara.
Illy memegang lengan sang ayah. "Sekarang Ayah duduk dan makan. Biar Ayah enggak jatuh sakit." Illy mendudukkan ayahnya dengan pelan di kursi makan. Setelahnya, ia mengambil piring kosong dan meletakkan nasi, sayur, dan lauk.
"Ayo, Yah. Makan dulu." Piring yang sudah berisi penuh dengan makanan itu ia letakkan di depan ayahnya. Senyuman yang tercetak di wajah laki-laki yang telah membesarkannya membuat ia turut menarik sudut bibir, rasa puas akan masakan yang baru dibuat terlihat jelas dari raut sembari mulut yang mengunyah.
"Kamu juga." Illy mengangguk, untuk sesaat ia merasa sangat bahagia melihat ayahnya makan dengan lahap. Rasanya, sudah lama tidak menikmati makan bersama dengan keluarga. Ia Menarik kursi, duduk dan turut meraih piring, mengisi dengan nasi dan lauk, lalu makan bersama.
Illy menyelesaikan kegiatan cuci piring. Setelah menyuapi ibunya yang sudah sadar, ia pun langsung membereskan bekas peralatan makan. Baru saja meletakkan piring terakhir pada rak, ponsel yang ia letakkan di atas lemari pendingin berbunyi. Ia segera mencuci dan mengeringkan tangan sebelum mengangkat panggilan itu.
"Apa?" Hari ini, sudah dua kali Illy dibuat terkejut oleh kabar dari sebuah panggilan. Jika sebelumnya mengenai sang adik, kali ini kabar tentang suaminya didengar.
"Saya akan segera ke sana." Ia Melangkah ke kamar kedua orang tuanya, berpamitan untuk pulang. Meskipun, tujuan yang sebenarnya adalah tempat lain. Setelah mencium punggung tangan ayah dan ibunya, ia bergegas berangkat.
Beruntunglah taxi dengan mudah didapat, sehingga dirinya bisa langsung pergi menemui sang suami. Akan tetapi, kali ini ada yang berbeda. Jika kemarin ia menuju ke penjara, kali ini rumah sakitlah yang menjadi tujuannya. Ya, panggilan yang sebelumnya didapat mengabarkan jika Nicky baru saja masuk rumah sakit. Entah apa yang terjadi, yang jelas hal itu cukup menimbulkan perasaan khawatir.
Sesampainya di sana, Illy segera menanyakan pasien atas nama Nicky pada resepsionis. Petunjuk pada lorong dengan nama-nama segera disusurinya, dengan langkah tak pernah memelan seiring ketukan sepatu yang dikenakan tampak beradu dengan lantai rumah sakit.
Tak perlu membutuhkan waktu lama, dua orang polisi yang berdiri di depan sebuah pintu ruangan menjadi penanda akan siapa yang berada di dalamnya, mengingat status Nicky saat ini adalah seorang tahanan.
Sesampainya di depan ruangan itu, dibukanya begitu saja pintu dengan kasar. Pemandangan Nicky yang terbaring lemah di atas brankar membuat dada terasa sesak, penglihatannya pun mulai mengabur, disebabkan oleh kristal yang mulai membentuk kaca pada iris kesedihan.
Ia mendekat, dilihat suaminya yang terpejam, meneliti seluruh tubuh yang penuh akan luka lebam. Pandangannya jatuh pada lengan, terlihat beberapa jarinya pun dibalut oleh perban.
Illy menatap seorang polisi yang berada di sudut ruangan, menatap penuh tuntutan penjelasan. "Ini sebenarnya ada apa, Pak?" tanyanya dengan tangis yang mulai tak dapat dibendung lagi.
"Perkelahian antar sesama tahanan, Bu. Saudara Nicky dikeroyok oleh beberapa napi di sana. Sehingga mengakibatkan beberapa jarinya luka dan tulang lengan tangan kanannya sedikit retak," jelas polisi itu yang tidak menutupi apa pun kepada Illy.
"Apa?" Suara Illy tercekat di_tenggorokan mendengar penuturan dari laki-laki berseragam di depannya. "Bagaimana bisa?" tanya Illy.
"Kami belum tahu pasti, Bu. Dugaan sementara, mereka tidak sengaja saling bersenggolan saat mengambil makan. Karena tidak terima, akhirnya terjadi baku hantam. Mungkin teman lawan dari Saudara Nicky yang lainnya membantu sehingga Saudara Nicky dikeroyok." Bulir-bulir bening itu pun jatuh lagi dari pelupuk mata Illy, merasa tidak tega melihat keadaan suaminya yang terbaring lemah di atas brankar rumah sakit.
Ia memejamkan mata, meresapi hari ini yang benar-benar berat.
Kemudian ia membuka mata, dan segera menghapus jejak air matanya.
"Lalu keadaannya bagaimana, Pak?"
"Selain luka lebam, luka pada jari-jari dan juga tulang lengan yang retak, tidak ada luka dalam yang dialami Saudara Nicky. Dokter juga memperkirakan kalau lengannya akan pulih dalam beberapa waktu dekat." Tidak ada kata yang Illy ucapkan kembali. Ia hanya mampu menangis menatap nanar suaminya. Warna biru keunguan yang menghiasi wajah Nicky seolah rasa sakitnya bisa dirasakan.
Illy kembali memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam karena rasa sesak yang semakin menghimpit. Satu praduga terlintas di benaknya. Semua ini, bukanlah sebuah kebetulan. Ia yakin ada dalang di balik kejadian ini. Pasti. Pasti orang yang sama dengan yang beberapa hari ini mengacaukan hidupnya.
Matanya kembali terbuka, kilatan marah itu mulai tampak di tengah wajah yang memerah. Sudah cukup! Ini tidak bisa didiamkan lagi. Ia harus melakukan sesuatu pada yang bertanggung jawab.
🐈🐈🐈🐈🐈☁☁☁🐈🐈🐈🐈🐈
😁😁
Hehe
Lama Ndak up, ya.
Maap, ya
Pantengin terus biar tahu kapan jadwal terbitnya. Yakin, tambahan ekstra part nanti nggak kaleng-kaleng
😉😉😉😉😉😉🤭🤭😘😘😘😘😘
Love you semua
Tetap tunggu Bara persi buku, ya🤭🤭🤭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top