🐈 Part 35 🐈
Your Wife is Mine
Part 35
🐈🐈🐈🐈🐈☁️☁️☁️🐈🐈🐈🐈🐈
Nicky memasuki mension Bara dengan mudah. Berbeda dengan beberapa bulan yang lalu, di mana ia harus masuk dengan susah yah melalui jendela samping untuk menemui Illy. Semu ini berkat Illy, Nicky mencium kunci duplikat yang diberikan Illy. Kunci mansion beserta kunci-kunci lainnya.
Nicky berjalan santai menaiki tangga, berjalan menuju pintu yang sangat ia tahu siapa pemilik ruangan itu. Saat ia membuka pintu, keberadaan Illy bisa ia lihat. Sepertinya, Illy tengah menunggunya. "Nicky," seru Illy. Segera Nicky mendekati Illy dan memeluk Illy sekejap.
"Kamu siap?" Nicky bertanya.
"Apa kita harus melakukannya malam ini?" Nicky bisa melihat keraguan di mata Illy. Tapi dia tidak akan membiarkannya.
"Lebih cepat lebih baik, Illy. Mumpung Bara berada di luar kota. Kita tidak bisa membuang kesempatan ini. Apalagi kita sudah mendapatkan kuncinya selama berbulan-bulan" Meski Illy mengangguk dengan ragu, tetapi Nicky tidak memedulikannya. Bagi Nicky, ini semua harus selesai. "Kamu bisa turun, kan? Kamu keluar dari sini, lalu masuk ke mobil aku yang terparkir tidak jauh dari sini." Dalam hati Nicky berdecak kal melihat Illy yang kembali mengangguk ragu.
Ia segera membuka lemari Illy, meraih sebuah jaket dan memakaikannya pada Illy. Mendorong Illy pelan keluar dari kamarnya. "Cepat turun! Aku akan selesaikan sisanya." Tidak menunggu jawaban dari Illy atau pun pergerakan Illy, Nicky segera meraih kunci duplikat. Kali ini, ia membuka kamar Nicky.
Nicky berjalan ke sudut dinding, mendekati beberapa lukisan dan menelitinya dengan saksama. Satu lukisan yang sudah ia hapal membuatnya segera meraba lukisan itu, hingga ia menemukan sebuah tombol yang keberadaannya ia akui sangat tersamarkan, mengecoh. Siapa yang tidak memperhatikannya dengan baik pasti tidak akan menyadari keberadaan tombol itu.
Ia tekan tombol itu. Tak lama, dinding tak jauh dari keberadaannya seolah bergerak, membentuk sebuah persegi yang muncul menjorok ke depan. Kotak persegi itu terbuka, menampilkan tombol angka dan huruf. Ya, kunci menuju kesuksesan bagi Nicky.
Nicky meraih sebuah note yang sebelumnya ia terima dari Illy. Rangkaian angka yang harus ia gunakan. Tidak ingin menunggu lagi, ia masukkan beberapa digit angka itu. Membuat sisi dinding lain terbuka menampilkan sebuah pintu. Ah, kamar Bara memang penuh teka-teki. Melihat dindingnya sepintas tidak akan ada yang tahu kalau dinding ini menyimpan banyak rahasia.
Nicky memasuki pintu itu, sebuah rak di dalamnya menyambut Nicky. Rak berisi beberapa mas batang milik Bara. Senyum kemenangan terlihat di wajahnya. Ia masukkan batang-batang mas itu pada ransel yang ia bawa. Satu lagi yang penting. Tumpukan beberapa mam di sampingnya. Nicky sempat membuka salah satunya. Berkas perusahaan Bara yang ad di Singapura. Tawa Nicky mengudara. Apa yang ia dapat melebihi ekspektasinya. Ia berencana mendapatkan perusahaan di Indonesia, bonusnya ia juga mendapatkan perusahaan Bara di luar negeri.
Ia masukkan semuanya ke dalam ransel, lalu keluar dari kamar Bara. Illy sudah tidak ada di sana. Pasti sudah pergi lebih dulu. Menuruni tangga dengan tergesa, Nicky keluar dari mension Bara. Ia pergi, tidak. Nicky mengambil dua jerigen berisi minyak tanah. Ia bawa salah satunya ke atas, menyiramkan pada tiap sudut.
Nicky beralih ke lantai bawah, meraih satu jerigen lagi siap untuk ia siramkan lagi. Namun, sebelum sempat ia melakukannya, gerakannya terhenti. Ia terkejut mendapati keberadaan seseorang yang tengah duduk di ruang tengah sembari menikmati minuman di tangannya.
"Kau?" Wajah Nicky begitu terkejut. "Bukankah seharusnya kau berada di luar negeri?" tanyanya dengan menunjuk keberadaan seseorang itu.
Terdengar tawa dari sana, tawa kejam khas seorang ... Bara. Di tempatnya Bara masih duduk santai, menikmati wajah terkejut dari Nicky. "Kau pikir, aku bakalan jatuh pada lubang yang sama?" Bara menggeleng. "Tidak akan."
Bara meneguk minuman yang ia bawa, lalu memandang Nicky dengan saksama. Memperhatikan penampilan Nicky dari atas sampai bawah. Niat sekali laki-laki ini. Pikir Bara. "Apa yang kau lakukan di kediamanku?" tanya Bara setelah meneguk minumannya kembali.
"Mencuri berkas-berkasku, lalu membakar rumahku, membuatnya seolah-olah terbakar. Membuatku bangkrut dan mau tidak mu harus menjual perusahaan?" tanya Bara dengan suara mengejek. Sesaat kemudian ia tertawa. "Seperti yang kamu lakukan pada keluarga Bachtiar?" Tawa Bara menggelegar.
Hingga beberapa saat kemudian wajah dingin Bara tampakkan. "Bodoh!" Wajah yang sebelumnya penuh tawa, kini menunjukkan raut permusuhan. "Aku tidak akan terkecoh."
Sejenak hening, hingga kali ini suara Nicky yang terdengar. Bara masih diam dan tenang di tempatnya. "Aku akui kau pintar ... sahabatku." Sebuah seringai kini terukir di wajah Nicky. "Tapi aku pun tidak kalah pintar." Nicky mengangkat sebuah pistol ke arah Bara.
"Senjata. Wah, anak cupu Ibu sudah bermain dengan senjata, ya." Kali ini, Bara menunjukkan silent devil. Hanya menunjukkan tanpa mengacungkan pada Nicky. Keduanya, dama-sama tertawa dengan seringai.
Pintu terbuka, beberapa orang masuk dengan seorang wanita yang memimpin langkah mereka. "Shit!" umpat Bara. Ia memandang beberapa orang yang berdiri di belakang Nicky.
Tatapannya jatuh pada seorang wanita yang berdiri di samping Nicky. Memandang jijik pada wanita itu. "Hai, Bara!" Wanita itu memandang Bara dengan terpesona. "Lama kita tidak bertemu. Apa kita bisa berbagi kehangatan lagi?" tanyanya dengan suara yang dibuat sexi.
"Tapi janji jangan lari di pagi hari lagi, ya?" Rere. Wanita yang sangat menjijikkan bagi Bara. Wanita terakhir di dunia yang ingin ia lihat.
Nicky berdecak. "Dasar jalang. Kau memang tidak pernah puas dengan satu senjata." Nicky memutar bola mata malas.
Sedangkan Rere yang mendengar ucapan Nicky hanya terkikik geli. "Punyamu kecil, sih. Kurang memuaskan." Rere mengeraskan tawanya.
"Diam!" bentak Nicky. "Cepat arahkan senjata kalian pada laki-lki itu." Nicky menunjuk keberadaan Bara yang masih berdiri tenang. Segera orang-orang suruhan Nicky mengangkat senjata ke arah Bara.
Nicky memandang Bara remeh. "Lihat saja, Bar. Satu kali silent devilmu menuju kapadaku, maka akan ada puluhan peluru yang menuju ke arahmu." Nicky menunjuk anak buah yang ia bawa lalu menunjuk Bara. Tawa pun kembali terdengar keras dari Bara.
"Ada pesan terakhir sebelum aku mengantarmu ke neraka?" tanya Nicky dengan sebuah seringai.
"Kenapa?" Hanya satu kata yang bara ucapakan.
Nicky melirik ke atas, menopang dagu seolah berpikir. "Untuk cepat kaya. Apa lagi?"
"Bukan." Kening Nicky terlipat mendengar ucapan Bara. Merasa tidak mengerti dengan apa yang bara ucapkan. "Bukan peristiwa saat ini. Tak dulu. Yang kau lakukan padaku dan keluarga Bachtiar."
Mulut Nicky membentuk huruf O. "Kau tahu, Bar?" Tatapan Nicky memicing pada Bara. "Ah, dulu panggilanku Ali bukan? Bagaimana kalau saat ini kamu aku panggil Ali saja. Sembari mengenang masa lalu." Nicky berjalan ke arah kursi, duduk dengan santai di sana. Namun, ia masih menugaskan anak buahnya untuk mengarahkan senjata mereka pada Bara.
Nicky menatap Bara kembali. "Masih ingatkah waktu kita bertemu untuk pertama kali? Aku adalah seseorang yang cupu. Seorang anak yatim piatu yang tidak mempunyai teman. Seragam masuk, dasi ketat, memakai kaca mata bulat. Sampai akhirnya kau datang menyelamatkan aku waktu aku dipalak oleh preman." Nicky bercerita dengan memandang ke atas, seolah mengingat kejadian lalu, peristiwa pertemuan pertama kali mereka.
"Kau menolongku. Mengajak berteman, membantuku, merubahku agar aku tidak lagi dibully. Mengenalkan aku pada keluargamu, pada temanmu, pada duniamu yang sellau indah dan menyenangkan," jelas Nicky. Tiba-tiba saja matanya menatap Bara tajam. "Kau tahu? Aku iri. Aku iri denganmu yang mempunyai banyak teman, ku iri denganmu yang mempunyai keluarga harmonis. Bahkan setelah kau merubahku pun, pandangan mereka tetap sama padaku. Perlakuan mereka tetap sama kepadaku di belakangmu!" Kali ini Nicky berucap dengan nada tinggi, seolah menumpahkan segala kemarahannya.
Sesaat kemudian, Nicky menarik napas dalam. Ia berjalan ke arah Bara, seolah tidak takut dengan silent devil milik Bara. "Mereka masih menghinaku, Li. Mereka masih berbuat seenaknya padaku. Memperlakukan aku sebagai babu, pesuruh. Bahkan Anton, temanmu itu. Yang homo itu, telah melecehkan aku." Bara masih tenang di tempatnya, masih menunjukkan tatapan datarnya.
Melihat itu, Nicky tersenyum. "Aku yakin kau pun sudah tahu bukan Maslaah itu saat ini. Makanya kau tidak terkejut." Nicky bertepuk tangan. Berseru dengan jeras.
"Untuk Bachtiar!" teriak Nicky. "Asal kau tahu, Li. Aku kenal Illy lebih dulu darimu. Kita SMP satu sekolah. Kit semuanya tahu bagaimana kepribadian Illy. Di cantik, manis, anggun." Nicky menjabarkan seorang Illy di depan Bara. Ia berjalan di depan Bara, ke kanan lalu berbalik lagi.
"Tapi ada satu yang tidak aku sukai darinya," ucap Nicky tepat di depan wajah Bara. "Dia sombong! Dia angkuh." Ucapan Nicky penuh dengan penekanan.
"Dia menolakku, dia mempermalukan aku di depan semua murid sekolah, membuat aku menjadi bullyan satu sekolah sampai aku menyerah dan keluar dari sekolah!" teriak Illy menggebu. Kemarahan tercetak jelas di wajahnya, wajah dan mata yang sudah memerah.
"Sebab itulah, aku melakukan itu ke keluarganya." Dari sini, Bara cukup menyimpulkan bahwa apa yang Nicky lakukan semua Karena dendam. Lalu, apa tujuan yang ia lakukan padanya?
"Untuk itu aku harus berterima kasih padamu." Kening Bara terlipat. "Ya. Karena uang yang aku pinjam darimu tapi kau tidak mau aku mengembalikannya, aku bisa melaksanakan semua rencanaku dengan lancar. Uang yang ku dpat dengan dalih aku sedang kepepet." Nicky tertawa puas melihat raut wajah Bara.
"Sampai akhirnya kita dipertemukan lagi saat SMA. Saat ia menjadi murid baru." Kali ini Nicky memberikan senyum pada Bara. "Waktu itu aku yakin, dia pasti mau menerimaku. Aku sudah kaya, tampan dan cukup terkenal." Nicky mengangguk beberapa kali.
"Tapi." Nicky menatap tajam Bara, menatap penuh permusuhan. "Kau mendapatkan perhatiannya. Sekali lagi kau yang mendapatkan segalanya. Aku benci, aku tidak terima, aku tidak suka, aku muak. Selalu kau, kau dan kau!" teriak Nicky dengan amarah yang sudah memuncak. Namun, sesaat kemudian, ia menarik napas dalam. Seolah ia tengah menenangkan amarahnya.
Nicky berjalan menjauhi Bara. Berdiri di samping Rere. "Sudah tidak ada yang ditanyakan lagi bukan?" Bara hanya diam saat Nicky mengangkat senjata dan diarahkan kepadanya. Nicky semakin puas melihat Bara seperti ini.
"Kalau begitu, selamat tinggal Ali. Sahabatku." Nicky pun menarik pelatuk senjatanya.
Dorr
🐈🐈🐈🐈🐈☁️☁️☁️🐈🐈🐈🐈🐈
Hayyyyy
Inpo, ya.
Ini Mom ketik langsung up
Kalau ada typo bilang, ya
😘😘😘😘
Kok kayak cerita action, ya?
Tapi memang ini, sih yang ada di ukiran Mom. Memang dari awal niatnya tuh kayak gini.
Jadi ... ya memang gini ceritnya
☺️☺️☺️☺️☺️
Vote
Komen
Follow WP
Follow Ig
Jangan lupa
🐈Salam🐈
☁️ EdhaStory☁️
🖤🖤🖤🖤🖤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top