🐈 Part 31 🐈
Your Wife Is Mine
Part 31
🐈🐈🐈🐈🐈☁☁☁🐈🐈🐈🐈🐈
Angin malam berembus menerbangkan rambut Bara, saat ini, ia tengah duduk di kursi balkon kamarnya. Memandang lurus ke depan tanpa memedulikan dinginnya udara yang menusuk kulit. "Sepertinya, sebentar lagi," ucap Bara saat ia menyadari kehadiran seseorang di belakangnya.
Suara heals terdengar mendekat, kehadiran Lova tidak membuat Bara terkejut. Yang ia lakukan hanya menggeser kursi di sampingnya untuk tempat Lova duduk. Bara menoleh saat ia merasakan remasan di tangan akibat ulah Lova. "Kamu sepertinya ragu," ucap Lova.
Bara mengembuskan napas dalam. "Aku ... hanya khawatir. Ada nyawa lain yang hadir tanpa kita prediksi." Mata tajam Bara menatap langit yang malam ini menyembunyikan bulan dan bintang.
Di tempatnya, Lova tersenyum. Ia menggeleng menyadari sikap Bara. "Kamu, sih! Sepertinya, kamu memang terlalu—"
"Love!" Bara memotong ucapan Lova dengan panggilan penuh penekanan. Ia memberikan tatapan tajam yang mengartikan untuk berhati-hati dengan ucapannya.
"Iya, iya maaf." Keadaan menjadi hening. Keduanya asyik bermain dengan pikiran masing-masing. Pikiran yang sebenarnya jika dituangkan akan sama mengenai apa.
"Bagaimana perasaan kamu saat tahu akan menjadi seorang Ayah?" Bara menoleh sekilas, lalu ia menopang dagunya dengan kepalan tangan.
"Entahlah! Aku sulit menjelaskannya. Seperti, ada sesuatu yang membuat aku tenang, nyaman. Bahkan aku seperti terbebas dari rasa tertekan yang selama ini aku alami." Lova tersenyum, merasa bahagia dengan penuturan dari Bara.
"Setelah ini, kamu harus siap menghadapi ibu hamil itu."
Bara mengangguk. "Ya, aku sempat bertanya tadi ke Mama." Bara menarik senyumnya saat tiba-tiba saja sedikit ingatan muncul saat ia membicarakan ibunya Lova. "Mama sempat khawatir saat tahu aku menghamili Illy."
"Oh, ya? kenapa?" tanya Lova yang saat ini menatap Bara penuh.
Bara mengedikkan bahu. "Banyak yang diberitahukan Mama padaku mengenai wanita hamil. Ah, bahkan aku tidak sanggup jika terus-terusan memasang wajah tajam lagi."
"Hey! Bersabarlah sebentar." Bara memberi senyum menenangkan pada Lova. Hening kembali, bahkan suara angin pun tidak mereka dengar.
Bara menoleh, kembali menatap Lova yang saat ini menyandarkan tubuhnya pada kursi. Wajahnya mendongak, matanya terpejam seolah tengah menikmati semilir angin malam. "Kamu tidak tidur?" Bara masih menatap wajah Lova.
Dalam keadaan mata tertutup, Lova menarik senyumnya. Ia pun menjawab, "Nanti saja. Kamu kalau sudah mengantuk, duluan saja. Aku tahu kalau kamu tengah—"
"Love," tekan Bara kembali. Lova hanya tertawa lirih, membuat Bara mendengus kesal. Bara mulai bangkit, menepuk pundak Lova pelan. "Aku akan tidur dulu." Lova hanya mengangguk dengan berdehem. Tanpa membuka matanya.
Bara berlalu, meninggalkan Lova sendiri di balkon. Ia memasuki mansion, berjalan menuju pintu sebuah kamar di mana Illy tengah tertidur. Pelan, Bara membuka pintu kamar Illy. Cahaya temaram yang hanya diterangi lampu tidur menyambut Bara. Mendekati ranjang Illy dan melihat Illy sejenak. Illy tidur menyamping, membelakangi keberadaan Bara. Menghela napas dalam, Bara mengakhiri kegiatan mengawasi Illy.
Namun, baru saja ia berbalik. Suara Illy membuatnya urung melangkah. Bara menoleh, ia mendapati Illy yang saat ini tengah mencoba duduk. Melihat itu, Bara mendekat untuk membantu Illy. Lalu duduk di hadapan Illy.
"Belum tidur?" tanya Bara.
Illy memgerjap, ia menggigit bibir bawahnya. "Kenapa?" Bara kembali bertanya.
"Entahlah. Aku merasa ... gelisah." Illy merutuki ucapannya. Ia seperti seseorang yang sedang ingin dimanja.
Bara mendekatkan duduknya. "Tidurlah!" titah Bara yang langsung dituruti oleh Illy, ia tentu tak ingin mendapatkan kemarahan Bara malam-malam seperti ini.
"Terlentang!" Illy membaringkan tubuhnya dengan bingung. Seingat dia tadi, ia mengatakan jika ia tidak bisa tidur. Lalu sekarang, Bara menyuruhnya untuk tidur terlentang. Apa Bara akan memaksanya tidur? Illy mendengus, keterlaluan.
Tanpa diduga, Bara turut membaringkan dirinya di samping Illy. Tangannya terulur untuk menyentuh perut Illy. Memberikan usapan-usapan lembut di sana. "Mama bilang, kalau wanita hamil itu lebih manja. Seperti susah tidur. Salah satu alasannya, kadamg bayinya merindukan orang tuanya. Dia juga mengatakan, coba lakukan ini. Siapa tahu bayinya tengah merindukan sang Ayah, lalu tenang dan bisa membuat ibunya tidur." Sekuat tenaga Bara mengatakan hal itu dengan wajah datar. Padahal, ia tengah menahan mati-matian senyum kebahagiaan yang ingin sekali terpatri di bibirnya.
Illy yang mendengar itu menjadi speechless, ia mengerjap dalam memandang Bara, merasa ragu jika seseorang di hadapannya ini adalah Bara. Sangat jauh berbeda dengan Bara yang suka berkata dan berbuat kasar padanya.
Merasa tidak ada tanggapan dari Illy, gerakan tangannya di perut Illy terhenti. Ia mendongak dan menatap Illy. "Apa kamu keberatan?" Illy menggeleng. Membuat Bara meneruskan kegiatannya. "Tidurlah!" Bohong. Sebenarnya, Illy tidak bisa tidur karena pikirannya yang berkecamuk. Tentang Nicky, tentang rencana, Bara, juga calon anaknya. Sungguh! Semua itu membuatnya pusing. Illy menghela napas tertahan, lebih baik ia menikmati keadaan saat ini.
Hingga Illy menyadari satu hal. "Bara," panggil Illy yang hanya mendapatkan gumaman dari Bara. "Bolehkah aku bertanya?"
"Bertanya masih tidak ada larangan." Bara menjawab masih fokus dengan kegiatannya.
"Apa sebenarnya hubungan kamu dan Lova?" tanya Illy dengan suara lirih. Bara yang mendengar pertanyaan Illy menghentikan gerakan tangannya. Ia mendongak, menatap Illy yang saat ini juga menatapnya.
Mendapat tatapan Bara, Illy menggigit bibir bawahnya. Merutuki kelancangan pertanyaannya. "Kamu sudah tahu kalau aku dan Lova tidak memiliki hubungan apa pun." Bara kembali ke aktifitas semulanya. Tampak menikmati membelai calon anaknya.
"Tapi, waktu itu aku mendengar kalian sedang ...." Illy tidak melanjutkan pertanyaannya. Takut jika Bara akan marah kembali. Keadaan saat ini, cukup menenangkan baginya. Ia tidak ingin merusaknya, hanya mulutnya saja yang keponya maksimal. Tanpa terkontrol bibirnya bersuara.
Berbeda dengan prediksi Illy, Bara tampak menarik sudut bibirnya, merasa ingin tertawa sekeras-kerasnya. "Belum saatnya kamu tahu."
"Kapan?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibir Illy, seolah ia benar-benar merasa ingin tahu banyak tentang Bara dan Lova. Ya memang itulah yang saat ini ia rasa.
"Mungkin nanti setelah anak kita lahir." Illy menggigit bibir bawahnya saat mendengar jawaban Bara. Entah kenapa pipinya terasa menghangat. Belum lagi perutnya yang seolah digelitik.
"Ap—apa itu artinya kita akan membesarkan anak kita sama-sama?" tanya Illy ragu.
Bara kembali mendongak menatap Illy. "Apa itu menjadi masalah bagimu?" Illy menggeleng. "Apa hal itu keberatan untukmu?" Illy kembali menggeleng, bahkan saat ini ia menarik senyumnya. Jawaban Bara ia akui sangat menenangkan dirinya.
"Tidurlah! Kalau kamu terus berbicara, sepertinya yang perlu di belai itu kamu. Bukan anak kita," ucap Bara yang sudah kembali ke aktifitasnya. Membuat Illy bersyukur karena Bara tidak akan melihat wajah malunya akibat ia merasa terbang dengan ucapan Bara. Tanpa Illy sadari, di dalam hati ia berdoa, berharap Bara akan selalu bersikap hangat seperti ini kepadanya. Selamanya. Diiringi elusan Bara di perutnya, Illy mulai memejamkan mata. Mencoba berbaur dengan mimpi indah ditemani Bara, dan ... calon anaknya.
☁☁☁
Mata legam Bara terbuka, mulai menyadarkan dirinya dari tidur nyenyak. Rupanya, ia tertidur di kamar Illy. Bahkan tangannya pun saat ini bertengger di perut Illy. Ah, semoga ia tidak menyakiti calon anaknya. Ada satu hal lagi yang membuat Bara menyadari sesuatu. Bibirnya tersenyum, membenarkan pemikirannya. Ia harus mencari Lova.
Melihat Illy masih tertidur, Bara bangkit dengan perlahan. Membenarkan selimut pada tubuh Illy dan siap meninggalkan kamar Illy. Sebelum itu, ia sempatkan untuk mencuci wajahnya.
Saat tidak mendapati keberadaan Lova di kamarnya, Bara memutuskan untuk mencarinya ke lantai bawah. Bara menuruni tangga dengan cepat, lalu memasuki dapur saat ia mendengar percakapan di sana. Ia melihat keberadaan Lova yang tengah menyiapkan sarapan bersama pembantu baru mereka. "Love," panggil Bara.
Lova menoleh dan menjawab, "Hay! Sudah bangun?" Setelahnya, Lova kembali ke aktifitasnya menyiapkan sarapan. "Mulai tidur bersama? Jadi kamarmu bisa aku tempati dengan bebas."
Bara berdecak, ia ingin cepat-cepat menemui Lova bukan untuk masalah kamar. Akan tetapi, ada yang lebih penting dari itu. Bara mendekati Lova, ia meraih kedua pundak Lova dan memaksa untuk menatapnya.
"Aku, tidak mimpi buruk lagi." Lova yang sebelumnya ingin memarahi Bara karena sudah menghentikan dirinya dalam menyiapkan sarapan secara paksa kini urung setelah mendengar ucapan Bara.
"Kamu yakin?" Bara mengangguk. Menerbitkan senyum Lova yang semakin lebar. Lova memeluk Bara erat, menumpahkan perasaan bahagia akibat berita yang ia dengar. "Syukurlah!" Bara mengangguk dalam pelukan.
"Sekarang, bangunkan Illy. Dia harus segera sarapan dan meminum vitaminnya." Bara mengangguk, ia berbalik dan menaiki tangga. Berlari menuju kamar Illy untuk membangunkan Illy.
Lova yang melihat kepergian Bara, ia menitikkan air mata bahagianya. Bara yang barusan, adalah Baranya di masa lalu. Bara yang lucu, menggemaskan, senyum selalu terukir di wajahnya, kekanakan dan juga manja. Bukan Bara yang beberapa waktu lalu dengan wajah kaku, tatapan tajam serta aura menakutkan. Semoga, Bara benar-benar sudah terobati.
🐈🐈🐈🐈🐈☁☁☁🐈🐈🐈🐈🐈
Salah satu yang sudah beli, ya. Kalian nggak mau beli juga?
Malam, All.
Ketik langsung up
Typi beritahu Mom, ya.
Vote
Komen selalu Mom tunggu
Lope you all
😘😘😘😘
🐈Salam🐈
☁EdhaStory☁
🖤🖤🖤🖤🖤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top