🐈 Part 24 🐈

Your Wife Is Mine

Part 24

🐈🐈🐈🐈🐈☁☁☁🐈🐈🐈🐈🐈

Bara turun dari mobil, ia baru saja pulang dari kantor. Sembari membawa jas di tangan kiri, tangan kanan ia gunakan untuk melonggarkan dasinya. Baru saja Bara ingin mengetuk pintu, ternyata Illy sudah membukanya dari dalam. Bara hanya memandang Illy sekilas, tanpa mengucapkan apa pun ia berlalu memasuki mension.

Illy yang sudah terbiasa diabaikan oleh Bara pun tak masalah, ia menutup pintu dan segera meraih jas milik Bara. "Kamu mau makan sekarang? Biar aku panaskan makanannya."

"Tidak. Saya sudah makan di luar bersama Lova. Saya mau langsung istirahat." Bara menaiki tangga dan memasuki kamarnya. Tubuh yang terasa sangat lelah membuat Bara tidak sabar untuk segera mengguyur dengan air dingin.

Di bawah shower, Bara menunduk dengan kedua tangan bertumpu pada dinding. Dalam pikirannya berkecamuk dengan segala hal yang tengah ia jalani. Semua ini ... terasa melelahkan. Akan tetapi, ia tidak bisa berhenti.

Setelah ia merasa sudah terlalu lama berada di kamar mandi, Bara pun menyelesaikannya segera. Meraih handuk dan melilitkan di pinggangnya. Bara keluar dari kamar mandi dengan air yang masih menetes pada dada bidangnya. Ia mulai mencari baju di dalam walk in closet miliknya. Namun, belum sempat ia memilih baju satu pun, tiba-tiba saja lampu mati. Ia juga mendengar teriakan yang ia yakini dari kamar Illy.

Bara ingat, jika wanita itu tidak suka dengan keadaan gelap. Dan entah naluri dari mana, tiba-tiba saja Bara berlari keluar dari kamar dan memasuki kamar Illy. Ia mencari keberadaan Illy dalam gelapnya malam.

"Illy," panggilnya. Bara berusaha menajamkan pandangan untuk mencari keberadaan Illy. Dalam hati, ia merutuki dirinya yang tidak sempat mengambil alat penerangan apa pun.

"Illy," panggilnya lagi. Ia masih mencari dengan meraba-raba dinding. Bergerak pelan agar kakinya tidak terbentur perabotan di kamar Illy.

"Ba—Bara." Bara menajamkan telinga kala ia mendengar suara Illy. Dia menyadari benar dari suara itu jika Illy saat ini tengah ketakutan dan menahan tangis. Suaranya bergetar, membuat ia ingat akan masa lalu.

Bara melangkah dengan pelan ke tempat di mana suara Illy berasal. Ketika sampai, ia mendapati Illy yang tengah neringkuk di depan kamar mandi. Bara berjongkok di depan Illy, meraih tangan Illy yang tengah menutupi wajahnya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Bara.

Bara melihat mata Illy yang berkaca lalu mengerjap. Mendengar Illy yang berucap, "Ba—Bara. Lampunya."

"Kamu diam di sini dulu. Saya akan mencari lilin." Bara bangkit, bermaksud mencari lilin untuk penerangan mereka. Namun, tangannya lebih dulu ditahan oleh Illy.

Bara menunduk, menatap Illy dalam kegelapan yang tentu saja tidak cukup mampu untuk melihat raut wajah Illy. "Jangan tinggalkan aku Bara. Aku ikut," ucap Illy dengan suara lirihnya.

"Sebentar. Saya mau mencari lilin." Illy menggeleng. Padahal, jelas sekali jika Bara tidak akan bisa melihatnya.

"Aku ikut," cicit Illy.

Bara menghela napas. "Baiklah!" Illy segera bangkit, ia mengapit lengan Bara dan mulai berjalan di samping Bara. Saat itulah, Illy baru menyadari jika saat ini Bara tidak mengenakan pakaian apa pun. Hanya sebuah handuk yang melilit di pinggangnya. Illy yakin, Bara juga belum mengenakan apa pun di balik handuk itu.

Illy segera menggeleng. Ia memukul kepalanya beberapa kali dengan pelan. Mencoba mengenyahkan pikiran yang tidak sepatutnya ia pikirkan. "Kamu kenapa?" tanya Bara dingin dengan tiba-tiba. Berhasil membuat Illy terkejut.

Tentu saja Bara merasa aneh melihat kelakuan Illy yang tiba-tiba saja memukul kepalanya sendiri. Illy mengerjap, ia kembali menggeleng pada Bara. Sedangkan Bara, ia hanya mengedikkan bahunya tak acuh. Keduanya kembali melanjutkan langkah keluar dari kamar Illy untuk mencari lilin sebagai penerangan mereka. Entah kenapa, Illy kembali menyadari tubuh Bara yang hanya mengenakan handuk. Kali ini, ia mengulum senyum. Pipinya tiba-tiba saja terasa panas. Illy berterima kasih pada lampu yang padam. Karena Illy yakin. Saat ini, pasti pipinya menampakkan semburat merah.

Bara membuka laci yang ada di depan kamarnya, meraih lilin dan sebuah tangkup sebagai wadah lilin itu. Meraih korek api lalu menyalakan lilin agar mereka segera mendapat penerangan. Lilin menyala, keduanya pun sudah dapat melihat wajah masing-masing.

Mengamati sekitar, keduanya mendapati rumah dalam keadaan gelap gulita. Bara berjalan ke arah jendela yang tentu saja Illy mengikutinya. Bara mulai menyingkap sedikit tirai dan melihat ke luar. Rupanya, semua terlihat gelap. Ia pikir hanya rumahnya. Akan tetapi tidak. Entah apa yang membuat lampu menjadi mati. Toh cuaca juga sedang terang, tidak ada hujan atau pun petir.

"Sepertinya ada masalah dengan listrik. Sebaiknya kita kembali ke kamar dan tidur." Tidak ada ucapan yang Illy keluarkan. Ia hanya menuruti dan mengikuti Bara dengan diam dan patuh.

Setelah keduanya memasuki kamar Illy, Bara meletakkan lilin di atas nakas. "Tidurlah!" titah Bara. Lalu ia sudah bersiap untuk kembali ke kamarnya sendiri. Namun, Illy lebih dulu menahan lengannya lagi.

"Ada apa?" tanyanya yang merasa jengah.

"Apa kamu mau meninggalkan aku di sini?" Bara tidak menjawab, dia hanya mengangkat salah satu alisnya. "Bara. Aku takut. Temani aku di sini." Illy berucap dengan mengamati keadaan kamarnya yang gelap. Meskipun sudah ada lilin yang sebelumnya Bara bawa, Illy masih merasa takut.

"Sudah ada lilin yang bisa menerangi kamu."

"Tetap saja. Ini berbeda dengan lampu. Aku masih takut." Kali ini, Illy memegang lengan Bara dengan erat. Menghela napas panjang lagi, Bara pun mengangguk. Keduanya menaiki ranjang dan bersiap tidur. Bara menatap Illy bingung yang saat ini memeluknya erat. Baru saja ia akan memprotes, akan tetapi urung karena melihat wajah Illy yang menampakkan raut ketakutan.

Hening. Sunyi. Sepi. Hanya suara angin berembus yang dapat mereka dengar. Keduanya duduk dalam posisi Illy yang memeluk Bara. Mereka duduk dalam kecanggungan. Sebenarnya, Illy tahu jika ia sudah kelewatan. Tapi mau bagaimana lagi, ia sedang ketakutan saat ini. Di rumah ini pun hanya ada Bara. Siapa lagi yang akan ia mintai pertolongan jika bukan Bara. Salahkan saja Bara yang tidak mempekerjakan siapa pun di rumah ini kalau ia marah nanti.

Illy sedikit bergerak, membenarkan duduknya yang terasa pegal. Namun, gerakannya tiba-tiba saja terhenti saat sikunya tak sengaja menyentuh sesuatu di bawah sana. Sesuatu yang menegak dan terasa keras. Illy tahu itu apa.

Ia mendongak, menatap Bara yang ternyata juga sedang menatapnya. Dalam keremangan cahanya lilin, keduanya saling bertukar pandang dalam diam. Hanya ada tatapan saling bertukar. Sesaat kemudian, tangan Bara terangkat. Memegang dagu Illy dengan ibu jari yang membelai bibir pink milik Illy.

Sesaat kemudian, Bara mendekatkan wajahnya pada Illy. Menempelkan bibirnya pada wanita yang bersetatus istrinya. Bara menggapai, mengecup dan melumat sedikit bibir tipis di hadapannya. Tidak lama, ia melepaskannya. Namun tak memberi jarak berarti di antara keduanya.

"I want you," ucap Bara serak. Tidak ada ucapan balasan dari Illy. Hanya anggukan yang sudah cukup untuk mengartikan akan kesanggupan Illy dengan apa yang Bara inginkan.

Mendapat jawaban melalui isyarat, Bara tak membuang waktu lagi. Ia segera melakukan apa yang ia inginkan pada wanita berstatus istri yang saat ini sudah berada di bawah kungkungannya. Di dalam gelapnya malam tanpa cahaya lampu yang berpejar, cahaya redup lilin menemani Bara dalam aktifitasnya membelai tubuh Illy, menjamah serta melukis warna pada kulit putih bak porselen. Semilir angin malam, menyahuti keduanya yang saat ini tengah mabuk sebuah jamah. Mendamba dalam setiap gerakan erotis nan lembut dari dua tubuh yang saling berbaur menjadi satu. Penuh cinta dan kelembutan. Penyatuan dari keinginan keduanya.

🐈🐈🐈🐈🐈☁️☁️☁️🐈🐈🐈🐈🐈

Haduh
Malam-malam si Bara

🤣🤣🤣🤣

Happy reading
😘😘😘😘

🐈Salam🐈
☁️ EdhaStory☁️
🖤🖤🖤🖤🖤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top