🐈 Part 21 🐈
Your Wife Is Mine
Part 21
🐈🐈🐈🐈🐈☁☁☁🐈🐈🐈🐈🐈
Illy terbangun pukul sebelas malam, lalu mengusap mata beberapa kali. Saat kesadaran sudah kembali penuh, ia mendapati diri masih menggunakan gaun yang dibelikan Bara. Illy ingat, jika saat pulang tadi dia dalam keadaan menangis. Setelah turun dari mobil dia langsung berlari ke kamar dan menangis di sana. Sepertinya, ia menangis sampai tertidur. Mata yang bengkak cukup membenarkan dugaan itu.
Tenggorokannya terasa kering, ia merasa haus. Tangan Illy terulur untuk meraih gelas di atas nakan, tetapi gelas itu kosong. Illy menghela napas dalam. Sepertinya dia harus turun untuk mengambil air minum. Dengan berat hati, ia bangkit dari duduknya. Sebelum itu, ia juga sempat mengganti baju. Illy berjanji tidak akan lagi menggunakan baju pemberian Bara itu. Menyakitkan.
"Bara-" Tepat saat Illy keluar dari kamar, ia mendengar suara seorang perempuan dari kamar Bara. Illy mendekat, menempelkan telinganya pada daun pintu kamar Bara.
"Yang tepat, Bara. Biar mudah." Lagi. Illy sangat mengenali suara itu. Jangan tanyakan siapa, jangan pula meminta Illy menyebut namanya.
"Jangan banyak gerak, biarkan aku saja." Suara Bara yang kali ini bisa Illy dengar. Keningnya terlipat, tidak mengerti apa maksud dari ucapan Bara. Berbagai spekulasi pun kini muncul dalam benak Illy. Untuk apa laki-laki dan perempuan di dalam kamar bersama jika tidak-
"Tapi aku tidak suka kalau hanya diam saja-Ah, Bara. Kamu nakal." Mendengar ucapan itu, sontak saja Illy menjauhkan telinganya dari daun pintu. Ia menatap pintu kamar Bara yang tertutup dengan pandangan terkejut. Tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Benarkah?
"You like it?" Suara Bara kembali terdengar, suara itu ... seperti diucapkan dengan napas memburu. Tidak ada jawaban dari seseorang yang bersama Bara. Hanya gumaman dengan napas tertahan.
Hingga tak lama Illy dapat mendengar suara-suara yang dapat ia mengerti keluar karena apa. "Ayo Bara!" Teriakan itu, sangat menjijikkan bagi Illy. Ia menutup telinganya, tidak ingin mendengar lebih banyak lagi. Ia memilih kembali memasuki kamar. Niat hati ingin mengambil minuman pun urung karena hal yang baru saja ia dengar.
Illy melempar tubuhnya di atas kasur, ia menutupi seluruh tubuh dengan selimut, lalu membenamkan wajahnya pada bantal. "Arghh!" Illy berteriak nyaring, menumpahkan rasa marah dan kesal yang entah kenapa tiba-tiba saja hadir dalam dirinya.
"Bara sialan! Bara bajingan! Setan!" Illy mengumpat di bawah selimut, ia memukul ranjang meluapkan rasa kesal dan marahnya. Sesekali menggigit ujung bantal untuk meredam tangis yang semakin menjadi karena tidak bisa ia tahan. Sebenarnya, kenapa ia bisa menangis seperti ini? Untuk apa? Dan untuk siapa?
Lama. Ia menangis cukup lama. Memikirkan segala hal yang berkecamuk dalam pikirannya. Ia berkelana, ke masa di mana apa yang ia alami sekarang belum ia rasakan. "Nicky, aku kangen kamu," ucapnya lirih. Lagi, Illy tertidur dalam tangisnya.
☁☁☁
Illy menutup pintu kamarnya, setelah mandi dan membuat tubuhnya kembali segar, setelah ia menangis semalaman, ia bergegas keluar untuk memasak sarapan. Tepat saat ia menutup pintu, Bara dan juga Lova tengah berada di depan kamar Bara. Dengan Lova yang sudah berpakaian rapi, tetapi Bara yang hanya melilitkan handuk di tubuh bagian bawah. Membiarkan tubuhnya terexpose begitu saja.
Kedua orang itu menatap Illy sejenak kemudian kembali mengalihkan pandangan. "Aku buru-buru Bara. Sepertinya ada masalah, makanya Papa meminta aku untuk pulang." Dari jarak yang sedekat ini, pastilah Illy dapat mendengar pembicaraan Bara dan juga Lova. Sebenarnya ia ingin segera berlalu ke dapur, tetapi entah kenapa sisi lain dirinya seperti tertarik untuk mendengarkan pembicaraan keduanya.
"Iya. Biar aku yang antar. Tunggulah sebentar, aku akan berpakaian lebih dulu." Illy melihat Bara begitu erat memegang pergelangan tangan Lova. Menggambarkan rasa khawatir dari raut wajahnya.
"Bara. Aku tidak bisa menunggu lagi. Kamu bisa menyusul nanti. Ok?" Terlihat Bara yang mengangguk tidak semangat. Setelahnya, Lova mendekat dan mendaratkan sedikit kecupan di pipi Bara. Sebelum pergi pun, Lova menatap Illy sejenak dan melemparkan sedikit senyuman. Melihat itu, Illy memandang kepergian Lova dengan intens.
"Apa yang kamu lakukan di sana? Bukannya kamu harus memasak?" Illy hanya membuang muka tanpa menjawab ucapan Bara, entah kenapa ia sudah merasa kesal melihat keberadaan Bara. Lalu memilih pergi dari hadapan Bara daripada ia harus merasakan sakit hati karena ucapan Bara di pagi hari.
Sedangkan Bara, ia hanya bersikap tak peduli dengan kelakuan Illy.
☁☁☁
Bara menatap menu sarapan di hadapannya yang baru saja Illy hidangkan, sesaat kemudian ia menatap Illy tajam. Terlihat kemarahan di sana. "Apa-apaan ini?" tanya Bara dengan membentak.
"Apa?" Illy mengembalikan pertanyaan Bara dengan nada polos. Entah polos atau sengaja membuat nadanya seperti tidak mau tahu.
"Apa yang kamu masak ini?" Bara menunjuk tepat pada hidangan di atas meja. Masih dengan tatapan marah yang ia berikan untuk Illy. Sedangkan Illy, ia masih memasang wajah tenang seperti tidak takut akan kemarahan Bara yang sangat terlihat jelas.
"Nasi goreng." Lagi, ucapan yang Illy keluarkan begitu ringan. Seolah yang bertanya bukanlah seorang Bara yang selalu ia kenal kejam pada dirinya.
Bara mendekatkan wajahnya pada wajah Illy. Tidak biasanya Illy yang akan menunduk dalam ketakutan, kali ini Illy membalas tatapan Bara. Seringai Bara terbit, ia memberi tatapan semakin mengintimidasi berharap Illy akan takut. Namun, tidak. Illy masih menatap lurus mata Bara.
"Apa kamu lupa jika saya tidak suka makanan ini?" Tidak ada intonasi tinggi sebelumnya dari kalimat Bara yang baru saja dia ucapkan. Namun, siapa pun yang mendengarnya pasti tahu, jika kalimat itu penuh penekanan. Khas seorang Bara yang biasanya tengah memendam kekesalan. Bahkan, senyum yang lebih mengerikan dari sebuah seringai kini juga ditampakkan oleh Bara.
Ya, hal itu cukup membuat Illy bisa merasakan ketakutannya kembali. Mata Illy mengerjap. Bibirnya berusaha terbuka untuk mengeluarkan suara. "Itu juga makanan. Lebih baik kamu segera makan." Mata yang sebelumnya membalas tatapan Bara kini tidak lagi ada, Illy memilih membuang pandangan pada nasi goreng yang masih tidak tersentuh di atas meja.
Tanpa diduga, dengan gerakan cepat Bara meraih dagu Illy dengan kasar. Menarik wajah Illy agar mendongak menatapnya, menekan sedikit hingga dapat memberikan rasa sakit yang bisa Bara lihat karena Illy yang mendesis. Bara tersenyum, memandang Illy dengan sebelah mata. Karena sesaat yang lalu, harga dirinya cukup terlukai oleh ucapan Illy.
"Jangan main-main dengan saya. Kamu tahu jika apa yang saya katakan tidak pernah main-main," desis Bara tepat di hadapan Illy.
Illy masih diam, ia tidak bisa menjawab karena Bara yang menekan pipinya kuat. "Sebenarnya ... saya suka kamu yang berani seperti ini. Akan lebih mudah bagi saya menyiksa kamu." Bara berucap pelan tepat di depan wajah Illy. Tidak Illy ketahui, satu tangan Bara meraih nasi goreng di atas meja, lalu memasukkan pada mulut Illy dengan paksa.
"Makan." Illy meronta, ia menolak apa yang ingin Bara masukkan ke mulutnya. Akan tetapi, dengan cengkeraman tangan Bara yang kuat, ia yakin ia melakukan hal yang percuma.
"Buka mulutmu." Illy tidak menanggapi, ia menutup rapat mulutnya.
"Cepat buka!" bentak Bara keras di depan wajah Illy, tangannya masih berusaha memasukkan nasi goreng secara paksa ke mulut Illy, menekannya agar bisa masuk dengan mudah. Paksaan itu, membuat Illy menangis.
Setelah satu suap paksaan itu berhasil masuk, Bara menutup mulut Illy, mencegah mulut itu terbuka untuk membuang makanan yang ia masukkan secara paksa. Setelahnya, Bara meraih sebuah gelas yang berisi air, kembali memasukkan ke mulut Illy dengan cara paksa. Tak lama, Illy tersedak, ia terbatuk-batuk. Membuat Bara melepaskannya. Lalu melempar senyum puas menatap Illy yang kesakitan.
"Jangan Coba-coba dengan saya." Bara pergi dari ruang makan. Meninghalkan Illy yang kembali menumpahkan tangisnya. Duduk dengan kepala menunduk.
☁☁☁
Seorang laki-laki dengan ransel di punggunya menatap langit dengan wajah puas. Ia tidak menyangka jika hari ini akan tiba dengan cepat. Sepertinya, seseorang tengah berbaik hati padanya. Senyum di bibir mengembang, memancarkan kebahagiaan yang nyata. Ia menatap sekiat sebentar, lalu melempar senyum pada beberapa orang berseragam.
"Pak. Saya duluan," pamitnya yang langsung ditanggapi dengan jawaban baik pula. Ia siap melangkah, keluar dari area ini.
Gerbang tinggi di depannya mulai terbuka, memperlihatkan pemandangan yang paling menyejukkan. Tepat saat ia melewati gerbang itu, pintu gerbang sudah ditutup kembali. Menghela napas, ia kembali memasang senyum. "Akhirnya," ucapnya lirih.
"Senang kita bertemu lagi." Suara seseorang membuat ia menoleh, ia mendapati seorang wanita dengan dress abu-abu berdiri tak jauh darinya. Wanita itu memakai kacamata, memasang senyum yang entah kenapa terasa aneh. Hanya saja, ia mengenali wanita itu.
"Ngapain lo ke sini?" tanyanya ketus. Ia segera memalingkan wajah, tidak ingin melihat wanita itu.
Sedangkan si wanita, dia tidak merasa tersinggung dengan perkataan ketus yg ia terima. Ia memasang senyum miringnya, lalu mendekati si pria. "Hanya ingin bertemu teman lama," jawabnya santai. Ia memegang pundak si pria yang sayangnya langsung ditepis.
Lagi, wanita itu hanya memasang senyum. Membuat laki-laki itu mengatai si wanita dengan sebutan gila di dalam hati. "Aku yakin kamu tidak mempunyai pekerjaan setelah keluar dari sini. Itu kenapa aku datang, karena aku ingin mengajak kamu bekerja sama." Wanita itu tersenyum saat mendapat perhatian dari si laki-laki.
"Maksud lo?" Tidak ada jawaban, wanita itu hanya menunjuk dengan dagu sebuah mobil yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Mengisyaratkan ia mengajak laki-laki itu. Lalu melangkah menuju mobil itu, sedikit memberi lirikan pada si laki-laki dengan sebuah seringai.
Laki-laki itu menatap wanita yang mulai berjalan. Merasa penasaran, lali-laki itu pun mengikutinya.
🐈🐈🐈🐈🐈☁️☁️☁️🐈🐈🐈🐈🐈
Malam semua
🐈 Salam🐈
☁️ EdhaStory☁️
🖤🖤🖤🖤🖤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top