🐈 Part 20 🐈
Your Wife Is Mine
Part 20
🐈🐈🐈🐈🐈☁☁☁🐈🐈🐈🐈🐈
Illy duduk di ruang tengah, tivi di depannya menyala menayangkan berita gosip para artis negeri ini. Namun, ada yang salah di sini. Bukan Illy yang menonton berita itu, melainkan tivi yang menonton Illy. Bagaimana tidak? Tivi memang menyala. Akan tetapi, fokus Illy bukan pada tayangan yang sedang berputar. Ia tengah sibuk dengan pikirannya sendiri. Pikiran yang berkelana pada kejadian semalam. Di mana ia dan Bara menghabiskan malam panjang dengan penuh kelembutan.
Entah kenapa, Illy pun tidak tahu. Sedari tadi ia bangun tidur, bayang-bayang malam panjang itu tidak berhenti berputar di kepalanya. Yang membuat seorang Illy sedari tadi tersenyum sendiri. Belum lagi, saat ia terbangun di pagi hari, ia menyadari kalau ia masih di kamar Bara. Ia tidak menyangka jika Bara tidak mengusirnya. Memang, saat ia bangun Bara sudah tidak ada di sampingnya. Bahkan Bara sudah berangkat ke kantor. Akan tetapi, hal itu cukup membuat Illy berbunga.
Berbunga? Oh, apa yang telah terjadi pada Illy?
Masih dengan duduk bersila di atas sofa, dagu ia topang pada tangan yang menekuk siku. Senyum tak pernah luntur dari wajahnya. Terkadang, ia menangkup wajah dan menggeleng pelan. Terkadang pula ia sampai menggigit bibir bagian bawah.
Suara bel rumah menyadarkan Illy dari aktifitas tidak jelasnya. Ia bangkit dan berjalan menuju pintu utama, lalu membuka pintu itu. Seorang kurir dengan sebuah box di tangan ia lihat. Keningnya terlipat melihat kurir itu. "Dengan Nyonya Illy?"
"Iya." Illy menjawab dan mengangguk.
Kurir itu menerbitkan senyum, ia menyerahkan box di tangannya pada Illy. Illy tidak langsung menerima, ia menatap box dan kurir itu bergantian. "Kiriman paket untuk Nyonya Illy."
"Untuk saya?" tanya Illy ragu. Si kurir mengangguk masih dengan senyum yang menghiasi wajah. Illy menerima box itu, meneliti dengan seksama. "Dari siapa?"
"Dari Tuan Bara." Satu jawaban itu berhasil menerbitkan senyum Illy. Rasa hangat menjalar di tubuhnya. "Saya permisi, Nyonya." Illy mengangguk, ia segera menutup pintu dan membawa box itu masuk.
Baru saja Illy meletakkan box itu di atas meja, telepon rumah berbunyi. Ia menoleh, lalu menghampiri dan segera mengangkatnya. "Hallo. Kediaman Alliand Aldebaran."
"Sudah menerima paketnya?" Suara Bara terdengar di seberang sana. Mendengar itu, tiba-tiba saja pipi Illy terasa panas. Satu tangan ia gunakan untuk menangkup pipi, ia mengulum senyum.
"Su-sudah," jawabnya terbata. Sedangkan di sana, Bara mendengarkan suara Illy dengan heran.
"Sudah kamu buka?"
"Belum," jawab Illy.
"Tunggu apa lagi? Cepat buka." Suara Bara yang terdengar jelas memerintah, kali ini tidak membuat Illy merasa kesal. Ia hanya tersenyum dan segera mendekati box yang sebelumnya ia dapat. Box itu ia buka dengan tidak sabar.
Sesaat kemudian, Illy memandang takjub pada isi box itu. Sebuah gaun berwarna hitam dengan potongan dada rendah terlihat begitu cantik dan anggun. Senyum Illy semakin mengembang, ia segera berlari menuju telepon yang masih tersambung dengan Bara.
"Sudah," ucap Illy dengan rasa bahagia yang tidak ia sembunyikan. Di seberang sana, Bara menarik sudut bibirnya.
"Bagus. Nanti malam aka ada sopir untuk menjemput kamu jam tujuh. Pakailah gaun itu." Illy mengangguk meski Bara tidak bisa melihatnya. Setelah itu, tidak ada lagi yang Bara ucapkan. Sambungan telepon pun terputus.
Dengan perasaan bahagia yang membuncah, wajah illy penuh dengan senyuman. Ia mendekap gaun yang diberikan Bara. Illy tidak sabar menunggu malam tiba.
☁☁☁
Illy memperhatikan penampilannya di depan cermin. Memindai tubuhnya yang sudah terbalut gaun pemberiam Bara. Sangat pas, Bara masih mengingat selera dan ukuran gaun dirinya. Illy kembali tersipu dengan hal sederhana ini. Ia bubuhkan makeup tipis pada wajah, ia kenakan beberapa perhiasan seperti anting dan kalung untuk menguatkan kesempurnaan penampilan yang akan ia tunjukkan di depan Bara.
Sebentar lagi sopir kiriman Bara akan datang, ia keluar dari kamar dan segera turun dari lantai dua. Menunggu di ruang tamu sembari menyalakan tivi . Meskipun lagi-lagi tivi itu tidak mendapat perhatian darinya.
Suara klakson mobil terdengar, Illy segera mematikan tivi dan keluar dari rumah. Tak ingin membuang waktu, Illy segera memasuki mobil itu dan meminta sang sopir untuk menjalankan mobil ke tempat tujuan. Apakah Illy tahu? Tidak. Karena Bara tidak mengatakan apa pun selain memberitahunya mengenai sopir yang akan menjemput.
Di dalam mobil, entah kenapa jantung Illy yang sebelumnya berdetak di atas normal, kini terasa semakin cepat. Ia merasa gugup sehingga sesekali meremas jarinya untuk menghilangkan rasa gugup itu. Meskipun, itu percuma. Waktu tiga puluh menit yang ditempuh, hingga sampailah Illy di tempat tujuan. Illy turun, memandang takjub sebuah danau yang terlihat terang di malam hari. Bagaimana tidak? Taman di samping danau sudah disulap menjadi tempat makan malam romantis bagi pasangan yang sedang dimabuk cinta.
Lilin-lilin yang ditata begitu apik, membentuk sebuah hati dengan berbagai warna lilinnya. Lampion-lampion yang berbagai bentuk tergantung begitu indahnya. Berbagai macam-macam bunga turut menguatkan keindahan tempat ini. Di tengah tatanan semua itu, terdapat sebuah meja dengan dua kursi. Satu lilin menyala di atas meja.
Tepat di samping meja, sosok Bara berdiri begitu gagah dengan setelan berwarna putih. Illy sempat memandang Bara bingung kala melihat pakaian mereka tidak sama. Namun, Illy segera mengenyahkan pikiran itu. Mungkin, ini adalah cara Bara.
Setelah mobil yang sebelumnya membawa ia pergi, Illy segera melangkah mendekati Bara dengan pelan. Detakan jantungnya pun terasa semakin menggila. Bahkan langkahnya terasa bergetar mendapati ini semua. Bara ... ternyata masih semanis dulu. Apa, pembalasan dendam pada dirinya sudah cukup dua bulan ini bagi Bara?
"Hai," sapa Illy saat ia sudah berhenti di depan Bara. Illy menunduk, merasa malu karena tidak bisa menyembunyikan senyum yang sedari tadi terhias, juga semburat merah di pipinya.
"Hai!" Bara balik menyapa. Sesaat kemudian, Bara meraih sebuah nampan di mana di atas nampan itu terdapat sebuah box berbentuk hati berwarna merah. Bara memberikannya pada Illy.
Illy yang sebelumnya menunduk, kini mendongak menghadap Bara. Ia menatap Bara bingung. "Ap-apa ini?" Ada rasa haru yang tiba-tiba hadir dalam diri Illy. Tidak ada jawaban dari Bara. Bara hanya menatap nampan itu dan Illy secara bergantian, mengisyaratkan Illy agar segera menerima nampan itu.
Illy menerima nampan itu dengan ragu. "Untuk aku?" Lagi. Tidak ada jawaban dari Bara. Hanya senyuman penuh arti yang tercetak di wajah Bara.
Sesaat kemudian, suara mobil berhenti membuat keduanya menoleh. Mobil pada bagian belakang terbuka, tak lama seorang wanita dengan pakaian putih bak putri turun dari sana. Pesona yang memang tidak lagi diragukan membuat wanita itu terlihat begitu cantik. Senyum mempesona menghiasi wajahnya. Illy kenal dia, siapa lagi kalau bukan Lova?
Illy tentu saja menatap penuh tanya pada kehadiran Lova. Rasa bingung Illy pecah kala ia merasakan sebuah tarikan pada lengannya. "Berdirilah di sini." Illy semakin tidak mengerti. Baru saja ia akan bertanya, Bara sudah pergi meninggalkannya untuk menghampiri Lova.
Illy melihat keduanya berbicara sebentar, lalu terlihat Lova yang menautkan lengannya pada lengan Bara. Keduanya berjalan beriringan menuju meja yang sudah tersedia sebelumnya. Terlihat begitu serasi. Saat itulah Illy menyadari suatu hal, bahwa apa yang sudah Bara siapkan di sini, bukan untuk dirinya. Lalu, untuk apa Bara meminta ia datang kemari? Bahkan sampai membelikan ia sebuah gaun?
Terlihat Bara yang menarik kursi untuk tempat Lova duduk. Beberapa orang yang tidak ia ketahui dari mana asalnya datang mendekat. Beberapa orang memainkan sebuah musik, lalu beberapa lainnya menyiapkan hidangan di depan Bara dan juga Lova.
Illy hanya meremas nampan yang masih ia bawa, menahan gejolak yang membuncah di dadanya. Bahkan, rasa sakit kini mulai memenuhi seluruh tubuh,entah kenapa kakinya terasa berat untuk pergi dari sana. Mata mulai memanas, Illy masih berusaha menahan. Ia memilih mengalihkan pandangan. Tidak ingin melihat kemesraan makan malam antara Bara dan Lova. Pikiran Illy berkecamuk, apa ini masih salah satu dari balas dendam Bara? Sungguh, Bara telah berhasil melakukannya.
Saking lamanya ia menahan diri, ia sampai tidak mengetahui jika Bara dan Lova sudah menyelesaikan makan malam mereka. "Illy." Suara Bara membuat Illy tersadar, Illy segera menatap Bara dan Lova kembali.
"Kemarilah." Dengan ragu dan menahan diri, Illy mendekati kedua orang itu. Bara sedikit memberikan senyuman pada Illy.
Tatapan Bara beralih pada nampan, lalu tangannya terulur meraih box di atas nampan. Membukanya dan terlihatlah sebuah kalung yang sangat indah. Bara mengambil kalung itu dan menatap Lova dengan senyuman. Terluhat Bara tang mendekati Lova, lalu berdiri di belakang Lova. Bak adegan sinetron romantis, Bara mulai memasangkan kalung itu pada Lova. Di tempatnya, Illy hanya diam menatap nanar. Meremas nampan yang masih ia genggam. Bahkan, tangan terluka akibat nampan tidak menjadi daya tarik Illy. Illy, hanya sibuk menahan sakit yang ia rasakan saat ini. Sakit? Tapi karena apa?
"Terima kasih Illy." Bara berucap dengan sudut bibir tertarik ke atas. Tidak ada jawaban dari Illy, karena ia merasa tak mampu mengeluarkan kata-katanya. Ia hanya mampu memperlihatkan senyum yang ia paksa.
"Terima kasih untuk bantuan kamu malam ini. Kamu bisa pulang dengan mobil yang sebelumnya menjemput kamu." Illy mengangguk, ia cukup bersyukur jika Bara memintanya untuk pulang. Karena sungguh, ia tidak lagi mampu jika harus berlama-lama berada di sana. Hatinya tidak sekuat itu.
Illy sedikit berlari saat melihat mobil yang membawanya ke tempat menyakitkan ini. Illy membuang nampan tepat sebelum ia memasuki mobil, segera meminta sang sopir untuk menjalankan mobil menuju rumah. Di dalam mobil, tangis Illy pecah. Menumpahkan segala rasa sakit yang sedari tadi ia tahan. Bara, masih ingin menyakiti hatinya.
||🐰🐰🐰||
🤭🤭🤭😘😘👌
🐈Salam🐈
☁️ EdhaStory☁️
🖤🖤🖤🖤🖤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top