🐈 Part 17 🐈
Your Wife is Mine
Part 17
🐈🐈🐈🐈🐈☁☁☁🐈🐈🐈🐈🐈
Bara membuka pintu kamar Illy dengan kasar, menimbulkan suara dentuman yang cukup keras. Namun tak juga membangunkan si pemilik kamar. Segitu lelahnya kah wanita itu?
Ya, semalam Bara memang melakukannya secara brutal dan kasar. Berulang kali hingga waktu berujung pagi. Setelah ia puas, ia pun meninggalkan Illy begitu saja di kamarnya. Tak peduli wanita itu yang masih menangis di kamar. Bara mendekat, ia melihat Illy yang masih nyaman di atas kasur dengan tubuh ditutupi selimut sampai batas dagu.
"Bagun!" titah Bara dingin. Ia mengguncang pundak Illy dengan kasar. "Bangun pemalas. Saya lapar."
Tampak Illy yang membuka kedua mata, tetapi tak lama kemudian menutu kembali. "Bara, badanku terasa sakit. Beri aku waktu istirahat untuk saat ini," ucap Illy dengan suara lirih yang masih mampu Bara dengar.
Bara hanya menatap datar Illy. "Cepat bangun. Tidak ada pembantu di rumah ini." Setelah mengatakan itu, Bara menarik kasar selimut Illy dan membuangnya begitu saja.
"Cepat bangun!" Karena tangannya ditarik, mau tidak mau Illy pun menuruti perintah Bara. Setelah kejadian semalam, tentu saja Illy tidak ingin lagi macam-macam pada Bara. Masih dengan keadaan tubuh lemas, Illy melangkah keluar dari kamarnya. Menuruni tangga dan segera memasuki area dapur.
Seperti biasa, Bara hanya akan duduk diam di meja makan menunggu Illy menghidangkan makanannya. Saat Bara mendengar Illy mulai beraksi dengan kegiatannya, Bara memilih memainkan gawainya. Tak memedulikan Illy yang sering kali mendesis karena menahan sakit di kepalanya.
Beberapa menit berlalu, Illy telah selesai dengan acara masaknya. Cukup nasi putih dengan sayur bening. Tempe dan juga ayam goreng. Kenapa harus memasak seribet itu di saat kondisinya sedang kurang enak badan? Salahkan Bara yang tidak menyukai nasi goreng. Aneh sekali. Di saat banyak orang asing sangat menggilai nasi goreng, justru Bara malah membencinya.
"Hidangkan." Illy menarik napas berat, ia meraih piring yang diulurkan Bara padanya. Mulai mengisi dengan nasi dan lauk pauk yang sudah ia masak. Setelah mengembalikannya pada Bara, Illy pun turut duduk di samping Bara, dan ingin ikut makan bersama Bara. Namun, ia urung mengambi ya nasi saat Bara menarik wadah nasi yang akan ia raih. Illy menatap Bara bingung.
"Apa yang kamu lakukan?" Bara bertanya dengan nada dingin. Ia menatap wajah Illy dengan tatapan khasnya. Datar.
"Ma-makan."
"Siapa bilang saya mau makan satu meja dengan kamu?" Illy cukup tertegun dengan ucapan Bara. "Berdiri di sana. Kamu makan setelah saya makan." Illy menampakkan wajah protes, tetapi ucapan yang siap ia keluarkan seolah menyangkut di tenggorokan saat Bara menatapnya lebih tajam. Lagi, mau tak mau ia melakukannya. Berdiri di dekat meja pantri siap menyaksikan Bara makan.
"Bara." Suara merdu wanita yang memanggil nama Bara terdengar dari luar, Bara dan Illy sama-sama menoleh. Terlihat jelas raut wajah Bara yang berubah dari sebelumnya. Dari muka datar, kini ia menampakkan senyum tipis.
Bara bangkit, ia pergi meninggalkan ruang makan. Mungkin menghampiri wanita yang suaranya tadi terdengar. Meninggalkan Illy yang belum tahu siapa orang yang bertamu di pagi hari seperti ini. Akan tetapi, Illy seperti mengenal suara itu.
Tak lama, Bara datang dengan merangkul pinggang seseorang. Benar bukan? Melihat itu, Illy menarik napas dalam. Napas yang terasa hangat. "Duduk, Lov. Kita makan bersama." Bara dengan manis menggeser kursi untuk Lova duduk. Sedangkan Illy, Bara biarkan berdiri. Padahal saat ini keadaan Illy tidak sedang baik-baik saja.
Illy hanya bisa meneguk ludahnya saat Bara dan Lova mulai menikmati sarapan mereka. Kaki yang terasa pegal membuat ia ingin duduk sebentar saja. Namun, ia tahu bagaimana Bara akan marah jika ia melakukan itu. Bertahan dan menahan sakit, menjadi pilihannya.
"Sudah selesai?"
"Sudah." Jawaban itu membuat Bara bangkit dan mengulurkan tangan pada Lova. "Kita berangkat sekarang?" tanya Lova. Ia mendongak menatap Bara yang berdiri di sampingnya. Wajah yang selalu bisa dilihat tampan itu begitu menyejukkan jika dinikmati dari posisi seperti ini.
Bara mengangguk, Lova segera meraih tangan Bara. Seperti biasa, ia tahu jika Bara akan mengapit pinggangnya. Baru beberapa langkah, Bara menghentikan langkah. Bara sedikit menoleh pada Illy. "Sekarang kamu boleh makan." Setelah mengucapkan itu, Bara pergi begitu saja. Kembali meninggalkan Illy setelah berhasil menyakiti Illy.
Illy menatap Bara dengan wajah sendu, lalu beralih pada meja makan. Menatap nanar apa yang ada di meja itu. Illy mendekat dengan langkah terasa berat. Di sana, hanya ada sedikit nasi dan juga sayur yang hanya tinggal kuahnya. Memang, pagi ini ia memasak hanya sedikit. Di samping tubuhnya yang terasa sakit, ia hanya berpikir bahwa hanya ia dan Bara saja yang akan makan bersama. Bahkan, ia hanya menggoreng ayamnya dua potong, dan sekarang tentu saja ayam itu sudah habis tidak bersisa.
Illy memejamkan mata. Biarlah, yang penting ini cukup untuk mengganjal perutnya. Jika ia harus menggoreng ayam lagi, tubuhnya benar-benar sudah tidak sanggup. Mungkin setelah ini ia akan tidur di kamar. Selagi Bara tidak ada di rumah.
☁☁☁
Illy membuka mata saat merasakan seseorang duduk di sampingnya. Ia melihat laki-laki paruh baya dengan kaca mata yang bertengger manis di hidung, juga jas putih yang menandakan bahwa ia adalah seorang Dokter. Di belakangnya, berdiri seorang wanita yang menggunakan pakaian berwarna hitam putih.
Tidak jauh dari sana, Bara tengah berdiri dengan melipat tangan di depan dada. Tidak lupa juga wajah datar yang selalu ia tunjukkan.
Illy kembali melihat sang Dokter yang saat ini tersenyum kepadanya. Lalu Dokter itu bangkit mendekati Bara. "Tidak ada yang serius Pak Bara. Mungkin Ibu Illy hanya kelelahan saja." Bara hanya mengangguk tanpa menjawab. Ia pun tidak menoleh pada sang Dokter, hanya menatap tajam lurus pada Illy.
"Ini resep obatnya, diminum setelah Ibu Illy makan ya, Pak." Kali ini, Bara menoleh, ia menerima secarik kertas yang berisikan resep obat yang harus Illy minum.
Mendongak, Bara mengangguk dan berucap, "Terima kasih." Mereka saling berjabat tangan, setelahnya sang Dokter pergi meninggalkan kamar Illy. Tetapi tidak dengan Bara dan wanita yang masih berdiri di samping ranjang Illy.
"Buatkan makanan," ucap Bara. Tidak perlu diperjelas ucapan itu untuk siapa. Karena setelah Bara mengucapkan itu, wanita yang sebelumnya hanya berdiri kini mulai pergi meninggalkan keduanya.
Masih dengan tatapan datar dan pandangan tajam, Bara mendekati Illy. "Duduk!" Ucapan Bara yang terdengar datar menandakan tidak ingin dibantah. Meski tubuh Illy masih terasa lelah, juga kepala yang terasa pusing, Illy memaksakan dirinya untuk duduk.
Bara membungkuk, memosisikan dirinya agar lebih dekat dengan Illy. Sedangkan Illy, ia tidak berani memandang Bara yang saat ini wajah mereka sangat dekat, Illy hanya bisa menunduk dengan memilin baju yang ia kenakan. Sesaat kemudian, Illy meringis kesakitan. Tangan kekar Bara memegang dagunya kasar dan menarik kuat sehingga membuat wajah Illy mendongak dan menatap Bara. Rasa nyeri itu sangan terasa, belum lagi kuku Bara yang sedikit menancap pada kulitnya membuat Illy merasa perih.
"Menyusahkan!" Bara melepaskan dagu Illy dengan kasar, membuat tubuh Illy sedikit terhuyung ke belakang. "Berhenti menyusahkan saya!" Bara berbalik, bersiap untuk pergi.
"Kalau begitu-" Langkah Bara terhenti kala ia mendengar suara Illy. Tanpa menoleh, ia hanya menunggu. "Kalau begitu, lepaskan aku, ceraikan aku. Biarkan aku pergi dari sini agar aku tidak menyusahkan kamu lagi." Suara Illy tercekat, rasa pusing yang kembali dirasa sekuat tenaga ia tahan.
"Untuk uang yang sudah kamu berikan untuk keluargaku, aku akan mengembalikannya. Sedikit demi sedikit," lanjut Illy.
Bara menarik salah satu sudut bibirnya, ia menolwh dan menampakkan wajah mengejek pada Illy. "Kamu pikir saya akan mudah melepaskan kamu? Tidak akan." Wajah tanpan di hadapan Illy, menyembunyikan iblis yang tidak mempunyai rasa kasihan. Wajah tampan yang dulu selalu Illy lihat menebar senyuman pada semua orang, kini seolah lenyap tak tersisa. Seolah yang berdiri di depannya saat ini bukanlah Bara. Melainkan orang lain.
"Saya tidak akan melepaskam kamu dengan mudah. Kamu harus merasakan rasa sakit yang lebih sakit lagi." Satu bulir air mata jatuh dari pelupuk mata Illy. Dendam Bara, terhadapnya terlihat sangat besar.
"Jangan pernah bermimpi untuk lepas dari sini. Atau keluargamu yang akan menggantikannya." Illy hanya menatap kepergian Bara dengan hati terasa nyeri. Entah penyiksaan seperti apa lagi yang akan ia dapat setelah ini. Jadi, akan terasa percuma jika tubuhnya yang sekarang sakit akan diberi perawatan dan juga obat. Jika setelahnya, rasa sakit itu akan kembali Bara berikan untuknya.
🐈🐈🐈🐈🐈☁☁☁🐈🐈🐈🐈🐈
Sudah ada yang order belum? Yuk Lah yang mau order. Bisa lewat tokped sama shopee loh. Yang mau linknya, cus sini chat aku.
083873419998. Simpen Nomornya buat kenal othornya cuma boleh kok😋😋😉
🐈Salam🐈
☁️ EdhaStory☁️
🖤🖤🖤🖤🖤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top