🐈 Part 11 🐈

Your Wife Is Mine

Part 11

🐈🐈🐈🐈🐈☁☁☁🐈🐈🐈🐈🐈


Pemuda tampan itu terbangun di kamar yang asing, kerutan di kening menjelaskan ia tengah kebingungan. Belum lagi saat menyadari sebuah tangan kecil yang melingkari perut berototnya.

Berotot? Matanya membelalak karena terkejut, ia menyibakkan selimut yang menutupi tubuh. Kepalanya terasa dipukul sesuatu yang keras saat melihat tubuhnya dari atas sampai bawah tak tertutupi sehelai kain pun.

Terasa pergerakan di samping, menandakan ada orang lain di sana selain dirinya. Ia menoleh, dan semakin terkejut saat melihat makhluk hawa tertidur di sana. Tak lama, mata yang terpejam itu terbuka, memberikan seulas senyuman di sana. "Hai, Sayang," sapanya masih dengan senyum yang menghiasi wajah. Berbanding terbalik dengan wajah si pemuda.

"Ap-apa yang sudah terjadi?" tanya pemuda itu yang masih belum memahami keadaan yang telah terjadi. Sebenarnya, cukup dimengerti akan ke mana arah kejadian ini. Hanya saja, di balik benaknya ia masih menyugesti diri untuk tidak berpikir yang tidak-tidak.

Wanita itu menunjukkan wajah tidak suka atas pertanyaan yang baru saja diberikan oleh pemuda di sampingnya. Ia Segera duduk untuk memudahkan mereka saling berbicara. Tingkahnya itu, membuat selimut yang menutupi dadanya melorot, menampakkan buah dada yang kali ini tidak tertutupi apa pun.

Mata tajam pemuda itu melotot, ia segera memalingkan wajah. Saat itu_lah, senyum jahil terbit pada wanita itu, sesaat kemudian segera mengubahnya lagi karena ada sesuatu yang harus dibahas.

"Kamu berbicara apa?" Wanita itu bertanya tidak suka. "Jangan bilang kalau kamu lupa apa yang kita lakukan semalam." Mendengar wanita itu apa yang ditakutkan, pemuda itu mengepalkan tangan. Meluapkan emosi yang entah kenapa datang tiba-tiba. Sedangkan wanita itu, kembali mengukir senyum yang tidak disadari oleh si pemuda.

"Kamu membawaku kemari, meminta izin padaku untuk memilikiku seutuhnya. Apa kamu lupa dengan kata-kata kamu yang begitu romantis semalam?" lanjut wanita itu. "Aku tahu kamu memang mabuk. Tapi, 'kan …,"

Si pemuda semakin menggeleng dengan cepat. "Tidak, tidak. Itu tidak mungkin," Si pemuda mengelak.
"Apa?" Kali ini, wanita yang dalam keadaan naked itu menatapnya dengan marah. Tak memedulikan tatapan kemarahan itu, ia bangkit dari ranjang begitu saja. Segera mencari pakaiannya yang berserakan, lalu mengenakan tergesa dan pergi dengan acuh dari tempat itu. Lagi, mengabaikan teriakan wanita yang didapati di sampingnya saat membuka mata sedang memanggil-manggil namanya.

☁☁☁


Lima hari berlalu, pemuda itu mengira bahwa apa yang terjadi beberapa waktu lalu sudah berakhir. Namun, nyatanya kejadian di mana ia terbangun satu ranjang dengan seorang wanita membawa petaka di hidupnya. Foto-foto mereka tersebar di mana-mana. Membuat ia diremehkan satu kampus. Tak ada lagi teman membuat pemuda itu merasa tertekan. Namanya yang dulu diagung-agungkan, kini begitu dicela.

Ia menyerah, tak sanggup lagi akan segala cacian yang diterima, yang dilakukan hanya diam dan mengurung diri di rumah. Membuat kedua orang tuanya menjadi khawatir, resah akan kesehatan mental putra semata wayangnya. Sesuatu harus kedua paruh baya itu lakukan. Pilihannya, mereka membawa sang putra pergi jauh dari tanah kelahiran ini. Membawa jauh luka yang tersemat di hati buah hati mereka.

Seolah Tuhan tengah menguji, mengukur seberapa besar kesabaran pemuda itu. Di dalam perjalanan, kejadian naas menimpa keluarganya. Tabrakan beruntun di jalan kota New York, menyisakan dirinya seorang diri, sebatang kara. Merenggut nyawa orang tuanya. Hal yang sekali lagi, membuat dunia pemuda itu seolah runtuh. Remaja berusia tujuh belas tahun, harus menjadi seorang yatim piatu, menangis histeris saat jasad tak berdaya harus terkubur dalam tanah.

☁☁☁

Bara gelisah dalam tidurnya, ia merasa tidak tenang, peluh sudah membanjiri wajah. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri, menyatakan ada sesuatu yang membuat ia tidak nyaman dalam tidur. Kedua telapak tangan yang terkulai lemas di sisi tubuh, terlihat mengepal hingga membentuk jari buku. Seolah ada sesuatu yang ingin terlampiaskan.

Lova yang berada di sampingnya merasa terusik, ia membuka mata dan menoleh pada Bara, mendapati laki-laki itu dalam keadaan gelisah dan kening terlipat. Tentu saja itu membuatnya terkejut. Perempuan yang masih dalam keadaan mengantuk itu berusaha ia tepis itu duduk dan membangunkan Bara.

"Bara! Wake up. Bara!" Ia membangungkan dengan menggoyangkan tubuh Bara dengan keras, terus berusaha agar Bara segera membuka matanya. Peluh yang terlihat semakin membasahi wajah Bara, membuatnya khawatir.

"Bara, wake up!" Ia membangunkan tubuh besar itu dengan susah payah. Namun, tetap tidak dapat menyadarkannya. Tak memiliki pilihan lain, diraihnya gelas berisi air di nakas samping, memercikkan sedikit pada wajah Bara berharap kesadaran akan tiba.

Berhasil. Bara terbangun dan matanya terbuka sempurna. Napas memburu terdengar begitu keras, seolah mengisyaratkan baru saja mimpi yang menakutkan bertamu padanya.

"Bara, you okay?" tanyanya khawatir. Ia menangkup wajah Bara agar menatapnya. Sedikit memberi belaian pada kening dengan gerakan pelan ibu jari.

"Lova," panggil Bara dengan suara lirih. Napas memburu masih terasa, ia mengusap wajahnya dengan kasar. Merutuki mimpi yang baru saja ia hadir saat sedang bersama Lova.

"Kamu bermimpi itu lagi?" tanya Lova, dan Bara mengangguk. Segera Lova membawa Bara dalam pelukannya. Memberikan pelukan hangat agar laki-laki tanpa kaus itu bisa merasa tenang kembali.

"Bukankah sudah lama kamu tidak mendapatkan mimpi itu?" Lova bertanya di sela-sela kegiatannya yang mengusap kepala berambut lebat itu di dalam pelukannya.

Bara melepaskan diri dari pelukan Lova, ia meraih tangan putih berhias merah pada kuku dan mengecupnya, lalu memandang iris di hadapannya dengan tatapan sayu. "Aku mendapatkannya lagi," ucapnya serak. Suara yang biasa terdengar tegas kini begitu lirih, isyarat akan kesedihan di sana.

Lova memandang Bara sedih, ia menangkup pipi tirus dengan satu tangan, kembali mengusap dengan ibu jari. "Sejak kapan mimpi itu hadir lagi?" Suaranya juga terdengar sedih, menatap iba akan pemuda di hadapannya.

"Sejak hari pertama aku menginjakkan kaki di negara ini." Jawaban Bara meluruhkan air mata Lova. Rasa khawatir semakin besar saat mengetahui Baranya mendapatkan mimpi itu lagi. Oh. Laki-laki yang malang. Padahal, dia sudah lama tidak mendapatkan  itu lagi setelah menjalani beberapa terapi yang sangat menyiksa.

"Kita pulang ke Amerika, ya?" Bara segera menggeleng mendengar ucapan Lova. Ia tidak ingin pulang cepat ke Negara Adidaya. "Aku mengkhawatirkanmu, Bara." Tatapan sendu dari Lova yang ditujukan padanya, semakin membuat ia tidak ingin kembali ke Amerika.

Bara menangkup wajah Lova. "Tidak, Lova. Aku tidak bisa kembali sebelum semua urusan di sini aku selesaikan dengan sempurna." Bara menjelaskan dengan baik yang tentu saja dimengerti oleh Lova. Hanya saja—

"Tapi—"

"Trust me. I can do this." Bara memberikan tatapan keyakinan, membuat Lova mau tidak mau mempercayainya. Apa pun yang menjadi niatnya harus tercapai. Perempuan itu mengangguk, ia memang sudah mengira jika tidak akan bisa menghentikan Bara. Apa yang Bara inginkan, sangatlah besar, dan harus tercapai.

Lova mengangguk. "Aku akan selalu ada di samping kamu," ucap Lova kemudian. Ya. Tidak ada yang bisa Lova lakukan selain tetap di samping Bara. Mendukung dan menguatkannya.

"Aku tahu. Kamu memang selalu mengerti aku dari dulu. Hanya kamu." Lova tersenyum mendengar ucapan itu. "Hug me," ucap Bara yang mana Lova segera meraih tubuh kekar itu dan membawanya dalam pelukannya.

"We gonna sleep now?" Bara terkekeh mendengar ucapan Lova. Ia segera melepaskan pelukan dan memosisikan dirinya untuk segera tidur. Kali ini, Lovalah yang berada dalam pelukan Bara. Menyamankan dirinya dalam pelukan hangat dada bidang.

Dalam keremangan malam, mata Bara menatap nyalang ke arah depan. Siapa pun yang melihatnya akan tahu, tersimpan kemarahan yang siap diluapkan. Tersimpan dendam yang siap dibalaskan. Ya. Dendam itu ... harus terbalaskan. Siapa pun yang turut andil di dalamnya. Di dalam kehancuran masa mudanya.

🐈🐈🐈🐈🐈☁☁☁🐈🐈🐈🐈🐈

Aku up satu bab, ya. Memang prosesnya agak lama untuk bukunya🙏🙏🙏🙏

Masih edit sama editor☺☺

Minal aidin walfaidzin. Mohon maaf lahir batin🙏🙏😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top