10 - Kiy

Aku terdiam setelah mengucapkan jawaban ku barusan. Nayoung juga diam.

Aku tau pasti apa yang membuatnya terdiam, tapi diantara aku dan Nayoung seperti enggan mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran masing-masing. Bukan enggan kata yang tepat tapi semacam tidak ingin karena bisa saja setiap kata yang keluar akan mempengaruhi banyak hal yang ada.

Ketika sampai depan rumah Nayoung aku melihat Hanbin berjalan cepat kemudian hilang di ujung gang. Sepertinya Nayong tidak melihatnya, jadi setelah aku pastikan Nayoung menutup pintu pagar rumahnya aku langsung pergi ke ujung gang yang di lewati Hanbin barusan.

Tak ku sangka ternyata Hanbin berdiri tidak jauh dari belokan gang tersebut.

Setelah aku berjalan mendekatinya, Hanbin yang tadinya bersandar di dinding sambil memainkan handphonenya melihat ke arah ku yang sudah sepenuhnya melewati belokkan gang.

Aku berhenti tak jauh dari nya berdiri, Hanbin melihat ke arah.

Kemudian berucap, "Aku ingin bicara. Dan ini penting"

***

Sudah seminggu sejak Hanbin bicara, atau lebih tepatnya ia bercerita di gang dekat rumah Nayoung.

Dan aku masih terlalu syok untuk tau semua ini. Padahal baru saja aku memikirkannya apa saja yang telah aku lewatkan sampai-sampai aku melupakan bagian terpenting dan ternyata benar semua yang aku anggap hanya sebuah kemungkinan itulah kenyataannya. Kenyataan yang tak ingin aku ingat dan sudah pernah ku lupakan.

Aku masih amat sangat tidak percaya apa yang aku pikirkan seperti itulah kenyataannya. Bahkan sampai sekarang aku masih berpikir yang Hanbin jelaskan padaku adalah sebuah pengantar dongeng sebelum tidur yang bahagia sampai jatuh tertidur tapi kemudian aku bermimpi buruk kemudian terbangun dan memulai hari ku seperti biasa.

Aku bahkan sempat protes pada Hanbin dan selalu mengatakan berulang-ulang padanya bahwa yang dikatakannya barusan semuanya hanya omong kosong. Ia berbohong padaku.

Tapi dengan sadisnya Hanbin menampar pipi ku dengan kepalan tangannya sampai membuat ujung bibir ku mengeluarkan darah.

Hanbin menyeretku memberikan bukti apa yang ia katakan semuanya bukan omong kosong.

Mataku bahkan melotot kaget, kaki lemas sampai aku harus menyangga tubuh ku ke dinding yang tak jauh dari tempat ku berdiri.

Ku lihat Hanbin yang berdiri di sebelah ku, wajahnya tampak lelah berbeda dengan 4 jam yang lalu ia masih terlihat segar saat aku ke rumahnya atau ke rumah Changkyun. Masa bodoh dengan Changkyun.

Mengerti atau tidak aku tetap diam saja saat itu Hanbin duduk tak jauh dari ku. Aku bahkan lupa berapa lamanya aku berdiri di sana dan lewat tengah malam aku baru sampai rumah ku.

Aku mengusap wajah ku kasar, bahkan aku sudah mengacak-acak rambut ku dengan frustasi berulang-ulang kali. Aku masuk ke dalam selimut membuat seluruh tubuh ku bergelung di dalamnya.

Tok... tok... tok...

Pintu kamar ku di ketuk dari luar.

"Kihyun, Mama ingin bicara. Bisa Mama masuk?"

Ahh itu Mama ku. Kenapa tidak Hanbin dan tidak juga Mama ku selalu berucap seperti itu jika mereka ingin bicara. Baiklah untuk Hanbin wajar saja jika ia harus mengawali pembicaraan harus seperti itu. Tapi ini Mama ku kenapa juga harus berucap terlebih dahulu.

"Masuklah Ma!" ucapku membuka pintu kamar lebih lebar untuk Mama masuk ke dalamnya.

Aku mengikutinya dari belakang dan Mama memilih duduk di ujung tempat tidur ku. Mama menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya menyuruh ku untuk duduk di sebelahnya.

Setelah aku duduk di sebelah Mama, ia melihat ke arah ku.

Ia memelukku, menaruh dagunya di bahuku.

"Ma..." kataku.

"Maafkan Mama Kiy, Mama tidak bermaksud ingin menutupi semuanya darimu apalagi membohongimu. Mama hanya..."

"Hanya ingin membuatku tidak merasa bersalah" ucapku melepaskan pelukkan Mama. Aku melihat ke arah Mama dengan tidak percaya. "Nayoung sendirian di sana. Dia kesepian. Dan Mama tidak pernah menceritakan semuanya padaku"

Aku kembali mengusap wajah ku kasar.

"Terus jika Mama ceritakan semuanya pada Kihyun, apakah Kihyun akan ke sana, menyusul Nayoung dan meninggalkan Mama? Begitu Kiy?" kata Mama sedikit berteriak memegang kedua lengan ku. Sungguh aku bukan bermaksud untuk meninggalkan Mama atau apa, tapi aku hanya ingin tau. Hanya itu.

"Bukan begitu maksud Kihyun Ma" ucapku melembut.

Mama meneteskan air matanya, "Tidak ada pilihan lain" ucap Mama sambil menghapus air matanya. "Kita harus pindah"

Aku tiba-tiba berdiri, tak terima.

"Kenapa kita harus pindah"

Mama berdiri lalu menampar pipi ku keras aku terdiam kemudian Mama memelukku lagi. "Mama sayang Kihyun. Kihyun jangan tinggalkan Mama"

Aku membalas pelukkan Mama mengusap punggung Mama yang bergetar, Mama menangis.

"Kalau Mama sayang pada Kihyun, relakan Kihyun Ma"


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top