🍁 Chapter 3

__________

(Name) menjedotkan kepalanya ke atas meja dengan pelan. Selama jam pembelajaran mulai, dia tidak mendapati Gojo masuk ke dalam kelas.

"Dia pasti bolos lagi," gumam (Name). Gojo setiap ada di dalam kelas selalu membuat heboh dengan tingkah absurd-nya. Jika pelajaran membuatnya bosan, dia akan bolos entah kemana, guru-guru juga sudah lelah menegurnya. Sialnya, dia salah satu anak dengan nilai yang sangat tinggi. Bisa dibilang, saingan (Name) dalam pelajaran.

Ucapan Shoko yang menyuruhnya untuk tidak terlalu memikirkan ini dia abaikan. (Name) terus kepikiran. Jangan-jangan keluarganya memang babu klan Gojo? Atau dia dijual ke klan Gojo sebagai babu? Pikiran negatif itu terus menghantuinya.

Bunyi bel istirahat berbunyi. (Name) dengan tidak bersemangat bangkit dari duduknya, mengambil roti dari dalam tas lalu keluar kelas. Berjalan menuju tempat favoritnya untuk makan siang. Taman belakang sekolah.

Taman itu jarang ditempati murid. Padahal taman disana lebih bagus daripada tempat lain di sekolah ini, terlebih dengan keberasaan pohon sakura yang sedang mekar membuat taman itu terlihat semakin indah.

(Name) duduk di atas rerumputan. Bersandar pada pohon, membuka bungkus roti berisi selai coklat.

"Wah! Kamu makan disini terus, ya??"

(Name) menegakkan tubuh karena kaget. Dia menoleh kesamping kanan dan kirinya. Tidak ada siapa-siapa. Lalu dari mana suara itu?

"Halo! (Namee)!! Aku disini!!"

(Name) mendongak. Matanya membulat. Mendapati Gojo dengan senyum cerahnya duduk di batang pohon yang besar. (Name) langsung berdiri. Tanpa sadar memberikan tatapan khawatir pada Gojo.

"Apa yang kamu lakukan disana? Cepat turun! Nanti jatuh!"

Gojo berkedip beberapa kali, ia memasang wajah polos. Dengan santai loncat ke bawah dan mendarat di atas tanah. Beberapa helai kelopak bunga sakura berjatuhan karena goncangan akibat loncatnya Gojo.

Kaki panjangnya melangkah. Membungkuk menyamai tinggi (Name).

"Kenapa? Kamu khawatir padaku?"

"Tentu saja! Kalau kamu jatuh pasti sakit 'kan?!"

Gojo terdiam. Menegakkan kembali tubuhnya lalu menggaruk belakang kepalanya. Dia memutar leher menatap arah lain, semburat merah samar-samar menghiasi pipinya.

(Name) menatap dengan bingung. Beberapa saat kemudian ingatan pagi tadi di depan gerbang melewati pikirannya.

"Ne, Gojo-san,"

Gojo menoleh. Memberikan tatapan bertanya.

"Apa maksud perkataanmu pagi tadi?"

"Aha!!" Gojo mengangkat telunjuk. Senyum kembali terpasang.

Gojo merogoh kantungnya. Mendapat yang dicarinya, dia menarik tangannya keluar dari saku.

"Tahu ini?"

(Name) melihat sebuah amplop hitam di tangan Gojo.

"Amplop," jawab (Name) santai. Warna amplop yang digunakannya kemarkn memang sama. Tapi, amplop berwarna hitam itu banyak dijual.

Senyuman Gojo melebar.
"Iya! Aku menemukannya di dalam lokerku! Tapi ... surat ini bukan ditujukan untukku!"

"Oh,"

Mengetahui lawan bicaranya tidak peka. Gojo menjadi tidak bersemangat. Dia dengan sedikit perasaan kesal mengeluarkan isinya lalu membacanya dengan suara lantang.

"Ehem!! Untuk Geto Suguru, aku---"

Perkataanya terhenti saat tangan mungil memegang lengannya. Wajah (Name) merah padam sampai ke telinga. Rasanya Gojo ingin tertawa gemas karena melihat wajah (Name) yang imut.

"T-tunggu! Kenapa surat itu--?!"

"Eh? Aku dapat surat ini dari dalam lokerku, lho," jawab Gojo santai.

Mata (Name) membulat. Dia pasti salah memasukkan surat itu ke loker Gojo. Kebiasaan buruknya saat gugup adalah tidak fokus dan ceroboh. Karena terlalu banyak fikir yang akan terjadi ke depan.

"J-jangan membacanya dengan suara keras, dong!" Ucap (Name) panik.

"Baiklah,"

(Name) dan Gojo saling tatap.

"Tapi ... kamu jadi babuku, ya? Ya ya?"

"Tidak mau!"

"Ya sudah. Surat ini bakal kuperlihatkan pada semua orang satu sekolah. Tapi ... aku tidak bisa melakukan itu. Oh! Lebih cepat jika aku mengumumkannya lewat mikrofon di ruangan kepala sekolah! Otw~~,"

"Eh?! Tunggu!!!"

(Name) menahan lengan Gojo yang akan melangkah pergi.

"J-jangan lakukan itu ...," ucap (Name) dengan volume kecil.

"Boleh! Tapi, kamu harus jadi babuku, ya? Ya? Ya? Ya?" Gojo bersikeras.

(Name) menggigit bibir bawahnya. Apa untungnya dia menjadi babu Gojo? Yang ada di akan kerepotan dengan permintaan Gojo yang pasti aneh. Tapi, (Name) juga tidak bisa membiarkan Gojo membaca surat cintanya. Merampasnya dari Gojo juga percuma, isi surat (Name) terlalu mudah diingat.

"B-baiklah," jawab (Name) dengan berat hati.

"Hahahhaha!! Yatta!!" Kedua tangan Gojo naikkan ke atas. Jari-jari tangannya membentuk peace, sebagai perayaan kecil keberhasilannya.

(Name) menatap Gojo jengkel. Anak pendiam sepertinya juga akan jengkel jika diperlakukan seperti ini.

"Baiklah~, nanti pulang sekolah tunggu aku didepan gerbang, ya?" Gojo menunjuk (Name) dengan jari telunjuk.

"Untuk apa?" Tanya (Name) dengan nada jengkel.

"Oh iya! Kamu selalu makan disini 'kan??"

Tahu Gojo mengalihkan pembicaraan. (Name) menatapnya datar. Menghela nafas, lebih baik (Name) mengikuti kemauan tidak langsung Gojo. Akan sangat repot jika dia tidak mengikutinya.

"Iya, tapi ... darimana kamu tahu?" (Name) menatap Gojo dengan tatapan bertanya.

"Eeh?? Kamu tidak sadar? Aku selalu ada di atas pohon itu setiap bolos dan jam makan siang, loh. Aku selalu melihatmu menikmati makan siangmu dari atas pohon. Kejam banget, aku selalu berharap kamu menyadari keberadaanku dan membagi makan siangmu, tau," mengerucutkan bibir. Gojo melipat kedua tangan di depan dada.

Beberapa detik, Gojo tidak mendapat respon dari lawan bicara. Mata unik miliknya melirik (Name). Mendapati wajah gadis itu memerah padam.

"Pft---," entah apa yang lucu. Rasanya Gojo ingin tertawa keras.

"J-jangan tertawa!!"

Tidak mendengar perkataan (Name). Gojo tertawa, tanpa sadar kedua tangannya terangkat mencubit kedua pipi (Name) dengan perasaan gemas.

"Kenapa? Kamu malu aku selalu melihatmu makan?" Gojo bertanya setelah tawanya mereda. Menatap lawan bicara dengan tatapan jahil dari balik kacamata hitam tebal berlapis-lapis.

(Name) tidak menjawab. Kedua tangannya menutupi wajah yang masih memerah.

"Kamu tahu nggak? Pipimu saat makan itu kayak tupai, lho. Pasti makanan penuh banget di dalam mulutmu, rahangmu nggak sakit ya mengunyah?"

"B-berisik!" (Name) mendorong tubuh Gojo yang mendekat. Kemudian berlari menjauhinya.

"Jangan lupa tunggu aku ya nanti!!!" Gojo berteriak. Melihat (Name) yang semakin menjauh dari pandangannya.

"Rencanamu berhasil,"

Dari semak-semak. Geto dan Mahito keluar, sebelum (Name) datang ke taman ini, kedua pria itu sudah bersembunyi untuk menguping dan menonton pembicaraan Gojo dan (Name). Dari awal, Gojo sudah menyadari keberadaan kedua orang kepo itu. Cuman dia abaikan.

"Kalian niat banget, ya?" Tanya Gojo.

"Kapan lagi hal seperti ini terjadi?" Ucap Geto, Mahito mengangguk menyetujui.

"Dasar jomblo,"

"KAU JUGA TAHU!!"

________

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top