Prologue:
Nampaknya cukup sampai di sini saja getaran rana kamera yang menyatu dengan ramai terus menyita atensi sang pemuda fotografer jalanan mulai membuatnya menghela napas dengan paksa pun mengeluhlah dia. "Ah, sudahlah, proyekku juga tak akan selesai dengan sendirinya ... ," gumamnya yang kemudian memutuskan untuk melangkah pergi saja daripada tenggelam dalam lukisan agung Sang Maha Kuasa pada semesta sampai nabastala berubah warna perlahan kala baskara kian memasuki cakrawala.
Sesaat malah membekaslah duka di antara perpaduan warna yang tercipta senja. Namun, sepertinya bukan masalah, selain diri tak dapat mengabadikan momen terbaik semesta yang sungguh sekadar sementara sebagai seorang pemuda fotografer jalanan pun yang dengan harap dapat mengingat alih-alih mengembalikan cerita yang baru saja disapu paramnesia.
" ... Mungkin ini bukan tempatku. Aku semakin tidak tahu apapun ... ," batinnya yang tak heran mengapa lara sempat bahkan kian mengiris dada.
Tak lama derit pintu menggema di setiap sudut ruangan yang penuh dengan barang-barang kemasan nampak siap pindah. Dan rupanya menampakkan sesosok pemuda datar penuh lukis lelah yang rupanya sudah ditunggu-tunggu mereka berupa dua pemuda lain yang ada di ruangan sana.
Pun sembari melanjutkan menata barang kemasan mereka, salah satunya mulai menyapa, "Oh, okaeri, Mayuyu. Kebetulan sekali aku belum selesai membantu membereskan kamarmu. Mungkin ada sesuatu yang kau butuh?"
" ... Mayuyu ... ?" gumam dia yang disapa Mayuzumi Kai tersebut malah termangu.
"A-ah, hora, hora, k-kau sudah mencoba menghafal namamu berkali-kali, loh. Jangan bilang kalau paramnesiamu mulai kambuh," ucap sang kawan dengan gagap saking takut jika benar begitu.
Sesaat Mayuzumi menggeleng. "Rasanya aku belum terbiasa dengan nama itu. Dan arigatou. Aku yang akan melanjutkan mengemas barangku," jawabnya.
Pun pemuda yang menjadi lawan bicara dengan surai hitam lebam berhias highlight merah yang menyandang nama Saeguaa Akina tersebut jadi menghela napas, sebelum akhirnya memberi anggukan sebagai jawaban, kemudian berlalu setelah dirasa semuanya benar-benar baik-baik saja.
Sementara Mayuzumi mulai menelusuri setiap sudut satu ruangan apartemen tempat ia berada sedari tadi sampai sekarang yang dipenuhi dengan tumpukan kardus hampir di mana-mana di ruangan sana dan sampai setidaknya ia mendapati sebuah sofa yang masih belum dikemas lengkap dengan meja yang bisa ia jadikan tempat bekerja sementara.
Hingga di saat yang bersamaan seorang pemuda satu apartemennya datang dan berkata, "Akhirnya kau kembali~ Lihat! Aku menemukan sesuatu yang menarik! Maa, mungkin ini salah satu kenangan nyata yang kau ketahui." Kemudian diberikannyalah sebuah kotak kecil berlapis beludru merah bersama dengan selembaran usang pada kawannya.
Namun, seribu sayang sampai ketika Mayuzumi menerima kotak beludru merah yang tak diduga ada sebuah cincin nikah, kemudian beralihlah segera ia pada selembaran usang berupa foto ternyata yang didapati telah separuh terbakar pun hanya menyisakan sosok dirinya nampak mengenakan cincin yang sama entah bersama siapa di sana.
"Wah ... , sayang sekali setengah wajah wanita ini terbakar .... Eh, aku juga tidak ada di sana!" heboh si kawan sesaat malah ikut-ikutan mengamati foto Mayuzumi lebih dari pemiliknya.
Berbeda dengan Mayuzumi yang baru saja menjawab dengan jeda. " ... Aku sendiri tidak tahu jika aku yang memiliki ini ...."
"Hee, tapi—"
"Kemarilah, Fuwa!"
"Ah, Akina ... Jaa, tapi memang kau yang ada di sana, loh, Mayuyu!" katanya yang diketahui sebagai Fuwa Minato itu sedikit berseru seraya menunjuk selembaran foto yang setia di tangan Mayuzumi tersebut saat mulai berlalu.
" ... Tetap saja aku bahkan masih tidak tahu ... ," gumam Mayuzumi sendu penuh ragu. Bagaimanapun, foto usang ini hanya akan membuat paramnesianya mendadak kambuh. Dan daripada semuanya benar berakhir dengan realita ingatan palsu.
Seketika Mayuzumi tergerak untuk kembali beralih mengamati selembaran foto lainnya yang dia ambil dari semesta. Dengan seksama ia mengamati satu persatu foto dengan setiap keindahan yang dilukis berbeda sampai membangkitkan keinginannya dalam mencari tahu setiap cerita di setiap tempat di mana dia ada, termasuk dia yang ada di foto usang sana, terlebih orang-orang di sekitarnya.
Maka sesaat tanpa ragu lagi pun cincin nikah dari kotak beludru merah yang diberikan Fuwa barusan mulai tersemat di jari manisnya yang kemudian membuatnya menggumam, "Kuharap ada sesuatu yang bisa kutahu ...."
Setidaknya membangkitkan secercah semangat untuk mencari tahu alih-alih melawan paramnesia alias ingatan palsunya itu.
Kian terasa bisu, walau nyatanya berada di tengah gaduh. Pun membuat dia sekadar mampu bertanya-tanya apa yang terjadi di balik pintu sana pada bayangan diri yang terpantul di jendela ruang rawatnya tersebut, termasuk dirinya yang tiba-tiba berakhir di sana saking habis jejak ingatan masa lalu mau sekeras apapun ia mengorek jawaban dari bagaimana bisa ia berakhir sebagai seorang pasien, sementara jubah putih yang dikenakannya menampakkan ia sebagai salah satu dari dokter di situ?
Namun, sungguh banyak yang telah ia tak tahu. Seolah semua memori masa lalu benar-benar hangus sampai menjadi abu pun bagai tersapu begitu saja layaknya debu. Bahkan label nama yang terukir dengan nama "Dr. Yukigane Errin" pun setia terpasang rapi di saku dada kiri malah membuatnya meragu.
Sesaat dia yang masih ragu diketahui sebagai Yukigane Errin pun menggenggam bahkan sedikit meremas jubah putih yang juga ia ragukan sebagai miliknya tersebut, kemudian menggumam, "Apakah aku memang bisa, walau amnesia ... ?"
Bagaimanapun, ia ingin pulih tanpa harus berdiam diri.
"Kita harus tunda jadwal tugas operasi beliau."
"Apakah itu berarti tugasku?"
"Y-yukigane/Yukigane-san ... !"
Segera dihampirinyalah segerombolan dokter yang dipenuhi kejut pun tak percaya di wajah sampai akhirnya Yukigane Errin berdiri dengan tegap di hadapan mereka yang seketika sala satunya bertanya, "A-apa yang--Bagaimana dengan amnesia Anda?"
"Apakah Anda benar-benar baik-baik saja, Sensei?"
"Sejak kapan ingatanmu kembali?"
Semua pertanyaan yang ada hanya dibalas dengan diam oleh Errin.
" ... Cepat jawab, Rin," panggil salah satunya yang diduga sebagai kepala dokter di antara mereka.
Errin menunduk perlahan pun tak terasa sampai ujung sepatunya tertangkap netra. " ... Tidak, masih banyak yang sudah aku tidak tahu ... , tapi memangnya kenapa kalau begitu?" ucapnya diakhiri tanya yang mampu membuatnya menatap satu persatu rekan-rekan dokternya yang nampak ternganga.
Sementara sang kepala dokter mengepalkan kedua tangannya sesaat, sebelum akhirnya membalas dengan bertanya, "Apa yang bisa kau lakukan dengan keadaan seperti itu?"
"Apapun karena amnesia bukan penghalang bagiku untuk membantu mereka yang lebih butuh ...."
" ... Baiklah, terserah padamu," ucap sang kepala dokter yang kemudian meninggalkan sebuah pesan, "Kalian lakukan apa yang dia suruh." Sebelum akhirnya benar-benar berlalu. Entah karena setuju atau memang tak ingin berdebat apalagi lebih jauh daripada itu di situ.
Pun Errin menghela napas sesaat. "Toh ini juga akan membantuku ... ," batinnya pun ikut alih-alih lanjut berlalu.
"R-Rin-sensei? Ah, yokatta, akhirnya kau baik-baik saja!"seru seorang wanita tiba-tiba, kemudian menghampiri Errin yang menjeda langkah.
"Sebenarnya belum, tapi ada yang bisa kubantu setidaknya?" tawar Errin sesaat mengamati sang wanita yang telah berdiri di hadapannya.
"S-souka, tidak hanya sayang sekali karena ... ada sesuatu yang harus kuberi ...." Ia mulai menunjukkan sebuah cincin nikah pada Errin pun lanjut berkata, " ... Aku ingin kau kembali mengetahui kalau ini milikmu yang sangat berharga, walau kau lupa siapa yang kau cinta, Errin-sensei."
"Cincin nikah ... ku?" Dan sesungguhnya tak diduga Errin malah terkejut penuh tanya. Entah kehilangan sekeping memori terkait cincin nikah tersebut atau memang tak ada satu di antaranya bahkan sampai ia terima. " ... Jadi, aku benar-benar amnesia sampai kehilangan kenangan tentang pernikahan dan ... yang kucinta ... ," gumamnya tentu merasa bersalah, walau agak bertanya-tanya.
Entah mengapa si wanita malah menghela napas tiba-tiba. "Maaf, karena hanya ini yang bisa kulakukan untuk ... membantu mengetahui suamimu ... , tapi kuharap kalian cepat bertemu," balasnya dengan senyum, kemudian meninggalkan Errin yang termenung di situ.
" ... Ah, benar, aku sampai lupa jika aku yang memiliki ini."
"Mungkin sebaiknya kita langsung check-up saja ke rumah sakit itu terlebih dulu sebelum ke apartemen baru, nee, Mayuyu." Fuwa membuka suara di tengah berkendara mengikuti mobil senior yang menunjukkan jalan menuju apartemen baru mereka.
"E-ehh, jangan seenaknya ubah jadwal!" ucap Akina gelagapan.
"Maa, maa~ Demi kebaikan Mayuyu~!" Pun Fuwa dengan entengnya putar balik menuju rumah sakit.
Sementara Mayuzumi memilih menjawab dengan anggukan saja.
"Bagaimana kalau coba di mulai dari menangani check-up terlebih dahulu, Yukigane-sensei?"
"Tentu."
Kedua wanita berbeda posisi tersebut segera melangkahkan kaki terus menelusuri lorong rumah sakit sana yang dengan berbagai macam penderita dan pengunjung menuju ruang rawat sang pasien Yukigane Errin ini berada.
Pun tak lama Mayuzumi Kai mengikuti salah seorang perawat yang akan mengantarnya menuju ruang rawat sesampainya ia di rumah sakit yang dituju bersama dengan dua orang temannya yang seribu sayang tak dapat ikut menemani dikarenakan harus menerima ganjaran telah mengubah jadwal tanpa membiarkan para senpai mereka mengetahui.
Tentu saja Akina ikut berperan memarahi Fuwa yang malah menyeretnya saking tak mau ditegur sendiri oleh para senpai bahkan sampai saat ini.
Sementara Errin menghela napas sesaat memasuki ruang rawat yang tentu terasa asing sekarang. Maka, ia memutuskan untuk mengamati setiap sudut dan alat medis di sana selagi menunggu pasiennya datang.
Dan rupanya ia hanya kehilangan data diri dan memori terkait orang-orang terkasih. Namun, tetap saja menyedihkan sekali.
"Shitsureishimasu," ucap Mayuzumi yang tak lain adalah pasien Errin pun menutup pintu ruang rawat sesaat setelah memasuki ruangan.
Seketika Errin terkesiap, sebelum akhirnya berbalik menatap pasien dan berkata, "Ah, ya, silakan duduk dan katakan keluhanmu." Ia pun menuntun sang pasien untuk duduk, ketika ia sendiri juga akan begitu.
Namun, Mayuzumi malah memilih untuk termenung pun tetap di dekat pintu yang mana membuat Errin bingung.
"Apa ada sesuatu yang mengganggumu?" tanya Errin yang enggan dilanda bisu itu.
Sesaat Mayuzumi tergerak untuk menatap manik sang dokter. " ... Aku tidak tahu jika kaulah istriku." Serius sekali katanya tiba-tiba segera setelah menemukan sesuatu yang sangat ingin dia tahu.
Pun tetap saja membuat Errin berdebar pun semakin penuh dengan kupu-kupu euforia seketika mendapati cincin nikah yang sama tersemat di jemari pasiennya. "Maaf, tapi aku sudah lupa jika kau adalah suamiku ... ," ucapnya seraya menggenggam cincin nikahnya dengan satu tangannya yang lain alih-alih menutup eksistensinya. Betapa ia masih ragu rupanya.
" ... Souka ...."
" ... "
"Jaa, apakah kau masih mau kembali bersamaku?" tanya keduanya bersamaan. Entah demi hubungan atau memang tak sabaran.
To Be Continued
Story By -freude
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top