Chapter 05: The Green Light
Bakugou itu seseorang yang mempunyai harga diri yang tinggi. Dia selalu berusaha melakukan apapun sendirian---setahunya hanya ada satu orang yang Bakugou akui boleh menolongnya.
Kirishima Eijiro adalah orang tersebut. Satu-satunya yang dianggap Bakugou sebagai teman dekatnya. Hubungan mereka berdua sangatlah bertolak belakang dengan hubungan Bakugou dan Midoriya.
Namun hari ini. Peraturan itu tidak berlaku. Bakugou terpaksa meminta tolong kepada Midoriya dan Todoroki.
Tidak ada yang bisa membayangkan. Betapa bahagianya Todoroki saat mengetahui Bakugou membutuhkan pertolongannya. Wajahnya dan kelakuannya memang tidak menyiratkan perasaan apapun. Namun hatinya sangat terharu sampai membuatnya ingin menangis bahagia.
"Andai dia lebih membutuhkanku lagi," batin Todoroki hanya bisa berharap sambil memandang bintang dari balkon kamarnya. Pemuda bersurai dwi warna itu bersandar pada pagar pembatas. Helai rambutnya tertiup angin malam. Wajahnya masih datar namun pikirannya melayang entah kemana.
Udara semakin dingin. Todoroki akhirnya memutuskan sudah cukup dirinya melamun di luar. Ia masuk ke kamarnya yang lebih hangat lalu duduk di depan meja belajarnya. Karena insiden tadi sore dia tidak sempat membaca buku-buku yang dipinjamnya dari perpustakaan.
Suasana hatinya sedang bagus. Mungkin karena itulah sedari tadi dia belum mengantuk. Dengan semangatnya yang berlebih ini, lebih baik ia menggunakan sisa tenaga tersebut untuk mulai mengerjakan tugasnya.
Sebelumnya ia ingin membuat minuman hangat. Todoroki keluar dari kamarnya dan menuju dapur di lantai satu. Begitu sampai di lobby----ruang bersantai para penghuni asrama. Dirinya dikejutkan oleh sosok seseorang yang biasanya jarang terlihat pada jam-jam segini.
Bakugou duduk di atas sofa, sendirian. Padahal biasanya si pirang itu selalu tidur tepat waktu----menemukannya masih bangun di tengah malam adalah salah satu kejadian paling langka di asrama ini. Nampaknya hari ini sang dewi fortuna lagi berbaik hati memanjakan Todoroki.
"Apa yang sedang kau lakukan disini?" tanya Todoroki seraya mendekat.
"Baca buku. Apa kau buta?" balas Bakugou ketus. Sepasang manik merah darahnya tidak lepas dari buku di tangannya, enggan untuk merepotkan dirinya sendiri untuk menoleh ke arah lawan bicaranya.
"........biasanya kau sudah tidur," kali ini Todoroki mencoba memperjelas pertanyaannya. "Apa ada sesuatu yang membuatmu susah tidur?" tanyanya lagi lalu duduk tepat di sebelah Bakugou. Tidak ada maksud terselubung. Dia hanya sebatas penasaran.
Sebelum menyukai Bakugou, dulu ia sering membuat si pirang itu menjadi subjek pengamatannya. Baginya, Bakugou terlalu menarik untuk ditinggalkan begitu saja.
"Bu-bukan urusanmu....." Bakugou menekuk bibirnya, kedua pipinya mulai merona. Entah apa yang membuatnya malu sampai harus menyembunyikan wajahnya di balik buku. "Ka-kau mengangguku. Jadi enyah lah......" Dengan wajah yang masih tertutup buku. Bakugou melambaikan tangannya seperti mengusir ayam saja.
"........baiklah kalau kau bilang begitu." Todoroki beranjak dari tempatnya. "Jangan memaksakan dirimu," begitu katanya sebelum mengambil langkah jauh.
Langkahnya terhenyak. Todoroki di buatnya kembali menoleh ke belakang. Bakugou menarik ujung bajunya, mencegahnya untuk pergi. Padahal barusan Todoroki di usir olehnya kan?
Cengraman tangan Bakugou semakin erat, Todoroki sampai dibuatnya hampir jatuh ke belakang karenanya. Serius, apa yang terjadi pada Bakugou malam ini?
Menyerah untuk mencari jawaban di kepalanya. Todoroki memutar balik arah badannya. Dia berdiri di depan Bakugou sambil mengamati kondisi pemuda tersebut. "Apa kau sedang tidak enak badan?" tanyanya lalu berjongkok agar pandangannya lebih sejajar dengan Bakugou yang masih duduk di sofa.
"Aku tidak pernah sakit!" jawab Bakugou judes. "Apalagi aku begini juga karena salahmu!" tambahnya dengan suara yang lebih lirih---antara takut membangunkan seisi asrama atau memang dianya yang tak sanggup menambahkan volume suaranya.
Bola mata beda warna itu membola. Todoroki sedikit terkejut oleh tuduhan Bakugou. Apa yang sudah ia lakukan? Dia tidak ingat telah melakukan sesuatu yang membebani Bakugou sampai sejauh ini.
"...suka...." Suara Bakugou hampir tidak terdengar. Namun satu kata yang terdengar samar itu mampu menghentikan detak jantung Todoroki untuk sesaat. "...kau bilang kau menyukaiku kan?" Bakugou mengulangi pertanyaannya dengan lebih jelas.
Todoroki tertegun sebentar. Kemudian ia mengangguk kecil "Kelihatannya kau masih tidak mempercayaiku?" komennya seraya menyentuh pipi Bakugou yang terasa hangat.
"Kenapa pula kau menyukaiku? Apa kau gila?" balasnya seraya menepis tangan lancang Todoroki. Kali ini cara berbicara Bakugou terdengar bukan sedang mengejek. Pertanyaan tersebut murni datang dari rasa penasaran yang selama ini ia coba pendam.
"Ntahlah. Tanpa sadar mataku terus mengikutimu," jawab Todoroki. Tanpa melihat wajahnya di depan kaca, ia tidak akan sadar kalau saat ini ia sedang membuat wajah kecewa. "Tapi aku cukup yakin dengan perasaanku," sambungnya lalu mengadahkan sedikit kepalanya agar pandangan mereka bisa bertemu kembali.
Bakugou terdiam. Tangannya menutupi setengah wajahnya, dia sudah tidak tahu harus bagaimana membalas ocehan Todoroki. Batinnya bertanya. Bagaimana bisa Todoroki mengatakan hal-hal memalukan seperti itu tanpa ekpresi? Walau demikian, kali ini Bakugou mempercayainya----sinar mata Todoroki saat mengatakannya tidak berdusta.
"Apa kau sedang memikirkan pernyataanku tadi?" tanya Todoroki. Bibirnya membentuk senyuman tipis. Selama ini ia mengira Bakugou mengabaikan pengakuannya dan melupakannya. Tapi rupanya tidak---Bakugou masih mempertimbangkannya.
Todoroki menahan kedua tangan Bakugou lalu wajahnya ia dekatkan. Minimnya jarak mereka berdua, spontan membuat Bakugou menjatuhkan dirinya ke belakang, membenturkan punggungnya pada sandaran sofa yang empuk.
"Kau boleh memberontak kalau kau tidak menyukainya," ujar Todoroki sebelum membungkam mulut Bakugou dengan bibirnya.
Di luar dugaan Bakugou tidak banyak melakukan perlawanan, ia membiarkan Todoroki menjilat bibirnya dan memasukan lidahnya kedalam rongga mulutnya. Sesekali lidah mereka berdua saling bersentuhan dan melilit satu sama lain.
Ciuman tersebut semakin terasa inten. Todoroki yang terbawa suasana panas itu naik ke atas sofa, lututnya berada di antara kaki Bakugou yang berada di dalam dekapannya. Tidak ada yang berbicara, indra pendengaran mereka hanya di penuhi oleh suara desahan-desahan halus yang lolos dari bibir masing-masing.
Begitu bibir mereka sudah tidak saling bertaut. Terciptalah satu benang transparan yang masih menghubungkan mereka berdua---ciuman tadi barulah terasa begitu nyata. Sensasi dan kenikmatannya akan membekas untuk selamanya di ingatan kedua remaja tersebut.
Bakugou yang kehabisan nafas tidak melakukan apapun. Kepalanya terasa sangat ringan, otaknya tidak mampu berpikir jernih. Tatapannya hanya tertuju pada satu arah dimana wajah tampan Todoroki berada.
Di mata Bakugou. Kali ini pun sosok lelaki yang kerap di katainya setengah-setengah sialan itu. Terlihat begitu bersinar, begitu mempesona. Mungkin inilah alasan utama kenapa banyak anak perempuan yang menggemari Todoroki.
"Bakugou?" panggil Todoroki yang sedikit penasaran akan minimnya reaksi dari si empunya nama.
".....huh?" balas Bakugou singkat.
Pemilik quirk setengah-setengah itu kembali tersenyum. Bakugou terlihat cukup tenang walau menyadari mereka berdua baru saja melewati batas seorang teman----sedari tadi pemuda pirang itu belum memberontak ataupun memarahinya.
"Apakah kau mau menjadi pacarku?" tanya Todoroki seraya membelai pipi Bakugou yang tertegun oleh pertanyaannya. "Aku benar-benar menyukaimu," tambahnya dengan senyuman tipis kalem yang akhir-akhir ini menjadi favorit Bakugou.
Siapa yang tidak luluh setelah mendapatkan tawaran seperti itu dari sang pangeran sekolah? Bakugou sudah tak mampu mendeskripsikan perasaannya saat ini. Emosi yang paling ia pahami adalah marah---maka karna itu. Ingin rasanya ia meledakkan sekelilingnya sampai puas sebagai pelampiasan.
"La-lakukan sesukamu!" jawab Bakugou seraya mendorong Todoroki dan turun dari sofa. "Ka-kalau kau tidak keberatan bersamaku....." tambahnya hampir seperti berbisik.
Belum sempat Todoroki mengekpresikan kebahagiannya. Bakugou sudah kabur menuju kamarnya sendiri.
Setelah sedikit banyak memahami kepribadian Bakugou, dari situ Todoroki mengetahui kalau dirinya sudah mendapatkan lampu hijau dari pujaan hatinya.
To be continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top