Chapter 04: Realization

Berlahan Bakugou mulai terbiasa dengan bagaimana Todoroki mengamatinya. Bakugou sudah tidak lagi memperdulikan tatapan penuh selidik si remaja serba setengah-setengah itu. Karena hal tersebut sudah berada di luar kuasanya----Todoroki tidak akan menghentikan kelakuan aneh tersebut walaupun ia memaksa ataupun marah seperti apapun.

"Nanti dia juga bakal capek sendiri," begitu pikirnya. Sama seperti Midoriya. Suatu saat nanti Todoroki pasti lelah berhubungan dengannya. Tentu saja, itu karena semua orang tahu betapa menyebalkannya sifat Bakugou.

OXO

Sepulang sekolah Bakugou mampir terlebih dahulu ke perpustakaan. Remaja pirang itu mencari dari satu rak besar ke rak besar lainnya. Dia membutuhkan beberapa buku referensi untuk tugas.

Perpustakaan Akademi U.A besar dan luas, di dalamnya sekilas terlihat seperti labirin. Mau berapa kalipun para murid berkunjung. Perpustakaan itu masih terlihat mewah namun membingungkan.

Setelah berkeliling sebentar, Bakugou masih belum bisa memastikan buku seperti apa yang sedang di butuhkannya. Tapi tidak mungkin dia pulang dengan tangan kosong.

Di pojokan terdapat sebuah layar komputer----dia yang lulusan dari sekolah SMP biasa masih belum terbiasa dengan sistem browsing. Perpustakaan ini menyediakan beberapa komputer yang menyimpan data lokasi buku beserta dengan sinopsis kontennya.

".......kurasa untuk saat ini aku hanya membutuhkan ini dan ini....." gumamnya sendirian di depan layar komputer. Setelah puas browsing data di komputer dia langsung bergegas menuju rak dimana buku yang diinginkannya berada.

Pada belokan ketiga. Bakugou terjatuh, dirinya tidak sengaja menabrak seseorang yang sedang berjalan dengan tumpukan buku di tangannya. Alhasil buku-buku itu ikut terjatuh dan berserak di lantai, diikuti dengan suara benturan yang cukup keras.

"Maaf Bakugou. Tadi aku tidak melihatmu," ucap orang tersebut dengan nada datar tanpa ekpresi yang terlewat familiar-----Todoroki mengulurkan tangannya. Bakugou tidak segera menyambut tangannya, si pirang itu malah memelototinya.

"Keh. Apa yang kau lakukan di sini setengah-setengah sialan!?" Mengingat dimana mereka berada. Kali ini Bakugou tidak langsung berteriak nyaring seperti biasanya.

Todoroki menatapnya datar. Tangannya masih di posisi yang sama, tidak bergerak barang satu inci pun. Dia masih menunggu Bakugou menyambut tangannya. "Aku bisa berdiri sendiri!" Sayangnya, niat baiknya itu di tolak mentah-mentah. Bakugou menepis tangannya lalu bangkit berdiri dengan kedua kakinya sendiri.

"Apa yang akan kau lakukan dengan buku sebanyak ini?" tanya Bakugou seraya ikut memunguti buku-buku yang jatuh. Bukannya Todoroki terlalu rajin? Rasanya terlalu berlebihan kalau ia membutuhkan buku sebanyak ini hanya untuk mengerjakan sebuah tugas esai ringan yang tak butuh lebih dari 5000 kata.

"Aku binggung apa yang harus kuambil. Jadi kubawa saja semuanya," jawab Todoroki bersamaan dengan Bakugou memungut buku terakhir. Tiba-tiba si pirang itu membolak-balik buku tersebut lalu menoleh padanya sambil memasang wajah masam.

"Biar aku yang meminjam buku ini. Kau kan sudah bawa banyak," ujarnya seraya memamerkan buku di tangannya. "Ini buku yang sedang kucari," sambungnya. Dari nada bicaranya, kali ini Bakugou tidak mungkin bisa di ajak berkompromi.

"Baiklah. Ambil saja," balas Todoroki santai. Pemuda itu nampak tak mempermasalahkan kelakuan egois teman sekelasnya itu.

Padahal Bakugou sendiri yang memaksa orang lain memberikan barangnya padanya. Namun setelah dituruti dia malah di buat heran. "Seperti katamu. Aku mengambil kebanyakan," jelas Todoroki pada Bakugou yang menatapnya aneh.

Berlahan wajah Bakugou bersemu merah padam. Dia sama sekali tidak menyangka Todoroki akan menyerahkan bukunya begitu saja. Ada perasaan malu dan kesal karenanya.

Bakugou menunduk, "T-terima kasih," ucapnya dengan suara lirih dan halus. Tingkahnya yang menggemaskan itu membuatnya terlihat seperti remaja baik-baik----atau normal bisa di bilang. Karena sejak kecil kita diajari untuk berterima kasih kepada orang yang sudah membantu kita kan?

Todoroki tersenyum kecil. Raut wajahnya yang biasanya datar tanpa ekpresi kini terlihat sangat kalem. "Sama-sama," balasnya----Pemandangan itu terasa seperti Dejavu. Bakugou pernah mengalami perasaan yang sama setiap kali melihat sosok Todoroki yang sekilas seperti bersinar itu.

Isi kepalanya kacau. Bakugou menoleh ke sisi yang berlawanan---dia tahu sudah terlambat untuk menyembunyikan warna merah di wajahnya ini. Namun instingnya berkata, kalau lebih baik ia tidak memandang Todoroki terlalu lama.

"Ka-kalau begitu. Aku pergi dulu....." Setelah berpamitan dengan canggung. Bakugou segera mendaftarkan buku tersebut ke dalam daftar buku pinjaman, lalu langsung berjalan cepat keluar dari perpustakaan. Memalukan, dia baru saja kabur tanpa alasan yang jelas. Dan hanya Todoroki seorang lah yang bisa membuatnya gelagapan seperti ini.

OXO

Bakugou menenteng tas sekolahnya. Langkahnya lebar sampai sekilas terlihat seperti sedang meloncat. Kedua tangannya mengepal erat, dagunya menegang, namun kulit wajahnya tidak berbohong. Wajahnya semakin memerah dan panas----dia sudah mencoba untuk melupakan bagaimana kesannya terhadap Todoroki barusan. Sayangnya gagal. Bakugou masih memikirkannya!!!

"Ka-kacchan?" Midoriya menyapanya di depan asrama. Teman masa kecilnya itu sedang bersama ilda. Mereka berdua menatap heran akan tingkahnya yang mencurigakan. Dari segi pandang orang lain. Bakugou berjalan seolah-olah baru saja selesai membunuh orang dan sekarang terserang panik karena binggung harus kemana ia membuang mayat korbannya.

"Minggir brengsek!" teriak Bakugou seraya mendorong tubuh Midoriya ke samping sebelum masuk ke asrama dan menutup pintunya dengan kasar.

Midoriya dan lida saling bertukar pandang. "Ada apa dengannya?" tanya sang ketua kelas berkacamata, yang merebut pertanyaan tersebut dari mulut Midoriya yang sama-sama di buat heran oleh keanehan sikap Bakugou barusan.

"E-entah lah...." Hanya itu yang bisa di jawab Midoriya.

OXO

Begitu masuk ke bangunan asrama. Bakugou setengah berlari masuk ke kamarnya. Sambil berganti pakaian, ia terus menggerutu tentang betapa sial dirinya hari ini, bertemu dengan Todoroki sepulang sekolah.

"Apa aku harus menghajarnya sampai puas agar perasaan janggal ini menghilang!?"

Bakugou masih sibuk menggerutu sambil mengacak surai pirang jabriknya. Rasa kesal menguras tenaganya. Marah-marah tanpa alasan yang jelas memang sudah menjadi tabiatnya dari lahir. Namun kali ini dia harus mencari alasan tersebut----dia harus mencari tahu sumber dari perasaan janggal yang di rasakannya ini.

Tidak hanya gagal memahami Todoroki. Sekarang dia mulai gagal memahami dirinya sendiri.

Habis selesai memakai baju santainya, lalu Bakugou memilih untuk keluar dari kamar. Ini masih belum saatnya mengerjakan tugas. Kepalanya masih di penuhi awan kelabu. Dalam kondisi demikian. Satu katapun tak akan muncul di kertasnya, malahan dia cuma akan membuang-buang waktu di depan meja belajar.

Lebih baik ia mencari angin, berganti suasana. Bakugou memutuskan untuk mendatangi salah satu minimarket terdekat. Minuman dingin dan beberapa cemilan ia masukan kedalam keranjang belanjaan. Sebelum membayar di kasir ia menyempatkan diri untuk menumpang sebentar untuk membaca majalah---kegiatan yang jarang ia lakukan semenjak masuk ke U.A

Begitu keluar dari mini market. Indra pendengarannya di sambut oleh suara nyaring yang berasal dari mesin-mesin berat. Tidak jauh dari tempatnya berada, sebuah area sedang dalam proses pembangunan.

Bakugou menatap datar pada arah tersebut. Setelah itu mengalihkan pandangannya. Ia sama sekali tak menyangka akan mendengar jeritan minta tolong dari arah tersebut. Jeritan itu diikuti dengan suara benturan keras yang mengguncangkan dataran sekitarnya.

Bakugou menoleh ke kanan dan ke kiri. Belum ada satupun pro-hero yang mendatangi area tersebut. Instingnya sebagai calon pahlawan memerintahkannya untuk segera berlari ke sumber jeritan.

Tanpa pikir panjang Bakugou menerobos masuk kerumunan orang-orang yang juga sama-sama di buat penasaran akan suara benturan keras yang di dengarnya tadi.

Beberapa kuli bangunan melarangnya untuk melihat TKP. Tapi Bakugou merasa pasti ada sesuatu yang bisa dilakukannya, jadi ia masih berusaha untuk mengintip.

Sepasang manik sewarna darah miliknya membulat sempurna saat menemukan seorang pria separuh baya tergeletak berlumuran darah. Bagian bawah tubuh orang itu terhimpit besi kerangka bangunan dan saat ini orang-orang sedang berusaha untuk mengangkat besi kerangka bangunan tersebut.

Pria separuh baya itu sedang dalam keadaan kritis. Dia mungkin bisa selamat kalau mobil ambulan datang sebelum ia kehabisan darah.

Bakugou tidak mempunyai quirk yang bisa membantu pria itu. Namun----sialnya. Dia mengenal betul siapa yang mungkin bisa membantu pria malang tersebut.

"Oi Deku!! Cepatlah kemari bersama dengan si setengah-setengah sialan," titahnya di telepon pada Midoriya. "Kau pasti tahu area pembangunan di depan mini market. Cepatlah kemari sebelum aku membunuh kalian semua!!"ancamnya keras lalu langsung menutup telponnya.

Bakugou tidak memberi kesempatan Midoriya untuk menanggapi permintaan kasarnya. Perintahnya bersifat mutlak-----ia yakin teman masa kecilnya itu masih ingat peraturan dasar tersebut.

OXO

Beberapa saat kemudian, sesuai permintaannya. Midoriya dan Todoroki datang ke tempat yang di maksud. Bakugou yang sudah berhasil meyakinkan para kuli bangunan memanggil mereka berdua untuk mendekati TKP

Midoriya yang gemar menolong orang langsung cepat tanggap. Pemuda bersurai gelap kehijauan itu membantu memindahkan besi kerangka bangunan. Sementara Todoroki membekukan kedua kaki pria malang itu agar pendarahannya berhenti----tanpa perlu di pertanyakan. Kedua kaki tersebut perlu di amputasi setelah ini.

Kali itu Bakugou hanya bisa memperhatikan keduanya bekerja dari kejauhan. Tidak seperti Midoriya dan Todoroki, kemampuan quirk nya sedang tidak berguna dalam menghadapi masalah di sana. Kemampuannya baru benar-benar berguna di dalam pertarungan melawan villain.

Semuanya berjalan cukup lancar. Korban berhasil di bawa oleh mobil ambulan dan ketiga murid U.A selesai melaporkan pengalaman barusan ke wali kelas mereka---Aizawa sensei yang belum termasuk guru galak tapi cukup di takuti oleh murid-muridnya.

"Teleponmu tadi hampir membuat jantung ku copot...." keluh Midoriya di perjalanan pulang menuju asrama. "Lain kali ceritakan masalahnya dulu padaku, kacchan....." Walau pemuda brokoli itu berkata demikian. Aslinya dia sudah terbiasa akan keegoisan Bakugou yang entah kenapa masih sudi menyimpan nomor teleponnya.

"Tsk! Kalau kau tidak mau kau tidak perlu datang!!" balas Bakugou ketus seraya berjalan beriringan di sebelah Todoroki yang menjadi penengah di antaranya dan Deku.

"Kalau aku dan Todoroki-kun tidak datang. Bagaimana nasib paman yang barusan?"

"Bukan urusanku! Kalau dia mati karena kalian tidak datang. Tentu saja itu akan menjadi salah kalian berdua!!"

"Makanya kau harus menjelaskannya dengan baik terlebih dahulu Kacchan!!"

"Kau tidak punya hak untuk memerintahku Deku!!!"

Pasangan teman masa kecil itu mulai berdebat. Todoroki yang terjebak di antara keduanya mulai merasa risih. Inilah alasan kenapa satu kelas selalu menjauh di saat Bakugou dan Midoriya sedang berbicara dengan satu sama lain----perdebatan mereka berdua terlalu gaduh dan memekakkan telinga. Belum lagi kalau sudah terlalu sengit, tidak akan ada yang berani melerai mereka.

Todoroki menghela nafas lelah. "Bukannya kalian lebih akrab daripada yang orang lain kira?" komennya tanpa dosa. Kedua temannya tersebut berhenti berdebat dan menoleh ke arahnya----Midoriya membuat wajah terkejut biasa. Sedangkan Bakugou memasang wajah jijik yang luar biasa.

"Apa kau bilang!!!!?" Suara pemuda pirang itu menggelegar. Suaranya tersebut sampai terdengar oleh penghuni asrama. Sero, lida, Kirishima, dan Yaomomo sampai di buatnya keluar dari bangunan asrama untuk memeriksa darimana datangnya asal suara tersebut.

Sang ketua kelas mendahului teman-temannya keluar. "Hei kalian bertiga!! Dilarang bertengkar!!" serunya tegas setelah menemukan trio pembuat onar di kelasnya---walau semuanya tahu. Bakugou selalu menjadi pelaku utama keributan.

"Bakugou. Malam-malam begini pun kau masih sangat bersemangat huh?" komen Sero sambil berkacak pinggang dan cengiran lebar khasnya. "Darimana saja kalian?" tanyanya yang membuat ketiganya berhenti di depan pintu asrama.

"Kombinasi yang aneh," komen Yaomomo. Gadis itu menatap cemas ketiga teman kelasnya yang tumben keluar bareng---apalagi Midoriya dan Bakugou? Semuanya tahu bagaimana hubungan keduanya yang bagaikan film kartun kucing dan tikus itu.

"Kalian baik-baik saja? Ekpresi wajah kalian aneh sekali," ujar Kirishima mengimbuhkan. Pemuda bersurai merah jabrik itu mencodongkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya ke Bakugou. "Terutama kau Bakugou. Apa terjadi sesuatu diantara kalian?" tanyanya seraya menaikan satu alisnya.

Bakugou menggeram pelan. Ia menjejalkan telapak tangannya ke muka Kirishima dan mendorongnya. "Jangan dekat-dekat brengsek!" katanya lalu tanpa menjawab semua pertanyaan teman-temannya. Bakugou pergi meninggalkan mereka.

OXO

Jam menunjukan pukul 7 malam. Masih ada waktu untuk Bakugou belajar sebentar sebelum mandi. Remaja pirang itu duduk di depan mejanya lalu membuka satu kantong cemilan yang tadi di belinya di mini market.

Bakugou membaca buku yang tadi sore dipinjamnya dari perpustakaan-----buku yang secara tidak langsung di rebutnya dari Todoroki.

Kalau diingat lagi. Bukannya tadi Bakugou keluar karena ingin melupakan si pemilik quirk setengah-setengah itu? Namun, pada akhirnya dia masih harus berurusan dengan Todoroki lantaran insiden kecelakaan di area pembangunan.

Saat itu Bakugou terpaksa memanggil Midoriya dan Todoroki. Sangat terpaksa. Harga dirinya memang penting tapi nyawa manusia lebih penting lagi. Itulah kenapa ia bercita-cita menjadi pro-hero kan?

"Mau bagaimana lagi? Tidak ada gunanya menyesal karena meminta pertolongan dua orang sialan itu......" pikirnya sambil mulai memegang pensil. Lalu entah kenapa ia mengingat satu hal lainnya---sesuatu yang akhir-akhir ini sangat mengusiknya.

Barusan jaraknya dengan Kirishima sangat dekat dan Bakugou tidak merasakan apapun karnanya. Dia dan Kirishima sudah seperti teman dekat, sahabat. Lalu bagaimana dengan Midoriya? Yang ada cuma rasa jijik dan jengkel, perasaannya yang membuatnya ingin meledakkan sekitarnya.

Kedua teman sekelasnya itu tidak membuatnya canggung atau kikuk. Kelihatannya memang benar. Bakugou baru hanya bereaksi aneh kalau orang yang mendekatinya adalah seorang Todoroki Shouto.

"Apa karena aku....." Bakugou meletakan pensilnya berlahan. Bibirnya menekuk kebawah, sama sekali tidak merasa bahagia akan penemuan barunya barusan. "Apa aku juga....mulai menyukainya?" Kulit wajahnya mulai memanas. Di telan rasa frustasi, ia mengosok-gosok kasar mukanya. Seolah hanya dengan melakukannya, perasaan seperti adanya kupu-kupu terbang di perutnya akan lenyap.

Bagus.

Sekarang konsentrasinya buyar. Mustahil untuknya berdiam diri di depan meja belajar. Bakugou beranjak dari kursinya dan merapikan semua barang di atas meja, setelah itu keluar kamar dengan membawa semua peralatan mandinya.

Berharap setelah mandi kepalanya akan terasa lebih segar dan pikirannya jauh dari masalahnya saat ini.

To be Continue

A/n:

Gimana? apakah terlalu lambat? terlalu cepat? Terlalu Membosankan? Entah kenapa jadi binggung sendiri hahaha......

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top