Chapter 03: Nervousness
Hari minggu yang cerah---kalimat pembukaan yang terlalu santai dan terkesan malas. Namun satu kalimat tersebut sudah lebih dari cukup untuk mendeskripsikan pagi ini.
Todoroki yang hidupnya serba minimalis, memulai harinya dengan menjemur futonnya di beranda kamar lalu pergi untuk mengosok gigi dan cuci muka sebelum sarapan.
Todoroki selalu memilih sarapan tradisional ala jepang. Dia duduk bersama dengan teman-teman akrabnya di meja makan. Fokusnya terhadap makanannya langsung buyar ketika Bakugou lewat di dekatnya.
Bakugou dengan kaos putih polos dan celana panjang jeans ke abu-abuan berdiri di depan pintu keluar menunggu Kirishima dan Kaminari yang tak kunjung menampakan diri.
"Ada apa Bakugou?" tanya Mineta yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Apa kau lihat Kirishima atau Kaminari?" Bakugou bertanya balik sambil bersedekap dada dan bersandar di depan pintu. "Padahal mereka sendiri yang bilang mau pergi belanja hari ini," tambahnya lalu mengacak belakang rambutnya dengan frustasi.
"Mungkin mereka ketiduran?" Mineta tersenyum miring. Tidak semua murid punya tingkat kedisiplinan seperti Bakugou yang selalu taat pada jam tidurnya.
Jawaban temannya yang berperawakan pendek dan kecil itu ada benarnya juga. Meratapi nasibnya yang hanya berteman dengan orang-orang bodoh, Bakugou hanya bisa diam sambil mendengus kasar, bersamaan dengan Mineta yang sudah pergi menggoda anak-anak perempuan di dapur.
Lalu kebetulan ekor matanya menangkap Todoroki yang baru saja selesai sarapan. Lelaki bersurai beda warna itu bermain ponsel di atas sofa namun dengan canggungnya, masih mencoba mengintip Bakugou yang masih berdiri di depan pintu keluar.
Sesekali mata mereka bertemu. Lama kelamaan Bakugou di buatnya malu----padahal harusnya Todoroki yang malu karena mencoba mencuri pandang duluan.
Sungguh sangat menyebalkan, semua ini salah omong kosong Midoriya tempo hari----dia bilang Todoroki tertarik padanya? Dalam rangka apa? Apa tujuan Todoroki!?
Semakin di pikir semakin buat orang pusing tujuh keliling. Bakugou tipe orang yang selalu memecahkan masalah dengan langsung mengatasi sumbernya---kali ini dia juga akan melakukan hal yang sama. Berlahan ia mendekati Todoroki lalu berdiri di depannya.
".......oi," panggilnya tanpa mengucap nama. Todoroki sedikit mengadah agar pandangannya bisa bertemu dengan iris sewarna batu rubi yang indah dan mempesona.
"Temani aku belanja hari ini," titah Bakugou yang entah datangnya darimana---ini terlalu tiba-tiba dan sangat mengejutkan, terutama karena yang diajak adalah Todoroki.
Spontan Todoroki menutupi setengah wajahnya dengan telapak tangannya, dia terlalu bahagia---dia takut menunjukan senyumnya yang mungkin akan membuat nya terkesan seperti orang bodoh.
"Apa ini ajakan kencan?" tanyanya masih dengan satu tangan menutup mulutnya. Bibirnya memang tertutup namun matanya yang bersinar penuh harap lebih dari cukup untuk menunjukan perasaannya yang sesungguhnya.
"Mau kuledakkan kepalamu?" ancam Bakugou sambil melotot dan berkacak pinggang di depan lawan bicaranya. "Sudah sana cepat ganti bajumu. Kutunggu di depan halte bus," ujarnya sebelum keluar dari bangunan asrama.
Midoriya yang barusan tidak sengaja mendengarkan percakapan mereka bengong di tempat. "Lalu apa yang akan terjadi pada Kirishima-kun dan Kaminari-kun?" tanyanya pada teman-temannya yang ikut menyaksikan adegan langka barusan.
"......palingan mereka akan di hajar habis-habisan oleh Bakugou setelah ia pulang dari belanja?" jawab Sero hanya sebagai dugaan dasar, apabila mengingat kepribadian teman mereka yang berciri khas rambut pirang jabrik itu.
OXO
Bakugou duduk di bangku halte dengan postur tubuh yang sedikit membungkuk dan memejamkan kedua matanya sambil menikmati alunan musik barat yang keluar dari earphone nya.
Todoroki yang sudah sampai di sana tidak langsung menyapanya. Ia masih ingin mengagumi sosok tersebut sedikit lebih lama lagi---suara detak jantungnya kembali berdetak lebih keras. Dadanya terasa penuh sampai membuatnya susah untuk bernafas.
Suara sepatu Todoroki yang menyeret di atas permukaan jalan memberitahu Bakugou mengenai keberadaannya. Si pirang itu beranjak dari kursi lalu menyimpan earphone nya kedalam saku jaket olahraga. Gerakan matanya meminta Todoroki untuk berdiri di sebelahnya, ketimbang berdiri jauh tanpa alasan seperti itu---mereka bukan dua orang yang saling memusuhi satu sama lain.
"Jadi....ada tempat yang kiranya ingin kau kunjungi?" Bukannya Todoroki yang bertanya. Pertanyaan itu justru datang dari mulut Bakugou yang duluan mengajak pergi.
"Sebenarnya aku tidak sedang membutuhkan apapun tapi karena Kirishima dan Kaminari memohon padaku untuk menemani mereka berdua........" jelasnya, yang kita semua tahu kalau janji tersebut berakhir batal karena kelalaian dua orang temannya yang gagal bangun pagi.
"Selama bersama denganmu kurasa dimanapun sama saja menyenangkan," jawab Todoroki tanpa memperdulikan tatapan maut Bakugou yang merasa terlecehkan oleh jawaban asalnya.
"Mau kuajak ke sarang Villain?" ketus Bakugou bersamaan dengan sebuah bus berhenti di depan mereka. Dia naik duluan lalu Todoroki menyusulnya----bahkan setelah mendapatkan respon asin tersebut. Remaja pemilik quirk setengah api dan setengah es itu masih bisa-bisanya tersenyum tipis, tanpa ada satupun penumpang lain menyadarinya.
"Tidak masalah. Karena aku tahu Bakugou pasti akan menolongku kan?" jawab Todoroki penuh keyakinan. "Yaah. Meskipun aku bukan tipe yang membutuhkan pertolongan sih," tambahnya kali ini tersenyum lebih kentara.
Ini pertama kalinya Bakugou berdiri di dekat Todoroki dan melihat langsung perubahan ekpresi pemuda tersebut----mungkin agak berlebihan kalau hal seperti ini di bilang kejadian langka. Namun satu hal yang pasti, melihat senyuman Todoroki bukanlah pengalaman buruk baginya.
Bakugou terkekeh pelan. "Tenang saja. Aku juga tidak butuh bantuanmu." Ia semakin bersandar pada kursinya, lalu tersenyum lebih lebar sambil melirik Todoroki yang duduk tepat di sebelahnya. "Aku juga tidak punya keinginan untuk menolong orang sepertimu," tambahnya dengan nada penuh percaya diri khasnya.
"Bakugou. Pahlawan tidak boleh memilih siapa yang harus di selamatkannya kan?"
"Kau sendiri yang bilang kalau kau bukan tipe yang butuh bantuan kan?"
"Oh....kau benar juga."
Setelah perbincangan kecil tanpa arti itu, bus mereka sampai di salah satu pemberhentian bus yang dekat dengan pusat perbelanjaan. Lantas, tak hanya mereka berdua yang turun, kebanyakan penumpang lain juga turun di tempat yang sama.
Keduanya berjalan berdampingan dalam diam, berjalan-jalan tanpa tujuan yang jelas. Keheningan di antara mereka bukanlah berasal dari kecanggungan. Aslinya tidak ada dari mereka berdua yang suka mengobrol panjang---selama tidak ada yang membuat Bakugou kesal tentunya.
Mereka melewati sebuah toko buku besar yang terlihat ramai pembeli. Seketika Todoroki teringat apa yang di butuhkannya. "Bakugou. Aku butuh membeli buku catatan baru," ujarnya seraya menoleh ke sisi kirinya. Tanpa sengaja wajahnya berdekatan dengan Bakugou yang sepertinya tidak mempermasalahkan minimnya jarak mereka.
"Hmm? Oke," jawabnya santai lalu masuk duluan kedalam toko dan berbaur dengan pelanggan lainnya.
Todoroki agak kecewa karena dia tidak bisa melihat-lihat sekitar toko bersama Bakugou---tapi hari ini dia sudah cukup beruntung karena mendapatkan ajakan langka dari pujaaan hatinya itu kan? Dia tidak boleh terlalu memaksakan keburuntungannya.
OXO
Bakugou berjalan di sekitar rak buku komik. Sebenarnya dia tidak begitu tertarik. Namun lebih baik memperhatikan buku-buku tersebut daripada benggong tanpa melakukan apapun di tengah keramaian orang.
Tangannya menjulur naik, berusaha menggapai deretan rak yang berada jauh di atas kepalanya. Bakugou mencoba untuk berjinjit namun masih gagal mengambil buku komik yang sekilas terlihat menarik karena sampulnya bergambar karakter pahlawan yang berdesain mirip dengan si pak tua All might.
Sebelum menyerah. Tangan seseorang mengambil buku tersebut lalu di sodorkannya pada Bakugou. Pemuda pirang itu terdiam saat Todoroki yang entah sejak kapan ada di sebelahnya----terlihat begitu bisa di andalkan.
"Eh!?" Bakugou tersadarkan dari lamunannya. Demi apa dia sampai terpesona oleh sang pangeran setengah-setengah!? Terlalu lama berjalan di bawah sinar matahari terik langsung memang tidak baik untuk kesehatan otak.
"Aku hanya butuh mendinginkan kepalaku," gumamnya lirih seraya menerima pemberian Todoroki. Beberapa saat ia mengabaikan keberadaan Todoroki dengan membolak-balik buku komik di tangannya, karena kejadian barusan dia jadi sudah hilang ketertarikan pada buku tersebut.
Namun karena dia tidak begitu punya banyak hiburan di kamar asramanya, Bakugou tetap memutuskan untuk membelinya. Mungkin kalau dia tertarik, dia akan membeli lanjutannya.
"Mmm....apa kau butuh istirahat?" tanya Todoroki setelah Bakugou selesai membayar bukunya. "Tadi kau bilang kau butuh mendinginkan kepalamu?" tanyanya lagi seraya memperhatikan wajah Bakugou yang tersipu merah muda karenanya.
"Be-begitulah....kurasa...." jawab Bakugou sambil mengalihkan pandangannya. Dia tidak tahu harus melihat ke arah mana---yang ia tahu dia harus menghindari bertatapan dengan Todoroki yang sepertinya mencemaskan keadaannya.
OXO
Mereka akhirnya mampir ke sebuah Cafe terdekat.
Bakugou yang merasa kepalanya perlu di dinginkan memesan segelas Ice Lemon Tea, begitu pesananya datang ia langsung menegaknya sampai tersisa setengah gelas.
Sementara Todoroki ia lebih memilih untuk memesan secangkir teh hijau yang wanginya bisa memenangkan dirinya-----tanpa keduanya ketahui. Mereka berdua sebenarnya sama-sama gugup.
Bakugou yang kurang peka terhadap kompleks nya perasaan manusia belum menyadari kegugupannya sendiri. Sedangkan Todoroki memang sudah sadar diri kalau ia sedang gugup, hanya saja wajahnya dan perilakunya yang selalu di buat tenang membuat kegugupan itu tidak kentara.
Mereka berdua duduk saling berhadapan, memilih meja untuk dua orang yang berada paling dekat dengan dinding kaca yang mengarah pada jalanan.
Terlihat sepasang kekasih baru selesai menonton bioskop, yang wanita sedang membawa selebaran salah satu film baru yang kini sedang menjadi pembicaraan di sosial media.
Film itu memparodikan masa-masa kejayaan All Might---kalau dia masih kecil, dia pasti langsung merengek pada ibunya untuk mengajaknya ke bioskop untuk menonton film tersebut. Lalu setelah kasetnya rilis dia pasti merengek untuk di belikan, dan menontonnya di rumah sampai dia hafal semua dialog dan gerakan dalam film tersebut.
Hampir semua anak remaja yang bercita-cita menjadi pahlawan mengidolakan All Might. Sekalipun itu Todoroki yang merupakan anak dari seorang pahlawan yang tak kalah kuat dan terkenalnya----Endeavor, nama pahlawan yang selama ini menjadi nomor2 di industri pahlawan namun setelah All Might pensiun dialah yang menjadi nomor1.
"Sebenarnya apa yang membuatnya ingin menjadi pahlawan?" tanya Bakugou di dalam hati. Dia belum berteman baik dengan Todoroki. Jadi sebaiknya dia tidak mempertanyakan hal sensitif seperti itu seenaknya, apalagi karena ia mendengar rumor yang mengatakan kalau Todoroki membenci ayahnya sendiri.
"Tsk! Ada apa denganku hari ini!? kenapa aku dibuat penasaran oleh latar belakang setengah-setengah sialan ini!!?" Bakugou suka marah di saat dirinya tidak memahami sesuatu. Hari ini dia berencana untuk memastikan sesuatu, bukannya malah menambah rasa penasarannya dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak berguna.
Merasa dirinya di perhatikan, Todoroki bertanya "Ada apa Bakugou?"
Pemuda yang di tanyai itu tidak langsung menjawab. Sambil cemberut, Bakugou bersedekap dada. Sepasang manik merahnya menatap Todoroki dengan penuh selidik.
".......Tidak," jawab Bakugou bersuara mantap walau tadi tidak langsung menjawab. "Tidak ada!!" ulangnya, geram karena Todoroki terlihat masih belum puas dengan jawabannya.
"Kalau begitu......" Todoroki meletakan cangkirnya. Gilirannya yang memberikan tatapan penuh selidik kepada pemuda di hadapannya. "Apa yang membuatmu mengajakku pergi jalan-jalan hari ini?" tanyanya seraya mengetukan jarinya di atas meja----dia hanya gugup dan butuh sesuatu untuk menyibukkan dirinya.
Sekujur tubuh Bakugou menegang. Benar juga, ajakannya tadi pagi pasti terlihat sangat aneh----sebenarnya dari awal dia memang ingin memberitahu alasannya. Namun setelah kegugupan yang di sebabkan oleh kejadian di toko buku membuatnya enggan untuk mengakui alasannya mengajak Todoroki.
"........e-entahlah. Hanya ingin saja," jawab Bakugou seraya mengosok belakang lehernya.
Sepasang manik yang berbeda warna membulat dengan sempurna. "Pfft...." Todoroki menahan tawanya. Sejak kapan dia jadi harus menahan tawa? Dia tidak pernah mengharuskan diri untuk menahan perasaannya. Namun kenapa hanya di depan Bakugou dia berusaha menahan diri?
"Bakugou. Jawabanmu itu malah membuatku sangat bahagia," jelasnya dengan raut wajah yang jauh lebih melunak daripada yang dilihat Bakugou di dalam bus. Todoroki tersenyum lebar menunjukan rentetan giginya yang putih dan rapi, tangannya membelai pipi Bakugou yang sibuk mengagumi garis wajahnya yang lembut dan ramah itu.
Sesaat Todoroki nampak begitu bercahaya di matanya.
Tanpa sadar Bakugou menahan nafasnya. Sekujur tubuhnya merasa panas dan dingin secara bergantian----baru kali ini dia merasa segugup ini di depan seseorang.
Gugup....gugup.....gugup...gugup......gugup
Lama kelamaan kata tersebut akan berubah arti. Di telan kepanikannya, Bakugou sudah kehilangan arti dari kata tersebut----dia sudah tidak tahu lagi apakah yang dirasakannya adalah kegugupan atau sesuatu yang berbeda?
To be Continue
A/n:
Tidak kusangka menulis TodoBaku semenyenangkan ini. Tidak di sangka juga bisa sampai sepanjang ini.....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top